Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cara Mistis Gurandil Tentukan Urat Emas di Gunung Halimun Salak

Para penambang emas ilegal atau gurandil di Taman Nasional Gunung Halimun Salak punya ritual khusus untuk menggali lubang.

16 Januari 2020 | 11.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolres Bogor AKBP M. Joni saat menutup lubang ilegal milik gurandil di TNGHS, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Rabu 15 Januari 2020. TEMPO/M.A MURTADHO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para penambang emas ilegal atau gurandil di Taman Nasional Gunung Halimun Salak punya ritual khusus untuk menggali lubang. Menurut Kepala Satreskrim Polres Bogor Ajun Komisaris Benny Cahyadi, dalam menggali lubang para gurandil masih menggunakan unsur mistis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menentukan lokasi galian, misalnya, mereka melemparkan minyak wangi jenis apel jin yang sudah diberi mantra oleh dukun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lokasi jatuhnya apel jin itulah yang dipercaya sebagai lokasi dengan kadar emas.

"Kalau misalkan bobol atau tidak ada urat emasnya, mereka bisa gila karena sudah habis modal banyak. Yang untung dukun," ucap Benny.

Menurut Kepala Polisi Resor Bogor Ajun Komisaris Besar, M. Joni, para gurandil itu juga punya lubang dengan nama dan cirinya masing-masing.

Dalam satu lubang, pemodal mempekerjakan gurandil pekerja dengan jumlah puluhan orang.

Warga yang dipekerjakan selain dikasih upah 100 ribu per hari, juga dilengkapi dengan beberapa alat seperti pahat dan juga genset. "Pelaku yang kita tangkap adalah pemodalnya," kata Joni memberikan keterangan pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin 13 Januari 2020.

Untuk kerusakan yang diakibatkan oleh ulah para Gurandil, Joni mengatakan pihaknya akan minta keterangan dari dinas terkait dan ahli di bidang lingkungan.

Selain aktivitas para gurandil, Joni menyebut beberapa kerusakan yang menyebabkan longsor adalah hilangnya pohon-pohon yang ditanam Perhutani. Sekarang penanaman pohon itu sudah tidak ada atau di lokasi longsor sudah tidak ada lagi aktivitas penanaman pohon kayu-kayu'an. "Sehingga tanah dalam keadaan kosong, terkikis dan mudah terjadi longsor di sana," kata Joni.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus