Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mata Rantai Ibu Artis

Angelina Sondakh diduga menjadi pembantu kejahatan perusahaan-perusahaan Nazaruddin. Tercantum dalam laporan pengeluaran Grup Permai.

13 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR itu dikirimkan Yulianis, anggota staf keuangan Grup Permai, kepada kolega kantornya, Mindo Rosalina Manulang, melalui pesan BlackBerry pada 20 Mei 2010. "Bu, Babe belum jawab yang Rp 2,5 miliar," katanya. Sang penjaga brankas tidak berani mengeluarkan uang permintaan Rosalina, yang tercantum sebagai Direktur PT Anak Negeri, anak perusahaan Grup Permai, sebelum mendapat persetujuan "Babe"—merujuk pada Muhammad Nazaruddin, bos mereka.

Rosa menjawab pesan itu, "Iya, tolong disiapkan saja, mungkin dia lagi rapat. Nanti ada orangnya Ibu Angie yang akan terima." Pada pesan berikutnya, Rosa menulis, "Coz, ini mau dipakai buat makan malam di kantornya." Mungkin karena tak kunjung mendapat kabar, Yulianis kembali mengirimkan pesan, "Bu, belum dijawab sama Bapak." Dijawab Rosa, "Tapi jangan meleset yah. Saya dikejar-kejar terus sama ibu itu."

Percakapan dua anggota staf Nazaruddin itu dibuka penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesudah membuka telepon Rosa, segera setelah ia ditangkap dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet, April tahun lalu. Ketika diperiksa pada 30 Juni tahun lalu, Yulianis tidak membantah isi pembicaraan. "Itu pembicaraan saya dengan Rosa," katanya seperti tertulis dalam berita acara pemeriksaan.

Menjelang siang, izin Nazaruddin turun. Menurut Yulianis, sesuai dengan instruksi Rosa, uang diambil anggota staf Angelina bernama Jeffri. Setelah mereka berkomunikasi lewat telepon seluler, duit berpindah tangan ke orang suruhan anggota Komisi Olahraga, Pendidikan, dan Seni Budaya Dewan Perwakilan Rakyat ini. "Uang itu diantarkan Dadang, staf saya," ujarnya. Menurut Yulianis, dalam surat pengajuan pengeluaran dana dari Rosa, disebutkan uang itu merupakan "pelicin" pencairan anggaran proyek di sejumlah universitas pada 2010.

Berdasarkan indikasi-indikasi pengeluaran uang untuk Angelina, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Puteri Indonesia 2001 itu sebagai tersangka pada Jumat dua pekan lalu. Abraham Samad, Ketua KPK, ketika mengumumkan penetapan itu, menyatakan memiliki dua alat bukti. "Alat bukti tidak boleh disampaikan karena bagian dari strategi penyidikan," ujarnya tanpa didampingi empat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya.

Selain indikasi melalui komunikasi di BlackBerry Messenger, pada catatan keuangan Grup Permai yang dibuat Yulianis, ditemukan pengeluaran duit untuk Angelina. Dengan kode pengajuan MK1/10/11/0602 pada 6 November 2010, tertulis keterangan: untuk Wayan Koster/AS (Angie), Komisi X. Berdasarkan persetujuan pada hari itu juga, uang senilai US$ 500 ribu diserahkan kepada Koster dan Angelina. Wayan Koster adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga kolega Angelina di Komisi Olahraga. Dalam catatan Yulianis, duit untuk dua politikus itu dibukukan dengan kurs Rp 8.925 atau senilai Rp 4,465 miliar.

Menurut Rosa saat bersaksi untuk Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pertengahan Januari, Angie telah menerima Rp 5 miliar. "Diserahkan dua kali, Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar," katanya.

Sumber Tempo mengatakan, dalam permainan proyek yang dilakukan Nazaruddin, Angelina dipakai untuk "mengamankan" anggaran pada Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan. Sebagai anggota Komisi Olahraga, Pendidikan, dan Seni Budaya DPR, politikus Partai Demokrat ini bisa leluasa berhubungan dengan kedua kementerian.

Awalnya, Nazaruddin mengatur proyek-proyek yang akan diajukan dua kementerian itu. Pada saat bersamaan, dia menyiapkan kontraktor yang akan menggarap proyek. "Selanjutnya, ­Angelina dan Wayan Koster yang bermain agar anggaran proyek itu disetujui Badan Anggaran," ujar seorang sumber.

Sumber itu melanjutkan, peran Angie dimulai saat pembahasan detail anggaran dengan kementerian teknis. Saat pembahasan di komisi, dia secara khusus mengawal agar proyek-proyek yang dipesan Nazaruddin mendapat tanda bintang alias ditunda untuk anggaran tahun be­rikutnya. "Mereka yang mengawal sampai perincian anggaran diajukan ke Kementerian Keuangan dan terakhir masuk ke Badan Anggaran," katanya.

Permainan Angelina dalam mengamankan proyek di Kementerian Pendidikan Nasional juga terucap dalam pembicaraan via BlackBerry ­Messenger antara Rosa dan Nazaruddin selama periode November 2010 hingga Februari 2011. Dalam percakapan itu, Nazaruddin mengungkapkan kejengkelannya ketika mendapat kabar bahwa proyek rumah sakit bernilai Rp 116 miliar di Universitas Sumatera Utara jatuh ke pihak lain. "Kita bayar aja ke siapa…?" kata Nazaruddin. Tanggapan Rosa, "Saya sudah minta kepada Bu Artis dan Pak Bali." Rosa mengatakan Ibu Artis yang dimaksudkan dalam pesan itu adalah Angelina, sedangkan Pak Bali adalah sandi untuk menyebut nama Wayan Koster.

Jalur khusus lewat Angelina dan Wayan Koster yang dipakai Nazaruddin terbukti efektif. Dalam pengakuan Yulianis, sepanjang 2010, grup perusahaan milik Nazaruddin berhasil mendapat proyek pembangunan rumah sakit di tiga universitas yang anggarannya berasal dari Kementerian Pendidikan Nasional. Ketiganya meliputi Universitas Udayana senilai Rp 91,2 miliar, Universitas Mataram Rp 58,8 miliar, dan Universitas Jambi senilai Rp 37 miliar.

Belakangan, perusahaan Nazaruddin, PT Buana Ramosari Gemilang, diketahui juga mengantongi proyek pengadaan peralatan kesehatan Rumah Sakit Tropik Infeksi Universitas Airlangga, Surabaya, senilai Rp 38,8 miliar. Pada saat bersamaan, PT Duta Graha Indah menjadi pemenang tender pengadaan jasa pemborongan pembangunan gedung rumah sakit itu senilai Rp 97,8 miliar.

Perusahaan Nazaruddin juga diketahui bermain di Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia. PT Nuratindo Bangun Perkasa menggarap proyek pengadaan peralatan laboratorium di IPB senilai Rp 11,4 miliar. Adapun PT Darmo Sipon mendapat proyek pengadaan laboratorium biomedis di Universitas Indonesia senilai Rp 13 miliar.

Angelina, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum bisa dimintai komentar. Tempo, yang menyambangi kediamannya di Jalan Raya Cilandak, tidak berhasil menemuinya. Walau sempat terlihat keluar dari mobil, ia tak merespons sapaan Tempo. Tapi dia telah berulang kali membantah tudingan Rosa dan Nazaruddin. "Lillahi ta’ala, saya tidak pernah menerima uang," katanya. Bantahan serupa datang dari Wayan Koster: "Saya tidak pernah menerima apa pun."

Di samping main dalam anggaran di Kementerian Pendidikan, kongsi Nazaruddin dan Angelina berkibar di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Rosa, yang ditangkap penyidik KPK saat menyogok Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam pada April tahun lalu, adalah orang yang pertama kali membuka peran Angie. Rosa dibekuk bersama dengan Manajer Mar­keting PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris ketika menyerahkan suap Rp 3,2 miliar terkait dengan pembangunan proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang senilai Rp 191 miliar.

Yulianis menjelaskan, pada akhir Desember 2010, Nazaruddin marah besar dalam sebuah pertemuan di kantor Grup Permai, Jalan Raya Warung Buncit 27, Mampang, Jakarta Selatan. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat ini meradang karena hanya mendapat proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 200 miliar. "Padahal kita sudah menyetor dana support Rp 20 miliar," kata Yulianis menirukan Nazaruddin. "Harusnya mendapat Rp 400 miliar."

Lewat siapa dana pendukung itu diberikan? Lagi-lagi Nazaruddin menyebut Angelina Sondakh. Rosa dalam pengakuan di persidangan menyebut beberapa kali permintaan uang oleh Angelina. Dalam komunikasi keduanya via BlackBerry Messenger pada 22 Juni 2010, Angelina mengirimkan sebuah pesan penting kepada Rosa, "Bu, masih ada apel Malang." Di muka persidangan, Rosa menyebutkan "apel Malang" adalah sandi permintaan sejumlah uang.

Setri Yasra, Anton Septian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus