Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Di atas kursi roda, Suryatiningsih Budi Lestari, calon anggota legislatif yang diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajak anak muda untuk memahami prinsip-prinsip inklusifitas. Inklusi disabilitas bicara beberapa elemen masyarakat yang saling berbagi peran dan bersatu. Dia melihat masih ada ketidakadilan untuk penyandang disabilitas. “Jangan diam melihat ketidakadilan,” kata Suryatiningsih kepada Tempo, Selasa, 26 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suryatinigsih atau biasa disapa Nuning merupakan penyandang disabilitas fisik. Sejak umur 10 bulan, ia lumpuh akibat terkena polio. Ia berkisah pernah ditolak saat mendaftar di Sekolah Menengah Atas Negeri di Yogyakarta hanya karena nilainya tidak komplit.
Keterbatasan fisik membuatnya tidak mendapatkan nilai di bidang olahraga. Ia berontak dan terus mendaftar di sekolah umum. Dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, Nuning mengenyam pendidikan di sekolah dan kampus umum.
Suryatiningsih merupakan Caleg PSI nomor urut 1 untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivis Center for Improving Qualified Activity in Live of People with Disabilities (Ciqal) ini banyak diundang dalam forum-forum disabilitas.
Salah satu pengundangnya adalah Youth Studies Centre Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bekerja sama dengan Feminis Yogyakarta pada 12 Maret lalu. Ia melihat banyak orang yang belum memahami inklusifitas terhadap penyandang disabilitas misalnya ihwal pekerjaan dan pendidikan.
Sebagian orang memahami inklusifitas secara parsial. Dia mencontohkan ketika dirinya mengadvokasi penyandang disabilitas dengan mendesakkan Peraturan Daerah Penyandang Disabilitas di DPRD Kota Yogyakarta. Di hadapan anggota DPRD Kota Yogyakarta, Suryatiningsih menegaskan bahwa penyandang disabilitas tidak cukup mendapatkan kartu jaminan kesehatan.
Penyandang disabilitas perlu mendapatkan keringanan dalam bentuk diskon untuk membeli alat bantu sebagai organ penting buat penyandang disabilitas. “Tapi, anggota dewan bilang belum saatnya. Lalu kapan lagi kalau seperti itu responnya,” kata dia.
Menurut dia, Perda Disabilitas Kota Yogyakarta yang diinisiasi anggota DPRD kota setempat bertele-tele. Sejak 2014, Ciqal mendesak agar Perda Disabilitas segera disahkan. Barulah tahun 2018 perda itu disahkan. Berbeda dengan Perda Disabilitas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih partisipatif dan terbuka.
Di DPRD Kota Yogyakarta, Ciqal bolak-balik menyampaikan masukan untuk aturan tersebut. Tapi, prosesnya lamban karena masukan Suryatiningsih dan Ciqal dipimpong dari satu lembaga ke lembaga lainnya. “Dilempar ke sana sini. Dari Dinsos ke Kementerian Hukum dan HAM. Perjuangannya sejak 2014,” kata dia.
Ketua Panitia Khusus Raperda Disabilitas, Muhammad Fauzan belum menjawab konfirmasi dari Tempo. Pesan singkat melalui whatsApp maupun sambungan telepon belum dia respon.
Suryatiningsih merupakan orang yang aktif dalam advokasi Perda Disabilitas di Yogyakarta. Ia menyebutkan tertarik masuk politik praktis karena PSI punya komitmen terhadap kelompok rentan, salah satunya penyandang disabilitas.
Juru bicara PSI, Sigit Widodo mengatakan Suryatiningsih dicalonkan dengan nomor urut satu karena dia terbukti punya kemampuan mengadvokasi penyandang disabilitas.
DPW PSI Yogyakarta merekrut dia melalui kriteria tertentu bersama tim independen, yang melibatkan kalangan akademisi. “Caleg dipilih bukan hanya sekadar penyandang disabilitas, tapi dia punya kemampuan mempengaruhi kebijakan di daerahnya,” kata Sigit.
PSI, kata dia, mendorong sebanyak mungkin penyandang disabilitas untuk terjun ke politik. Tujuannya, agar mereka bisa memberi pengaruh pada kebijakan publik ynag ramah terhadap penyandang disabilitas. Dia mencontohkan untuk fasilitas publik seperti trotoar belum semuanya ramah terhadap penyandang disabilitas.