Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bukan Sekadar Wisata Religi

Kelas menengah muslim "memaksa" pengusaha memunculkan sesuatu yang sama sekali baru: hotel syariah.

28 Juli 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

April lalu, penyanyi Iis Dahlia berumrah. Ini adalah perjalanan umrahnya yang kedua, dan dia tak jemu untuk selalu melakukannya. "Di sana aku enggak berpikir dan mengerjakan apa-apa selain ibadah. Beribadah di sana berbeda. Meski sama-sama beribadah, di sini susah fokus. Umrah merupakan kesempatan untuk charge baterai supaya jadi penuh lagi," kata Iis.

Kalau berfokus ibadah, berarti tidak ikut-ikutan berfoto selfie, dong, seperti yang banyak dilakukan jemaah umrah belakangan ini? "Ya, enggak apa-apa juga melakukan itu, asalkan diimbangi ibadah. Aku juga ikut foto-foto selfie kalau mampir atau melintasi tempat yang menarik. Sekarang kan paket umrah bisa menjadi alternatif wisata," ujar Iis.

Apa yang diucapkan Iis menggambarkan apa yang terjadi saat ini. Berdasarkan data Graham Hills, Insights into Indonesia Online Travel Market, dalam kurun lima tahun, 2005-2010, terjadi kenaikan signifikan jumlah peziarah asal Indonesia ke Arab Saudi. Jumlahnya naik secara signifikan hampir dua kali lipat, dari 582 ribu orang pada 2005 menjadi 902.400 orang pada 2010.

Tuti Akbar, perancang muda berbakat yang memiliki label Ethnicia Indonesia dan Naturalis by Ethnicia, pekan lalu, dalam acara Ramadan Fashion Delight di Kota Kasablanka, Jakarta, mengatakan tingginya antusiasme masyarakat menunaikan umrah, yang belakangan menjadi gaya hidup, adalah fenomena kemunculan muslim menengah di Tanah Air.

"Tandanya semakin jelas. Orang berhijab makin banyak. Remaja bahkan anak-anak kini sudah nyaman berhijab. Lalu kemunculan item produk fashion dan kecantikan yang sesuai dengan ajaran Islam," ujar Tuti. Dia juga melihat kemunculan muslim menengah ini lewat makin tingginya mereka menggunakan media sosial. "Mereka sangat melek informasi dan pintar memanfaatkan media sosial untuk ajang promosi," katanya.

Hal itulah yang membuat Dessy Wiranti, pengusaha biro perjalanan haji dan umrah Al Ashari, mempromosikan perusahaannya lewat media sosial, seperti Facebook, Twitter, Path, dan Instagram. "Cara ini cukup efektif. Sebab, media sosial lintasannya panjang, jadi bisa promosi gratis ke para selebritas, pengusaha, atau tokoh penting lain," ujar Dessy.

Dia mengatakan ada beberapa artis dan tokoh ternama yang memilih berumrah dengan memakai biro miliknya. "Biasanya mereka memilih paket yang nyaman dengan fasilitas lengkap. Saya memiliki paket Deluxe berisi bukan sekadar paket umrah, tapi dilengkapi perjalanan ke Mesir dan Turki untuk berwisata, menikmati kuliner, dan berbelanja produk fashion serta perlengkapan rumah, seperti karpet Persia," kata Dessy, yang memberi harga Rp 50 juta untuk umrah plus wisata sembilan hari.

Umrah bukan satu-satunya cara kelompok kelas menengah muslim dalam menegaskan keagamaan mereka di dunia traveling. Dalam memilih hotel pun mereka amat berhati-hati. Inilah yang menyebabkan tumbuhnya "hotel syariah". Kini diperkirakan ada seratus lebih hotel syariah dengan tingkat okupansi sekitar 70 persen. Survei Center for Middle-Class Consumer Studies di enam kota besar menemukan bahwa tingkat ketertarikan responden terhadap hotel syariah sangat tinggi. Sekitar 73 persen responden berminat menggunakan hotel syariah.

Yang dimaksud "syariah" dalam perhotelan adalah, misalnya, tidak memperkenankan tamu pria dan wanita yang tidak semahram (bersaudara atau terikat tali pernikahan) tinggal dalam satu kamar. Bahkan ada hotel yang memisahkan lantai berdasarkan gender. Di hotel syariah juga tak akan ada prostitusi, makanan dan minumannya dijamin halal, azan selalu berkumandang setiap masuk waktu salat, di setiap kamar tersedia Al-Quran serta sajadah, dan ada musalanya.

Memang awalnya istilah "hotel syariah" agak asing. Istilah ini baru terangkat setelah Grup Hotel Sofyan (HS) pada 2003 berganti konsep, dari hotel konvensional jadi hotel syariah. Riyanto Sofyan, pemilik hotel ini, menerangkan bahwa seiring dengan kesadaran masyarakat Indonesia-yang mayoritas penduduknya muslim-terhadap keharusan menggunakan dan memanfaatkan produk (baik barang maupun jasa) yang halal dan barokah, tumbuh peran produsen atau perusahaan berbasis syariah sebagai alternatif masa depan yang menjanjikan.

"Tren bisnis syariah kian tumbuh seiring dengan munculnya masyarakat muslim menengah di Indonesia," ujar Sofyan, yang memiliki dua hotel syariah di Jakarta serta enam di Bogor, Padang, Lampung, Palembang, Pandeglang, dan Semarang. Dalam waktu dekat, Grup HS akan mengembangkan beberapa hotel berbasis syariah di Lombok, Jambi, dan dua di Makassar, bahkan melalui jaringan Hotel Sofyan Inn mulai menjangkau mancanegara, seperti Malaysia dan Timur Tengah. "Saya percaya bisnis syariah akan bersaing sehat dan prospeknya masih tinggi di Indonesia, apalagi kompetitornya masih sedikit," kata Sofyan.

Meski sangat ketat menerapkan hukum Islam, Sofyan menjamin tak ada diskriminasi agama di hotelnya. Siapa pun, beragama apa pun, boleh menginap dengan tenang di hotelnya. Selain itu, restorannya memiliki menu yang dikemas dan mengikuti selera internasional tanpa mengabaikan kehalalannya. "Restoran kami menyajikan menu Jepang, seperti sushi, tapi pembuatannya dengan bahan halal. Toh, tidak mengurangi cita rasa aslinya. Kami tidak menyediakan minuman beralkohol, tapi kami punya racikan minuman kombinasi bahan halal yang sepintas rasanya seperti margarita dan gin tonic," ujar Sofyan.

Untuk pusat kebugaran dan kolam renang, Sofyan menerapkan jadwal terpisah antara tamu wanita dan pria. Harga untuk menginap di hotel ini Rp 600 ribu ke atas. Dua hotel yang ada di Jakarta memiliki sekitar 300 kamar.

Sofyan juga menceritakan, karena sistemnya sudah berjalan, untuk penanganan para tamu, akan terjadi seleksi alam, yaitu biasanya para kru hotel akan menolak dengan santun apabila curiga terhadap calon tamu-yang diduga melanggar ketentuan syariah. "Kami melakukan penolakan apabila ada tamu yang kedapatan bersikap bandel atau di luar ketentuan kami. Biasanya kami melakukan penolakan dengan alasan kamar penuh alias fully-booked," kata Sofyan. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus