Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah para pencari mumi masih kerap mendatangi Anda? Calon-calon pembeli dari Makassar masih kerap datang. Ada yang datang, lalu mem-bual: mereka mengatakan mumi yang akan mereka beli dilindungi oleh pemerintah karena mereka punya surat izin. Siapa saja mereka? Orang dari luar Toraja, seperti dari Jawa, Batam, Arab, dan Brunei. Biasanya barang-barang itu dibawa ke Bali atau Jakarta. Di Denpasar, barang tersebut di pajang di toko-toko souvenir. Di Toraja, penadah sekaligus pembelinya adalah seorang pengusaha barang antik yang punya modal yang besar. Dari sana, barulah barang itu dijual ke orang-orang asing. Bagaimana barang-barang itu dikeluarkan dari Toraja? Pintar-pintar mereka saja. Biasanya dibawa dengan kapal laut karena lebih aman dan tidak ketat pemeriksaannya. Anda masih kerap mendapat tawaran mumi atau tau-tau curian? Ya. Kebanyakan penjualnya berasal dari kampung-kampung. Tapi sering saya tolak karena benda-benda itu tak dilengkapi surat resmi dari keluarga pemilik tau-tau, kepala desa, ataupun camat. Kalau tidak ada surat, barang-barang itu berstatus ilegal. Betulkah pencurian mumi terus terjadi karena pelakunya keluarga mayat itu sendiri? Betul, tapi tidak selalu. Sebenarnya begini, kadang-kadang keluarga pemilik mumi tidak mengetahui mumi mereka hilang. Atau, mereka tahu tapi baru melapor beberapa tahun kemudian. Akibatnya, petugas yang dilapori juga bingung ke mana harus mencarinya karena barang itu raibnya sudah lama sekali. Makam-makam tua tempat mumi yang dicuri ada di tebing-tebing yang tinggi. Bagaimana mereka memanjatnya? Para pencuri itu memang nekat mempertaruhkan nyawa. Mereka menggunakan tali untuk memanjat. Tapi, setahu saya, selama ini tidak ada yang jatuh. Untuk mencuri 2-3 mayat, mereka melakukannya berkelompok dengan membawa mobil. Semua operasi itu mereka lakukan malam hari. Tapi orang-orang sekitar gua makam tidak berani ikut mencuri karena mereka takut kutukan. Mereka hanya memberi informasi ke pencuri untuk kemudian dibayar oleh pencurinya. Selain mumi, tau-tau seperti apa yang menjadi in-caran pencuri? Tau-tau yang usianya sudah tua, sekitar 100-200 tahun. Bagaimana mereka membedakannya dengan tau-tau yang usianya jauh lebih muda? Ada perbedaan fisik yang jelas. Patung-patung tua bikinan orang dulu tampak lebih hidup dan punya karisma. Patung itu dibuat bukan oleh orang sembarangan, melainkan oleh orang berilmu. Dan pencuri umumnya tepat sasaran. Inilah yang mengindikasikan adanya keterlibatan keluarga dalam proses pencurian. Banyak mumi dipalsu untuk mengelabui kolektor. Bagaimana mumi palsu itu dibuat? Dari boneka yang dibungkus dengan kulit ayam yang dibalik. Kadang-kadang di dalamnya diberi magnet untuk mengelabui orang. Akibatnya, jam tangan yang didekatkan ke mumi jadi mati, dan orang mengira mumi itu bertuah. Penipuan semacam ini banyak dilakukan di Mamasa, Kabupaten Polmas. Mumi palsu biasanya dijual dengan harga murah—sekitar Rp 2 juta. Di Makassar, saya pernah bertemu seorang Cina-Manado yang menawarkan mumi palsu. Katanya, mumi itu berkhasiat membuat menang judi, meramal kejadian, dan melindungi kita dari preman. Sepintas, benda itu mirip asli, tapi setelah diamati ternyata palsu. Berapa harga tau-tau asli? Bergantung pada pembelinya. Rata-rata Rp 3 juta sampai Rp 10 juta. Berapa kira-kira omzet penjualan barang-barang itu di Toraja? Tidak pasti. Pendapatan juga tidak selalu dari penjualan barang, tapi juga dari penjualan informasi tentang tau-tau atau barang tertentu. Saya pernah mendengar ada orang yang berhasil menjual mumi kepada kolektor di luar negeri seharga Rp 10 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo