SEKARANG disuguhkan pilihan lain bagi warga kota Jakarta untuk
menghindari bis kota yang selalu sesak. Itulah Kereta Rel
Listerik (KRL) dan Kereta Rel Diesel (KRD). Berpangkalan utama
di Stasiun Kota, angkutan penumpang umum yang mulai beroperasi
sejak 29 Agustus lalu itu, akan menjangkau kawasan Jabotabek
(Jakarta-Bogor-Tanggerang-Bekasi).
Kelahiran jenis angkutan ini merupakan hasil penelitian Mass
Rapid Transit Study sejak bertahun-tahun lampau. Tapi juga
merupakan pemunculan kembali kereta listerik (trem) yang pernah
diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda sejak 1925 dan mati oleh
berbagai sebab di tahun 1962. Maksud melahirkan angkutan ini
bagi Jakarta dan sekitarnya tentu untuk menguasai kekurangan
angkutan yang selama bertahun-tahun ini menjadi masalah pokok
Ibukota RI ini.
Sebab menurut perkiraan dengan adanya KRL dan KRD sekitar
100.000 orang penumpang akan terangkut setiap hari. Meskipun
jumlah ini belum memadai namun paling tidak telah meringankan
beban sekitar 2.500 buah angkutan umum yang selama ini harus
memboyong 1,5 juta penumpang di Jakarta. Hingga bukan satu hal
yang mustahil pula, jika pada saatnya angkutan kereta ini akan
berjubel penumpang juga. Dengan tarif jauh-dekat Rp 50 per
penumpang, setiap set (KRD 12 set, atau 24 gerbong -- dan 5 set
KRL atau 20 gerbong) masing-masing dapat membawa 566 dan 272
orang penumpang.
Sudah Diperhitungkan
Setiap 15 menit sekali rangkaian kereta itu akan membelah
lalu-lintas Jakarta melewati jalur-jalur
Jatinegara-Tanjungpriok, Jatinegara-Pasar Senen-Jakarta Kota,
Jatinegara-Gambir-Jakarta Kota dan Tanggerang/Tanah
Abang-Jatinegara. Plus jurusan Depok, Bogor, Karawang, Bekasi
dan Purwakarta dengan jadwal yang masih terbatas.
Dan semua ini akan berarti bahwa akan terdapat pengaruh pada
kelancaran lalu-lintas kendaraan dalam kota Jakarta, khususnya
di seputar pintu-pintu kereta yang akan dilewati rangkaian KRL
maupun KRD. "Kemacetan-kemacetan lalu-lintas sudah
diperhitungkan" jawab Soekotjo, Sekretaris Tim Pengendalian
Angkutan Kota Jakarta/Jabotabek. Bagaimana? "Sudah dipersiapkan
begitu rupa pengaturannya hingga jika kemacetan itu tak bisa
dihindarkan setidaknya bisa dikurangi" tambah Soekotjo.
Karenanya, katanya, petugas-petugas PJKA (Perusahaan Jawatan
Kereta Api) di pintu-pintu KA sudah diberi petunjuk-petunjuk
mengaturnya. Misalnya, mereka harus menutup pintu kereta tak
begitu lama sebelum kereta lewat. Begitu pula di tempat-tempat
yang keadaan lalu-lintasnya rawan akan ditempatkan
petugas-petugas DLLAJR. Bahkan jika dipandang perlu, menurut
Soekotjo, kereta-kereta luar kota dapat dihentikan di batas kota
dan para penumpangnya dapat melanjutkan perjalanan ke dalam kota
dengan kereta angkutan kota itu.
Soekotjo tampaknya tak mau menjanjikan apa-apa bahwa kemacetan
kereta angkutan kota itu tak akan lebih mengusutkan lalu-lintas
kota. Ia hanya menyebutkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan
dengan angkutan kota ini tak berdiri sendiri-sendiri. Misalnya,
bagaimana kaitan KRL dan KRD dengan bis-bis kota, dengan keadaan
lalu-lintas bahkan dengan angkutan antar kota. Semua itu sudah
digodok oleh Tim Pengendali katanya. Bagaimana persisnya hasil
penggodokan itu, agaknya memang tak perlu diungkapkan. Sebab
masih harus dilihat buahnya di hari-hari mendatang ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini