Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang-Sejumlah spanduk menempel di tembok beton sepanjang 40 meter yang membentang di Jalan Arya Wangsakara, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Senin 16 Agustus 2021, lokasi mural Tuhan Aku Lapar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian lagi tembok setinggi dua meter dengan warna dasar hitam pekat itu dbiarkan kosong melompong.
Tembok yang berada persis di pertigaan arah pasar Tigaraksa itulah, tempat mural Tuhan Aku Lapar yang viral akhir Juli lalu.
"Tapi sejak tulisan itu ramai udah gak ada lagi yang melukis di tempat ini," ujar Suhanda, 50 tahun, tukang ojek yang nongkrong persis di seberang tembok itu, di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biasanya, kata Suhanda, tembok itu selalu dipenuhi dengan berbagai lukisan dan coretan dari para pemural jalanan. "Kadang gambar kartun, kadang coretan-coretan dari cat Pylox, cuma saya gak paham artinya," ujarnya.
Suhanda mengaku tidak mengenal para pelukis tembok itu karena bukan warga sekitar. "Mereka anak-anak muda, datang rombongan, melukis setelah itu pergi lagi."
Selanjutnya: Aktivitas melukis tembok dengan aneka medium warna itu tidak mengganggu lingkungan...
Menurut Suhanda, aktivitas melukis tembok itu tidak menganggu lingkungan sekitar.
"Gak ngaruh sih, malah ada pemandangan, ketimbang isinya spanduk spanduk begitu," ujarnya sambil melirik spanduk yang menempel di tembok itu.
Deka Sike, salah satu pembuat mural Tuhan Aku Lapar mengakui sejak polisi mendatangi rumah mereka pasca mural itu viral, dia dan teman temanya tertekan dan takut membuat mural lagi. "Jadi pikir-pikir, kayak dibatasi," katanya.
Padahal, kata Deka, dia dan 20 orang temannya yang tergabung dalam Komunitas Halfway Connection (HFC) telah empat tahun melukis ditembok itu. "Dan selama ini tak pernah ada masalah," ujarnya.
Deka mengatakan objek yang mereka jadikan mural biasanya spontanitas dan tidak direncanakan. "Lebih kepada mengekspresikan seni saja," katanya.
Seperti mural Tuhan Aku Lapar, menurut Deka, kalimat itu mereka buat secara spontan berbekal dengan cat bekas warna hitam dan putih. "Yang bikin 15-20 orang selama 4 jam," katanya.
Kalimat Tuhan Aku Lapar dipilih karena mewakili kondisi mereka saat itu karena pandemi Covid-19. "Ini adalah keluhan dan doa kami pada Tahun sang pencipta," kata Deka.
Jadi, kata dia, kalimat itu sama sekali tidak menyinggung bahkan menyindir pihak manapun. "Ini ekspresi dalam bentuk seni saja."
Sebuah mural bertuliskan Tuhan Aku Lapar yang terpampang di Jalan Raya Arya Santika, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang viral di media sosial pada 24 Juli lalu. Kalimat dengan huruf kapital berwarna putih mengkilat berukuran jumbo itu sempat terpampang jelas dan diabadikan sejumlah pengguna jalan.
Setelah viral di medsos, aparat Satpol PP kecamatan Tigaraksa langsung menghapus tulisan itu. Keesokannya aparat kepolisian dari Polres Kota Tangerang mendatangi rumah dua pembuat mural itu.
JONIANSYAH HARDJONO
Baca juga : Mural Jokowi 404 Not Found di Kota Tangerang Dihapus: Polisi Buru Pemural