Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita tentang Si Ratu Lobi

Jago berdagang, lincah merakit lobi. Dekat dengan banyak petinggi politik, Artalyta tersungkur ke ruang tahanan karena dugaan kasus suap.

17 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
head0437

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OTTO Cornelis Kaligis uring-uringan. Di rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Senin pekan lalu, kuasa hukum Artalyta Suryani itu ngomel memprotes Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia jengkel karena kliennya disimpan di rumah tahanan itu. Tempat ini, Kaligis memprotes, cuma bisa menampung 500 orang. Tapi jumlah tahanan lebih dari 1.500. Karena serba sumpek, Artalyta mengalami stres berat. Dia tidak bisa tidur.

Ibu 46 tahun itu tersuruk di kamar sumpek itu karena diduga menyuap jaksa Urip Tri Gunawan Rp 6,1 miliar. Pak Jaksa yang mensupervisi tim pengusutan korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang diterima Sjamsul Nursalim lewat Badan Dagang Nasional Indonesia. Sjamsul adalah pengusaha yang bisnisnya menjulang di berbagai sektor. Dari perbankan, ban mobil, hingga kedai kopi. Lewat bendera Dipasena, pengusaha kelahiran Teluk Betung itu membuka tambak udang di Lampung.

Perkenalan Sjamsul dan Artalyta bermula di Teluk Betung, tapi mereka kian akrab ketika Sjamsul membuka tambak udang terbesar di Asia Tenggara itu. Bisnis keluarga Sjamsul dan Artalyta sama-sama tumbuh di Teluk Betung. Cuma, keluarga Artalyta melaju duluan. Saat keluarga Sjamsul masih merangkak, kisah seorang sumber yang dekat dengan Sjamsul, bisnis keluarga Artalyta sudah berbiak. Susilo, ayah Artalyta, sudah menjadi pengusaha terkenal. Seluruh bisnisnya bernaung dalam PT Aman Jaya. Karena sudah kaya duluan, keluarga ini lebih dulu kenal dengan petinggi politik di sana.

Walau datang dari keluarga kaya, Artalyta tidak sempat duduk di bangku kuliah. Setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas Palapa 3 di Tanjung Karang, dia dipersunting Akiong, kontraktor yang tersohor lewat CV Sonokeling. Akionglah yang menopang Sjamsul ketika tambak udang Dipasena dibuka. Saat itu, kata sumber tadi, lahan tambak belum bisa digarap lantaran Sjamsul belum punya duit. Akiong lalu menalangi dana pembukaan lahan. Sewa buruh juga ditalangi. ”Ya, semacam pre-finance-lah,” kata anggota keluarga Sjamsul.

Belakangan, ketika Sjamsul menyalip dan melejit sebagai pengusaha nasional, Akiong diangkat menjadi petinggi Gajah Tunggal. Saat bekerja di perusahaan itulah Akiong menggunakan nama barunya: Suryadharma. Pada 1998, Suryadharma meninggal di Singapura karena sakit lever. Sepeninggal sang suami, Artalyta membangkitkan bisnis keluarganya dari bawah. Usahanya beranak-pinak. Dari properti, hiburan malam, hingga bisnis pelesiran.

l l l

DAGANG melejit, lobi juga berbiak. Dunia gaul Artalyta kemudian melebar. Dia dikenal dekat dengan sejumlah petinggi politik di Lampung. Alzier Dianis Thabranie, orang kuat Golkar di Lampung, misalnya, juga dekat dengan perempuan ini. Jaringan lobi itu kemudian melebar jauh hingga ke Ibu Kota. Bahkan melambung tinggi hingga ke pucuk Republik.

Lihatlah hajatan pernikahan putranya di kawasan Pekan Raya Jakarta, April 2007, yang dihadiri oleh hampir semua petinggi negeri ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang bersama Ani Yudhoyono. Mereka sempat berfoto bersama pengantin dan keluarganya. ”Presiden sekitar sepuluh menit di situ,” kata sumber Tempo yang mengikuti pesta itu hingga pungkas.

Sejumlah menteri dan pejabat tinggi negara juga bertaburan. Agung Laksono, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, memberikan kata sambutan mewakili sahibul hajat. ”Pak Agung bicara sekitar lima menit,” kata sumber Tempo. Sayang, Agung tak bisa dimintai konfirmasi. Telepon selulernya dipegang ajudan. Menurut sang pembantu, ketua legislatif itu sedang berada di luar negeri.

Mantan petinggi negara yang juga terlihat di pesta itu antara lain mantan presiden Abdurrahman Wahid dan mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Di samping itu, hadir pula sejumlah pengusaha kakap.

Sejumlah petinggi negara juga terlihat dalam pesta pernikahan putri sulungnya, Imelda Dharma, di Surabaya, Juni 2007. Imelda menikah dengan Eiffel Tedja, putra Alexander Tedja, pengusaha terkenal di kota itu.

Selain sejumlah menteri, para pejabat lokal juga hadir di situ. Dari Jakarta terlihat mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso serta Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutanto dan istri. Sutanto sempat berpose bersama orang tua kedua mempelai. Ikut dalam foto bersama itu Murdaya Po dan istrinya, Hartati Murdaya, pengusaha yang juga dikenal dekat dengan petinggi politik. Foto itu beredar luas di kantor legislatif di Senayan, dua pekan lalu. Semuanya tampil ceria. Artalyta mengenakan baju putih dengan rambut jatuh ke bahu kanan.

Seperti bisnisnya, Artalyta menapaki lobi politik ini dari bawah. Dia merapat dengan petinggi politik di Jakarta lewat politikus lokal di Lampung. Akbar Tandjung, yang hadir dalam pernikahan di Kemayoran itu, mengaku diundang langsung sahibul hajat. ”Seingat saya, Artalyta membawa undangan bersama orang Golkar dari Lampung,” kata Akbar. Mantan Ketua Umum Golkar ini mengaku tidak terlalu kenal dengan Artalyta, tapi kenal baik dengan orang Beringin Lampung itu.

Gaya mendaki dari bawah itu, kata sumber Tempo, dipakai untuk mendekati semua petinggi partai. Cara ini cukup cespleng dalam menjalin lobi dengan para jaksa di Kejaksaan Agung. Jaksa Urip, misalnya, telah lima tahun dikenal Arta. Belakangan dia juga kenal dengan Kemas Yahya, atasan Urip, dan petinggi lain di kejaksaan. Lantaran dekat dengan sejumlah petinggi kejaksaan itu, Artalyta gampang merapat ke kejaksaan.

Lihatlah peristiwa 17 Januari 2008. Hari itu sedianya kejaksaan memeriksa Sjamsul Nursalim. Menurut jadwal, pemilik Gajah Tunggal itu diperiksa dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada pagi hari. Sekitar 50 wartawan riuh memenuhi pelataran Gedung Bundar, tempat pemeriksaan berlangsung. Di luar pagar, seratus mahasiswa berpekik menuntut Sjamsul diseret ke bui. Tapi, hingga petang, taipan yang menetap di Singapura itu tidak tampak batang hidungnya. Para pendemo yang lelah lalu balik kanan, pulang.

Tidak lama berselang, sebuah mobil Toyota Alphard merapat ke pintu utama Gedung Bundar. Artalyta turun bersama seorang pengawal. Dia masuk ke dalam, entah menjumpai siapa. Tapi sejumlah sumber menyebutkan Artalyta saat itu menemui seorang petinggi kejaksaan.

Jaksa Agung Hendarman Supandji bukan tidak tahu soal hilir-mudiknya Artalyta itu. Hendarman bahkan sudah mencium bahwa bawahannya sedang ”didekati”. Itu sebabnya dia memberikan peringatan kepada Kemas Yahya. ”Saya bilang sama Kemas, hati-hati.” Peringatan itu, kata Hendarman, dilakukan jauh hari sebelum penangkapan.

Walau diperingatkan, sejumlah jaksa tetap saja nekat. Beberapa bulan lalu, lima jaksa bahkan nekat berpelesir ke Pulau Lelangga Kecil di Lampung milik Arta. Salah satu jaksa yang diberitakan berwisata ke situ adalah Kemas Yahya.

Pulau itu memang permai. Air laut jernih dengan terumbu karang yang perawan. Luasnya tiga hektare, memiliki sebuah vila, bungalo, dan dermaga pribadi. Pulau itu dikawal ketat. Saat Tempo datang ke sana dua pekan lalu, sejumlah pengawal datang menghalau.

Kemas Yahya mengaku kenal dengan Artalyta. ”Kalau kenal, saya kenal,” katanya. Tapi dia mengaku lupa sejak kapan dia mengenalnya. Soal pelesir ke Lelangga, Kemas membantah keras. ”Saya tidak pernah ke situ.” Dia juga menegaskan bahwa hubungan dengan Artalyta tidak ada hubungannya dengan perkara BLBI Sjamsul Nursalim.

l l l

KISAH kesaktian lobi Artalyta itu sudah lama jadi buah bibir di keluarga besar Sjamsul Nursalim. Ada yang kagum, banyak pula yang mencibir. Mereka yang mencibir menuduh Artalyta sekadar ingin memanfaatkan Sjamsul.

Tapi seorang anggota keluarga Sjamsul yang dulu kerap meremehkan Artalyta mengakui kehebatan dia saat melihat kehadiran sejumlah petinggi dalam pesta di Kemayoran, April 2007 itu. ”Dia tidak terkenal, tapi mengenal dan dikenal banyak orang. Itu benar-benar hebat,” kata si sumber.

Walau mengakui kesaktian lobi Artalyta, sumber ini memastikan bahwa Sjamsul tidak pernah meminta Artalyta membereskan kasus BLBI. Tapi, sumber itu melanjutkan, ”Kalau Artalyta mau membantu, silakan saja.”

Setelah kasus suap meledak, keluarga Sjamsul membentuk tim internal guna menyelidiki kasus ini. Senin dua pekan lalu, sehari setelah Urip dan Artalyta dibekuk penyidik KPK, tim keluarga itu meluncur ke rumah Sjamsul di Hang Lekir, Jakarta Selatan.

Semua penghuni rumah diinterogasi. Pembantu, sopir, tukang kebun, dan satuan keamanan dikumpulkan. Mereka ditanyai sekitar kronologi peristiwa dan soal kegiatan Artalyta selama menghuni rumah itu. Dari penelusuran ke sana-kemari itu, sumber dari kalangan keluarga Sjamsul tersebut yakin bahwa Artalyta bergerak sendiri.

Uang yang diberikan kepada Urip, kata sumber itu, bukan berasal dari Sjamsul. ”Saya menduga uang itu juga pre-finance, yang nanti diklaim belakangan ke Pak Sjamsul.” Betulkah? Sulit memastikannya. Tapi tampaknya alibi inilah yang akan dipakai Sjamsul untuk memutus rantai hubungannya dengan Artalyta. ”Silakan saja cek apakah ada aliran dana dari Sjamsul ke Artalyta,” kata seorang kerabat Sjamsul.

Artalyta memilih jurus diam menghadapi semua tuduhan itu. Kepada wartawan yang mengerubunginya, Senin pekan lalu, dia cuma memberikan jawaban singkat, ”Kita harus landaskan kasus ini pada asas praduga tidak bersalah.” Selebihnya, dia meminta wartawan tidak mengaitkan kasus ini dengan siapa pun.

Tempo berusaha menemui Artalyta di rumah tahanan, Jumat pekan lalu. Tapi sipir yang berjaga menjawab bahwa ibu tiga anak itu tahanan khusus yang dijaga Brigadir Mobil (Brimob). Si sipir kemudian menghadap para penjaga khusus itu. Tak lama berselang, seorang berseragam Brimob, lengkap dengan pistol di pinggang, menjumpai Tempo. Dia menegaskan, ”Yang bisa menjenguk cuma keluarga dekatnya.”

Tempo juga mendatangi rumah milik Romy Dharma, putra Artalyta, di Jalan Pakubuwono, Jakarta Selatan. Rumah itu bergaya Spanyol. Bagian depannya dihias batu pualam dan lempengan logam. Penjaga keamanan rumah itu cuma menjawab pendek, ”Pak Romy sedang berada di luar rumah.”

Otto Cornelis Kaligis membenarkan bahwa Artalyta sudah mengenal Urip Tri Gunawan sejak lima tahun lalu. Tapi dia membantah keras uang yang diserahkan kepada Urip itu sebagai suap. Kaligis memastikan, ”Uang itu sebagai pinjaman untuk bisnis permata.”

Pinjaman itu, menurut dia, tidak berhubungan dengan perkara yang melilit Sjamsul Nursalim. Karena sifatnya pinjaman, Artalyta dan Urip membuat akta utang-piutang. Komisi Pemberantasan Korupsi hakulyakin uang itu memang suap. ”Kami punya bukti yang sangat kuat,” kata Antasari, ketua komisi itu.

Wenseslaus Manggut, Sunudyantoro, Anton Septian, Rika Panda, Nurochman (Lampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus