Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CATATAN itu merekam luasnya tebaran duit perusahaan-perusahaan Muhammad Nazaruddin. Diurutkan menurut tanggal, semua pengeluaran dicatat dalam enam belas kolom laporan kas. Di antaranya berisi tanggal pengajuan, pengambilan, penerima uang, keperluan, juga mata uang yang dikeluarkan. Yang bisa membelalakkan mata pembacanya, di situ tercantum nama politikus, menteri, hingga pejabat badan usaha milik negara.
Perusahaan-perusahaan Nazaruddin dikendalikan dalam Grup Permai milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dari dua kantor: Mampang Prapatan dan Tebet—keduanya di Jakarta Selatan. Laporan keuangannya dicatat sejumlah anggota staf, termasuk Yulianis dan Oktarina Furi. Catatan-catatan mereka yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi dari komputer di kantor Mampang hampir setahun lalu, menurut sejumlah sumber, kini menjadi peluru untuk membidik Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Lazimnya, pengeluaran perusahaan berhubungan dengan biaya operasional dan biaya tetap semacam ongkos listrik. Tapi, dalam catatan brankas Grup Permai, ada komponen lain dalam pengeluaran perusahaan. Para pegawai di Menara Permai, Mampang, menyebutnya "biaya support" karena duit dikucurkan untuk "belanja" proyek melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan kementerian. "Dipakai untuk menggiring suatu proyek," kata Yulianis ketika menjadi saksi untuk terdakwa Nazaruddin, Rabu dua pekan lalu.
Yulianis, ketika dihubungi kembali pekan lalu, menolak menyebutkan mereka yang pernah menerima "biaya support" perusahaan bosnya. Sumber Tempo mengatakan, selama 2010, ada sekitar seribu transaksi di laporan keuangan Grup Permai untuk keperluan "biaya support". Tapi jumlah penerima sogokan ini bisa jadi jauh lebih sedikit karena banyak di antara mereka menerima duit lebih dari sekali.
Dalam catatan pengeluaran PT Anugrah Nusantara—satu dari 37 perusahaan Grup Permai—penerima duit itu antara lain seorang menteri yang tersingkir dalam perombakan kabinet akhir tahun lalu. Ada juga anggota DPR dari pelbagai partai, direktur utama perusahaan pelat merah, dan bupati. Duit yang mereka terima berkisar dari Rp 50 juta hingga Rp 5 miliar. Sebagian diserahkan dalam dolar Amerika Serikat.
Tiga politikus Senayan tercantum dalam daftar: Tamsil Linrung dari Partai Keadilan Sejahtera, I Wayan Koster dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Angelina Sondakh dari Partai Demokrat. Angelina telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Sumatera Selatan.
Dalam catatan tersebut dicantumkan Koster dan Angelina menerima US$ 500 ribu pada 3 November 2010 lewat Mindo Rosalina Manulang, yang ditunjuk sebagai direktur pemasaran perusahaan Nazaruddin. Bukan untuk proyek Wisma Atlet, duit diberikan berhubungan dengan proyek di sejumlah universitas yang dilaksanakan pada 2011. Koster juga ditulis mendapat tambahan Rp 50 juta lewat Gerhana Sianipar, juga pegawai di Grup Permai, pada 18 Februari 2010 untuk pembangunan pura.
Pada 3 Maret 2011, Koster dicantumkan menerima Rp 500 juta melalui pegawai Grup Permai bernama Dewi. Dalam catatan tersebut ditulis, "Komitmen Wayan Koster 2011". Didatangi di ruangannya, lantai enam Gedung Nusantara I DPR, sepanjang Kamis-ÂJumat pekan lalu, Koster tak pernah ada. Surat permohonan wawancara Tempo yang ditinggalkan di kotak surat tak direspons. Sebelumnya, Koster membantah pernah menerima duit dari Grup Permai.
Adapun Tamsil Linrung disebut sedikitnya dua kali menerima duit. Pada 11 Januari 2011, ia dicatat menerima US$ 100 ribu dari Pardi atau Minarsih, keduanya anggota staf Grup Permai. Pemberian uang itu ditulis untuk proyek "Depkes 2011". Pada 6 April 2011, ia juga diduga menerima Rp 1 miliar untuk proyek "Depkes 2011" dari seorang pegawai Grup Permai bernama Rusdi.
Tamsil menyanggah pernah menerima duit dari perusahaan Nazaruddin. "Saya bukan merasa tak pernah menerima uang, tapi memang saya tak pernah terima," katanya Jumat pekan lalu. Menurut Tamsil, tuduhan itu tak masuk akal karena ia tak terlibat dalam pembahasan anggaran Kementerian Kesehatan 2011 di Badan Anggaran. "Tolong tanya, kepada siapa Nazar menyerahkan uangnya."
PERPUTARAN duit di perusahaan-perusahaan Nazaruddin sangat dinamis. Duit dikumpulkan melalui perusahaan—sebagian didirikan sendiri, yang lainnya pinjaman dari orang lain. Bukan dengan efisiensi dan inovasi canggih, mesin uang politikus 32 tahun itu dilumuri cara-cara primitif: sogok dan kutip. Lihatlah peristiwa pada 11 Februari tahun lalu.
Menjelang salat Jumat, Avanza perak meluncur dari kantor Grup Permai di Jalan Mampang Prapatan menuju kawasan Pancoran, juga di Jakarta Selatan. Di dalam mobil, dua dari tiga penumpang bercakap-cakap. "Gajimu sekarang gede, ya?" kata penumpang bernama Teguh. "Sama saja," ujar penumpang bernama Budi Witarsa. "Bedanya, uang makan lebih besar sedikit. Tapi risikonya lebih gede sekarang…. Saya kebanyakan di jalan."
Bergaji pokok plus tunjangan Rp 1,25 juta dan uang makan Rp 20 ribu per hari, Budi bekerja sebagai kurir di Grup Permai milik Nazaruddin. Adapun Teguh anggota staf keamanan. Dikawal Teguh, hari itu, Budi diperintahkan Oktarina Furi mencairkan dua lembar cek senilai Rp 2,17 miliar di BCA cabang Bidakara. Setiba mereka di Bidakara, orang-orang sedang bersiap melakukan salat Jumat. "Saya salat dulu," ujarnya ketika diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 30 Juni 2011.
Seusai salat Jumat, Budi langsung menguangkan cek. Duit dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu dimasukkan ke koper. Budi, Teguh, dan sopir bernama Munarsip bergegas kembali ke kantor Grup Permai. "Buka kopernya, keluarkan uangnya," kata Oktarina, yang menyambut di kantor. Setelah duit dikeluarkan dari koper, Oktarina memasukkannya ke brankas "eksternal"—brankas khusus duit dari luar bisnis perusahaan.
Tiga hari kemudian, pada 14 Februari 2011, Budi mencairkan dua lembar cek lagi di BCA Bidakara. Nilainya sama: Rp 2,17 miliar. Duit sampai berjejalan dalam brankas "eksternal". Yulianis, ketika itu Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, juga mengetahui cara Oktarina memasukkan duit ke brankas. "Sebelum pencairan, Oktarina juga melapor kepada saya," kata Yulianis kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Menurut Yulianis, keempat lembar cek BCA itu merupakan pemberian Mohammad El Idris, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, yang telah divonis bersalah dalam perkara suap Wisma Atlet. "Itu fee proyek pembangunan Wisma Atlet," ujarnya. Dari Rp 191,6 miliar nilai proyek Wisma Atlet, Grup Permai mendapat jatah sembilan persen. Duit Rp 4,3 miliar tadi merupakan bagian dari fee ini.
Di brankas, duit itu berbaur dengan fee yang diperoleh dari proyek lain. Saat komisi antikorupsi menggeledah kantor Grup Permai sehari setelah Mindo Rosalina Manulang ditangkap pada 21 April 2011, brankas berisi duit kurang-lebih Rp 10 miliar. Menurut Yulianis, pembukuan brankas khusus "fee" ini terpisah dari Grup Permai. Isi brankas dikelola Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, kata Yulianis, untuk membeli tanah dan bangunan.
Yulianis pernah meminjam sebagian duit di dalam brankas itu untuk menutup biaya perusahaan di bawah Grup Permai. Ketika itu, brankas perusahaan, yang terpisah dari brankas "eksternal", sedang tiris. Setelah ada kas masuk, Yulianis mengembalikan duit ke brankas "eksternal". Nazaruddin dan Neneng amat ketat mengelola brankas. Meski dipinjam untuk menutup biaya perusahaan, duit keluar sepeser pun dari brankas mesti diganti.
Berbentuk kubus setinggi satu meter dan berwarna abu-abu, brankas untuk menampung fee proyek itu serupa betul dengan dua brankas di sampingnya. Ketiga brankas tersebut tercogok di ruangan Neneng Sri Wahyuni. Yulianis masih ingat duit penukaran cek BCA, imbalan proyek Wisma Atlet, dijejalkan Oktarina ke brankas paling kiri.
Menurut Yulianis, besar fee untuk tiap proyek berbeda-beda. Kisarannya 7-30 persen dari nilai proyek. "Tergantung nego," ujarnya. Menurut Yulianis, proses diawali dengan belanja proyek oleh Grup Permai ke Dewan Perwakilan Rakyat atau kementerian. Dalam kasus Wisma Atlet, misalnya, Mindo Rosalina Manulang gencar melobi Komisi Olahraga DPR dan Kementerian Olahraga. Setelah anggaran dipastikan cair dan proyek dimenangi, Grup Permai "menjual"-nya ke PT Duta Graha Indah.
Itu pula yang dilakukan Grup Permai untuk proyek universitas di Kementerian Pendidikan, pembangunan rumah sakit di Kementerian Kesehatan, dan pembangunan gedung di Kementerian Perhubungan. Ada 10 proyek di tiga kementerian itu yang dimenangi Grup Permai yang proyeknya dilaksanakan PT Duta Graha. Dari proyek-proyek tersebut, pundi-pundi dalam brankas eksternal Grup Permai bertambah Rp 62,5 miliar.
Tapi brankas paling kiri bukan satu-satunya tempat menghimpun setoran proyek. Duit setoran dari berbagai perusahaan luar yang dibantu Nazaruddin itu juga disimpan di brankas paling kanan. Hanya brankas yang terletak di tengah yang benar-benar digunakan untuk menyimpan harta pribadi Nazar dan Neneng.
Selain tiga brankas itu, di lantai tiga Menara Permai—kantor Grup Permai—ada sebuah brankas lagi, yang warna dan ukurannya sama. Terpisah hanya beberapa meter dari tiga brankas di ruangan Neneng, brankas ini berada di ruangan Yulianis. Menurut Yulianis, di dalam brankas itulah duit operasional perusahaan Grup Permai tersimpan.
Brankas itu pula yang menghimpun pendapatan dari proyek yang dikerjakan perusahaan di bawah Grup Permai. Ada puluhan perusahaan bernaung, tapi yang terdata di KPK hanya 37, termasuk perusahaan milik Nazaruddin sendiri dan perusahaan pinjaman. Perusahaan milik sendiri adalah perusahaan yang didirikan keluarga Nazaruddin dan menggarap proyek yang diperoleh sendiri pula, dari pengajuan tender hingga pelaksanaan. Dari sekian perusahaan milik sendiri, PT Anugrah Nusantara paling berjaya.
Adapun perusahaan pinjaman dimiliki pihak lain. Bagian Keuangan Grup Permai meminjam profil perusahaan dan kartu identitas direkturnya serta membawa surat kuasa untuk membuka rekening dan mengajukan permohonan buku cek. Selanjutnya, setiap lembar ceknya diteken "direktur boneka". Penggunaan buku cek sepenuhnya dikelola Nazaruddin dan orang-orangnya. Imbalannya, ketika perusahaan pinjaman ini memenangi proyek, Nazaruddin memberikan fee sebesar satu persen dari nilai proyek. Di antara sejumlah perusahaan pinjaman, PT Buana Ramosari Gemilang yang paling besar.
Sepanjang 2010, Grup Permai—baik perusahaan milik sendiri maupun pinjaman—menggarap 31 proyek pemerintah. Proyek-proyek tersebut tersebar di Kementerian Olahraga, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Perhubungan. Selama 2010 itu, Grup Permai diperkirakan menangguk untung bersih Rp 600-800 miliar.
Angka Rp 600 miliar diperoleh hanya dari proyek yang dikerjakan perusahaan di bawah payung kelompok bisnis itu. Pendapatan membengkak jadi Rp 800 miliar setelah ditambahkan fee dari perusahaan luar yang proyeknya dimenangi Grup Permai. Kisaran angka itu sudah dipotong biaya perusahaan dan pajak. Menurut sumber Tempo, total pendapatan kotor perusahaan-perusahaan Nazaruddin mencapai Rp 1,4 triliun. Tapi, dari penghasilan jumbo itu, perusahaan Nazaruddin hanya membayar pajak kurang dari Rp 3 miliar. "Ada potensi penggelapan pajak di sini," kata sumber Tempo.
Kini aliran duit yang diduga berkaitan dengan pencucian uang itu bisa-bisa menyeret pemilik brankas. "Kasusnya sedang kami kembangkan," ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P. Adapun pengacara Nazaruddin, Elza Syarief, membantah pernyataan bahwa kliennya melakukan korupsi dan pencucian uang. Ia tak memungkiri soal duit dari brankas Grup Permai yang mengalir ke sejumlah pejabat dan anggota DPR. Kata Elza, "Suatu saat akan kami buka."
Anton Septian, Aryani Kristanti, Fanny Febiana, Pramono
Satu Hulu Beragam Hilir
Dalam usia 32 tahun, Muhammad Nazaruddin mengendalikan 37 perusahaan yang menjadi mesin pengisi brankasnya. Sebanyak 20 perusahaan ia dirikan sendiri, sisanya ia pinjam dari mana-mana. Semua beroperasi di bawah payung Grup Permai dalam kendali mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Dalam Naungan Grup Permai
- PT Permai Raya Wisata
- PT Mahkota Negara
- PT Anak Negeri
- PT Anugrah Nusantara
- PT Exartech Technology Utama
- PT Alfindo Nuratama Perkasa (pinjaman)
- PT Cakrawala Abadi
- PT Nuralindo Bangun Perkasa
- PT Pacific Putra Metropolitan
- PT Marell Mandiri (pinjaman)
- PT Citra Dua Permata (pinjaman)
- PT Buana Ramosari Gemilang (pinjaman)
- PT Nuri Utama Sanjaya (pinjaman)
- PT Sean Hulbert Jaya (pinjaman)
- PT Eksekutif Money Changer
- PT Digo Mitra Slogan (pinjaman)
- PT Berkah Alam Berlimpah
- PT Darmakusumah
- PT Ananto Jempieter (pinjaman)
- PT Putra Lakopo Perkasa
- PT Karya Sinar Felix (pinjaman)
- PT Putra Utama Mandiri (pinjaman)
- PT Darmo Sipon (pinjaman)
- PT Bluewater Indonesia (kerja sama Bluewater dengan Nazaruddin)
- PT Hotlinetama Sarana (rencana akan dibeli Nazaruddin tapi batal)
- PT Kolam Intan Prima (pinjaman)
- PT Dulamayo Raya (pinjaman)
- PT Panahatan
- PT City Investment
- PT Inti Karya Plasma Perkasa
- PT Taruna Bakti Persada (pinjaman)
- PT Mega Niaga
- PT Calista Matra Medica (pinjaman)
- PT Borisdo Jaya (pinjaman)
- PT Nova Putri Jelita (pinjaman)
- PT Daya Mery Persada
- Amphi IT (berbasis di Singapura)
Bagaimana Fulus Datang?
Perusahaan sendiri
Mengurus proyek sendiri, keuntungan untuk Nazaruddin.
Perusahaan pinjaman
Nazaruddin hanya meminjam nama perusahaan orang lain. Sebagai upah, Nazar membayar fee 1 persen dari nilai kontrak untuk pemilik perusahaan itu.
Perusahaan orang lain
Nazaruddin hanya bertindak sebagai perantara. Proyek dikerjakan perusahaan lain, dengan imbalan 7-30 persen dari nilai kontrak.
Megaproyek Sang Kasir
Menggunakan seabrek perusahaannya, Nazaruddin memenangi berbagai proyek di sejumlah kementerian. Pada 2010, Grup Permai meraup keuntungan kotor hingga Rp 1,4 triliun.
Ke Mana Duit Mengalir
Di lantai 3 Tower Permai di Jalan Warung Buncit Raya Nomor 27, Mampang, Jakarta Selatan, pundi uang Nazaruddin disimpan. Ada empat brankas tempat menyimpan fulus hasil proyek:
Dua brankas x (disimpan di ruangan Neneng Sri Wahyuni, istri Nazar), berasal dari pelbagai fee dan digunakan untuk:
Satu brankas pribadi (disimpan di ruangan Neneng)
Satu brankas operasional (disimpan di ruangan Yulianis), digunakan untuk:
Angie, Pengaman Proyek
Dalam proyek Wisma Atlet:
Diduga terlibat dari perencanaan proyek hingga distribusi uang kepada anggota Badan Anggaran DPR. Praktis menjadi saksi kunci penerimaan uang untuk petinggi Demokrat dan kementerian.
Dalam proyek Hambalang:
Diduga terlibat dari perencanaan proyek hingga distribusi uang kepada anggota Badan Anggaran DPR. Ia diduga mengetahui detail uang untuk DPR dan kementerian.
Dalam proyek di sejumlah universitas:
(Universitas Negeri Papua; Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara; Universitas Andalas Padang; dan Universitas Tadulako). Diduga terlibat langsung dalam lobi ke Badan Anggaran DPR.
Sebagai koordinator pengatur fee untuk DPR:
Diduga terlibat langsung dalam perencanaan anggaran, lobi di DPR, dan pengaturan alokasi fee untuk anggota DPR.
Keuntungan Bersih Grup Permai
2009
- Dari pengerjaan proyek: Rp 600 miliar
- Dari fee pekerjaan: Rp 200 miliar
2010
- Dari pengerjaan proyek: Rp 600 miliar
- Dari fee pekerjaan: Rp 200 miliar
Sebagian proyek yang digarap:
Kementerian Kesehatan
Proyek: Pembangunan Fasilitas Teknologi Vaksin Flu Burung
Pemenang: PT Anugrah Nusantara
Nilai proyek: Rp 718,8 miliar
Proyek: Pengadaan Peralatan Pencegahan dalam Rangka Dukungan Kesiapsiagaan Flu Babi Tahun 2009
Pemenang: PT Nuratindo Bangun Perkasa
Nilai proyek: Rp 64.791.352.000
Proyek: Pengadaan Alat Bantu Belajar-Mengajar (ABBM) Pendidikan Dokter/Dokter Spesialis di Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Rujukan Tahun 2009
Pemenang: PT Buana Ramosari Gemilang
Nilai proyek: Rp 449.617.763.000
Proyek: Pengadaan Peralatan Kesehatan dan Laboratorium Rumah Sakit Tropik Infeksi di Unair, Surabaya, Tahun 2010
Pemenang: PT Buana Ramosari Gemilang
Nilai proyek: Rp 38.830.138.600
Proyek: Pengadaan Pengembangan Laboratorium FMIPA Universitas Negeri Malang Tahun 2009
Pemenang: PT Alfindo Nuratama Perkasa
Nilai proyek: Rp 44.303.850.000
Kementerian Pendidikan
Proyek: Pengadaan Alat Bantu Belajar-Mengajar (ABBM) Dokter/Dokter Spesialis pada Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Rujukan Tahun 2009
Pemenang: PT Mahkota Negara
Nilai proyek: Rp 492 Miliar
Proyek: Pengadaan Peralatan Laboratorium IPB
Pemenang: PT Nuratindo Bangun Perkasa
Nilai proyek: Rp 11,4 miliar
Proyek: Laboratorium Biomedis Universitas Indonesia
Pemenang: PT Darmo Sipon
Nilai proyek: Rp 13 miliar
Proyek: Pengembangan Laboratorium Fakultas Matematika dan IPA 2009, Universitas Negeri Malang
Pemenang: PT Alfindo Nuratama Perkasa
Nilai proyek: Rp 44,3 miliar
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Proyek: Pembangunan Pusat Pelatihan Olahraga Hambalang
Pemenang: PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
Nilai proyek: Rp 1,52 triliun
Kementerian Perhubungan
Proyek: Pengadaan 13 Pesawat Latih dan 2 Simulator Sayap untuk STPI Curug
Pemenang: PT Anugrah Nusantara
Nilai proyek: Rp 114,59 miliar
Proyek: Pengadaan 18 Pesawat Latih
Pemenang: Mahkota Negara
Nilai proyek: US$ 10,3 juta
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Proyek: Pembangkit Listrik Tenaga Surya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tahun 2008
Pemenang: PT Alfindo Nuratama Perkasa
Nilai proyek: Rp 8,9 miliar
Tersangka: Timas Ginting, pejabat pembuat komitmen di kementerian, dan Neneng Sri Wahyuni, istri Nazar
Kementerian Riset Dan Teknologi
Proyek: Pengadaan Peralatan Laboratorium Tahun 2007
Pemenang: PT Anugrah Nusantara
Nilai proyek: Rp 4,57 miliar
Badan Koordinasi Penanaman Modal
Proyek: Pengadaan Mebel Tahun 2007
Pemenang: PT Anugrah Nusantara
Nilai proyek: Rp 1.186.576.300
Beberapa Proyek PT Duta Graha Indah yang Diperoleh dari Nazaruddin Sebagai Perantara:
Proyek: Wisma Atlet Kementerian Pemuda dan Olahraga 2010
Nilai: Rp 197.715.000.000
Fee untuk Permai: Rp 4 miliar
Proyek: Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana, Bali, 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 91.223.400.000
Fee untuk Permai: Rp 2 miliar lebih
Proyek: Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 59.818.759.000
Fee untuk Permai: Rp 2 miliar lebih
Proyek: Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Jambi 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 37.085.000.000
Proyek: RDUD Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 41.500.000.000
Fee untuk Permai: Rp 6 miliar
Proyek: Gedung Cardiac Rumah Sakit Adam Malik Medan, 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 15 miliar
Fee untuk Permai: Rp 1,3 miliar
Proyek: Paviliun Rumah Sakit Adam Malik Medan, 2010
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 10 miliar
Fee untuk Permai: Rp 900 juta
Proyek: Rumah Sakit Inspeksi Tropis di Surabaya, 2020
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: Rp 98 miliar
Proyek: Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ponorogo, 2010, Kementerian Kesehatan
Asal proyek: Kementerian Kesehatan
Nilai: tidak diketahui
Proyek: Gedung BP2IP Tahap III, 2010
Asal proyek: Kementerian Perhubungan
Nilai: Rp 130 miliar
Naskah: Fanny Febiana, Anton Septian
Sumber: PDAT, Dokumen Pengadilan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo