SETAHUN silam, seminggu setelah pelantikannya, M.A. Rachman pernah bertutur manis. Menurut kalangan dekatnya, saat itu kepada Presiden Megawati ia berjanji akan mundur dari jabatannya sebagai Jaksa Agung bila dirinya dirasakan membebani sang bos. Namun, setahun berlalu, janji itu ternyata cuma bualan. Saat diguncang kasus rumah mewah di Graha Cinere, Depok, yang tidak dilaporkannya ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, pria asal Madura ini masih ingin berkantor di Gedung Bundar.
Rachman pun merasa tindakannya itu tidak keliru. Buktinya, Kamis pekan lalu, para jaksa agung muda menyatakan kesetiaannya mendukung juragan mereka. Meski bukan jaminan, ikrar kesetiaan itu bisa membuatnya sejenak enak tidur setelah dua pekan ini pers terus mencecarnya. Dukungan dari keluarga pun tak kurang sip. "Kalaupun mundur, harus terhormat," kata Chairunnisa, putri sulungnya.
Seperti halnya sang ayah, Irun—panggilan sayangnya—memang tengah menjadi sorotan. Selain terkait dengan rumah mewah itu, kiprah dokter gigi ini pun menggambarkan kedekatan Rachman dengan Suryo Tan—nama yang dikabarkan sebagai makelar kasus di Kejaksaan Agung. Salah satu tempat prakteknya di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, berada dalam satu bangunan dengan kantor Suryo. Ayah Suryo sendiri, Husin Tanoto, adalah orang yang membeli rumah mewah itu. "Om Husin memang cukup dekat dengan keluarga kami," kata Irun.
Di sebuah kafe di Jakarta, Jumat pekan silam, kepada Sukma Loppies dan Tomi Aryanto dari Tempo News Room, alumni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta ini menjawab pertanyaan seputar kasus yang tengah membelit ayahnya itu. Petikannya:
--------------------------------------------------------------------------------
Bagaimana awal cerita tentang rumah di Cinere itu?
Begini. Ketika Cut Mutia Rahmi (anak ketiga M.A. Rachman) menikah tiga tahun lalu, Kito Irkhamni merupakan salah satu panitia pesta perkawinan. Tiga hari setelah pesta, dia datang menawarkan rumah. Murah, katanya. Tadinya saya tidak setuju. Tempat itu jauh tapi Bokap (ayah) berpikir karena aku juga praktek di Bona Indah, Lebak Bulus (tak jauh dari Cinere) tak ada salahnya memiliki rumah di sana.
Lagi pula Kito juga menjamin soal surat-surat kepemilikan atas namaku. Setelah itu kami tidak tahu prosesnya.
Kabarnya, belakangan ada yang tak beres?
Saat rumah itu hampir jadi, sekitar tahun 2000, ibuku mengomel. Pembangunan rumah itu tidak beres. Kusen pintunya miring, misalnya. Tapi peristiwa itu bukan yang pertama. Sebenarnya Bokap itu rugi berkali-kali gara-gara kelakuannya. Misalnya, saat mengurusi asuransi mobilku saat tabrakan, dia memang berhasil memprosesnya dengan cepat. Namun mobil itu tak kembali sampai sekarang. Suatu ketika saya pernah lihat mobil itu sudah dipakai orang Tionghoa. (Tapi kata Kito mobil itu tak ada asuransinya sejak awal. Ia menjualnya kepada Rachman secara kredit, tapi tak kunjung dilunasi, sehingga terpaksa dijual).
Sudah tahu begitu, kenapa Kito masih dipercaya?
Ayah itu terlalu baik. Dia punya prinsip, orang itu pasti bisa berubah. Jadi, dia tetap kasih kesempatan.
Sebab itu lalu Kito dimutasi?
Kami enggak mengerti soal itu. Kayaknya sudah melenceng, mulai sakit jiwa kali. Dia berani melawan orang-orang yang tinggi itu. Kami langsung konfirmasi semua. Jadi, dia bukan hanya membakar amarah Bokap, tapi banyak orang di kejaksaan.
Anda kenal dengan Najib Attamimi (kolega Rachman yang membantu kasus rumah ini)?
Tahu, tapi enggak kenal baik. Sama saja sih. Semua orang kan mau dekat dengan Ayah. Banyak banget yang seperti itu.
Benarkah dana pembelian rumah itu semua dari angpau pesta perkawinan Mimi?
Kalau akhir-akhir ini tidak semua. Membangunnya kan lama. Januari tahun ini saja baru selesai 80 persen.
Ada yang bilang cek-cek untuk membayar rumah di Cinere itu berasal dari beberapa pengusaha?
Angpau itu kan tidak semuanya berbentuk uang. Ada juga ceknya.
Benarkah di antaranya dari pengusaha bermasalah seperti Sinivasan dan Johannes Kotjo?
Wah, enggak tahu. (TEMPO kemudian menunjukkan beberapa salinan kuitansi pembayaran rumah Cinere.) Kok, bisa dapat sih beginian? Aku enggak mengerti deh soal pembayaran itu.
Bukankah mereka bisa saja menyuap lewat cek yang diberikan?
Enggak tahu. Kadang-kadang orang begitu, ceknya juga tidak atas nama mereka.
Omong-omong, bagaimana keadaan keluarga saat ini?
Agak kurang nyaman. Harus menghadapi wartawan. Malah ada kabar, katanya Ayah punya showroom mobil di Cipinang Cempedak. Ya ampun….
Apa saran keluarga untuk ayah Anda?
Saya bilang, kalaupun Ayah mundur, harus dengan terhormat. Bukan karena kasus ini. Sebetulnya, dia kan mengikuti aturan KPKPN sendiri. Harta anak yang sudah dewasa tidak perlu dilaporkan. Nah, ini bagaimana sih? Mengikuti aturan kok dimasalahkan.
Bapak sendiri pernah berniat mau mundur?
Tidak pernah. Dia memang tidak pernah mau cerita tentang pekerjaan. Kalau punya masalah, juga jarang mau ngomong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini