Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Beredar video personel Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) atau Damkar Depok yang mengeluhkan tidak bisa mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di SPBU lantaran kartu topup mereka tidak ada saldo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video tersebut sang petugas mengungkapkan solar armada yang dibawa sudah sisa setengah dan tengah mengantre di SPBU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Solar tinggal setengah, kalau kebakaran hitung waktu hitung waktu," keluh petugas dari dalam armada.
Video berdurasi 54 detik tersebut petugas juga meminta kepada jaksa untuk melakukan penyelidikan di Damkar Depok terkait penggunaan anggaran untuk BBM mobil pemadam.
"Kebiasaan nih, emang kebakaran bisa nunggu solar apa, pejabat diminta solar dulu baru diisi, bukannya inisiatip, anggaran di pendem aja, udah 2 bulan," kata petugas tersebut.
Video tersebut berlanjut dengan menunjukkan kartu Topup yang digunakan untuk mengisi BBM jenis solar bagi mobil pemadam di salah satu SPBU.
"Pak Jaksa, solar abis semua Pak Jaksa, ni mobil unit pemadam di pom bensin enggak ngisi, tolong dah periksa Pak Jaksa ini semua, tolong dah masa pemadam libur," geram petugas Damkar sambil menunjukkan nominal saldo yang sisa Rp75 ribu dan kartu lainnya kosong.
Saat dikonfirmasi Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok Adnan Mahyudin menjelaskan dinasnya ada anggaran untuk BBM Solar, tetapi dibagi jadi enam pos, yakni satu di markas komando (makol, sisanya di 5 unit pelaksana teknis (UPT).
"Sistem pembiayaannya disesuaikan dengan pemakaian solar, kejadian tadi itu mungkin terjadi kesalahpahaman, bahwa sebenarnya kita biasanya tiap bulan menyampaikan pembayarannya Rp5 juta per bulan untuk UPT," kata Adnan saat dikonfirmasi, Rabu malam, 10 Juli 2024.
Menurut Adnan, dalam 1 bulan pemakaiannya disetop dulu untuk pengendalian, misalnya anggaran per bulan Rp5 juta, tetapi dipakai Rp3,2 juta, sehingga ada sisa saldo Rp1,8 juta.
"Oleh SPBU dan teman-teman di UPT disetop dulu sebagai pengendalian agar kita tahu selama 1 bulan itu pengisian Rp3,2 juta, berarti kita sudah menyampaikan anggaran Rp5 juta pada SPBU, nanti yang Rp1,8 juta itu akan dikembalikan ke kas daerah," jelas Adnan.
Namun, lanjut Adnan, jika anggota di UPT mengisi BBM dan saldonya tidak cukup, maka bisa menghubungi pimpinan di UPT dan diteruskan ke SPBU untik diisi lebih dulu, sementara topup akan menyusul di bulan berikutnya.
"Jadi pemakaian BBM sesuai dengan kebutuhan, dan tiap bulan biasa kami ada pengendalian, biasa tiap bulan itu berapa sih yang diisi untuk BBM," terang Adnan
Sedangkan anggaran BBM di UPT tiap tahun sekitar Rp60 juta, dan jika tidak habis dipakai akan dikembalikan sebelum tahun anggaran habis, disebutnya sisa anggaran pemakaian
"Sama dengan di Mako, itu sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Adnan menilai, jika ada komunikasi dengan pimpinan dan langsung menghubungi SPBU, sebenarnya tidak ada hambatan dalam pengisian BBM untuk armada Damkar.
"Kami jujur uang masih ada dan tidak ada kekosongan bahan bakar, anggarannya masih banyak, karena baru dipakai selama 6 bulan. Seperti di UPT, Rp60 juta dan itu belum dipakai sampai Rp30 juta sebenarnya, masih ada sisa," tuturnya.
Adnan pun akan melakukan pembinaan untuk anggota terkait sistem pembayaran di dinasnya dan melakukan klarifikasi terkait permasalahan di lapangan.
Ia juga mengaku siap menjelaskan kepada aparat penegak hukum (APH) tentang video mobil damkar Depok yang beredar tersebut.
"Saya tidak bisa bicara bersedia enggak sedia, itu kan kewenangan dari aparat hukum. Saya akan menjelaskan seperti ini, sama penjelasannya," ucap Adnan.