AKHIR bulan Agustus baru lalu, sudah 2 tahun persis Pasar Pusat
Tanah Abang (Jakarta) diresmikan. Tapi di sekitarnya, mulai dari
Tanah Abang Bukit sampai menjelang stasiun Tanah Abang, pedagang
kaki-lima masih berhamburan. "Itu di luar tanggungjawab saya"
kata drs Eddy Sofyan, pimpinan Pasar Pusat Tanah Abang. Sebab,
tambahnya, kebanyakan pedagang kaki lima di situ adalah
pendatang-pendatang baru.
Terus meluapnya kaki lima di daerah itu kerap dikaitkan dengan
kios-kios yang masih banyak kosong di Pasar Pusat Tanah Abang
yang berlantai 3 itu. Eddy Sofyan mengakui bahwa kios-kios di
Lantai II pasar itu masih kosong. Sebab pedagang-pedagang lemah
bekas pasar lama ternyata merasa tak mampu memilikinya. Menurut
Eddy harga tiap kios di lantai itu ditetapkan Rp 1,6 juta.
Jumlah ini harus dibayar di muka sebanyak 40, sisanya dicicil
untuk jangka waktu 2 tahun.
Pedagang lemah itu berjumlah seWtar 400 orang. Kebanyakan warga
Betawi asli, umumnya sebagai pedagang grosir. Merasa harga kios
tak terjangkau oleh kantong, merekapun menggelar tikar di kaki
lima, sepanjang tepi sungai bahkan sampai ke lorong-lorong
sempit di luar kawasan pasar. Tapi awal Juli baru lalu Direktur
Utama PD Pasar Jaya memberi keringanan bagi pedagang-pedagang
golongan ini. Kepada mereka hanya dikenakan uang sewa Rp 275
sampai Rp 325 setiap hari untuk tiap kios. Sehingga sampai akhir
bulan lalu pedagang-pedagang itu sudah memegang kunci kios,
walaupun baru 500 di antara mereka yang membuka dagangannya.
Pedagang-pedagang kaki lima yang masih berserakan di sekitar itu
sekarang memang mengesalkan Eddy Sofyan juga. Pernah, katanya,
dicoba mengizinkan mereka berdagang di pelataran parkir Pasar
Pusat Tanah Abang mulai jam 3 sore. "Tapi hanya betah seminggu"
gerutu Eddy. Sehingga satu-satunya pemecahan yang diharapkannya
adalah jika Pasar Inpres yang sekarang sedang dibangun di daerah
Tanah Abang Bongkaran selesai. Tak disebutnya apakah kelak akan
tumbuh pula pendatang-pendatang baru di kaki lima yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini