Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cukong Sawit yang Tak Mujur

First Mujur Plantation didirikan keluarga Adelin Lis. Apa hubungannya dengan Artha Graha?

22 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR PT First Mujur Plantation and Industry di lantai 27 gedung Artha Graha, kompleks niaga terpadu Sudirman, Jakarta, dijaga ketat petugas. Tak sembarang orang diizinkan berkunjung, tak terkecuali Tempo.

”Apa tujuan Anda ke sini? Mengapa Anda mengambil gambar kantor kami tanpa izin?” seorang anggota staf pengaman berseragam batik membentak. Padahal, sesaat sebelumnya, Tempo baru saja menemui staf hubungan masyarakat perusahaan itu.

Tak cukup hanya menginterogasi, petugas itu menyita kamera dan telepon seluler Tempo. Semua foto kantor First Mujur yang telah terekam dihapus paksa. ”Di sini ada peraturan, tak boleh foto-foto,” kata petugas yang lain. Ditahan setengah jam, Tempo lalu diizinkan pergi.

Tempo mungkin beruntung mengunjungi kantor First Mujur pada saat-saat awal—ketika belum banyak wartawan lain berkunjung, ketika perusahaan itu belum menjadi kepala berita di koran-koran. Sebab, jika informasi dari seseorang yang mengetahui kasus suap Bank Indonesia ke Dewan Perwakilan Rakyat itu benar, Mujur memang sedang tak mujur. Perusahaan ini diduga membeli 480 cek pelawat dari Bank Internasional Indonesia. Ratusan cek yang masing-masing bernilai Rp 50 juta ini kemudian disebar ke 40-an anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode lalu, pada Juni 2004.

Salah satu penerimanya, Agus Condro Prayitno, mantan anggota parlemen dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menduga pembagian cek itu adalah imbalan atas kemenangan Miranda Swaray Goeltom dalam uji kelayakan dan kepatutan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dua pekan sebelumnya.

l l l

FIRST Mujur adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Mereka memiliki lebih dari 12 ribu hektare lahan sawit di Desa Aek Kulim dan Desa Marlaung, Kecamatan Barumun Tengah, Langkat Batu, Sumatera Utara.

Dari akta pendirian perusahaan itu terungkap bahwa keluarga Arsyad Lis—saudara kandung buron terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis—adalah pemilik awal First Mujur. Perusahaan itu berdiri pada 24 September 1980 di Medan. Dengan modal awal Rp 50 juta yang disetor Arsyad Lis dan sejumlah rekan, perusahaan itu diplot bergerak di bidang perkebunan, pertanian, dan eksploitasi hutan. Seorang purnawirawan brigadir jenderal polisi, Benny Notosoebioso, juga tercatat sebagai pendiri dan penyetor modal awal.

Komposisi kepemilikan saham berubah tujuh tahun kemudian. Sejumlah nama baru masuk dalam jajaran direksi dan komisaris, antara lain Karim Tano Tjandra, Hermanto Tjandra, Sony Wicaksono, dan Supendi. Nama keluarga Arsyad Lis menghilang sama sekali.

Setahun setelah perubahan itu, First Mujur mengajukan izin ke Direktorat Jenderal Perkebunan di Departemen Pertanian serta Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk membuka perkebunan kelapa sawit 6.000 hektare di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sejak itulah bisnis inti First Mujur terfokus pada usaha perkebunan kelapa sawit.

Pada Januari 1994, masuk satu nama baru dalam jajaran pemegang saham: Lintong Mangasa Siahaan. Saat itu modal awal First Mujur sudah menggelembung menjadi Rp 27 miliar. Masuknya Lintong menyulut konflik kepemilikan di First Mujur hingga harus diselesaikan di pengadilan.

Lintong, mantan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara IV di Sumatera Utara, menuding Karim Tano Tjandra menyerobot First Mujur dari tangannya dan menggelapkan Rp 30,9 miliar dana perusahaan. Berdasarkan gugatan Lintong, hakim Pengadilan Negeri Medan memutuskan Karim yang bersalah dan menghukumnya tiga setengah tahun penjara. Karim bahkan langsung dijebloskan ke Penjara Tanjung Gusta, Medan, meski kasusnya sedang dalam proses banding.

Pada April 2001, Mahkamah Agung membebaskan Karim dari semua tuduhan. Sebulan kemudian, Karim keluar dari bui dan mengambil kembali kepemilikan First Mujur dari tangan Lintong.

l l l

TIDAK mudah mencari hubungan First Mujur dengan kelompok usaha Artha Graha. Dokumen kepemilikan perusahaan ini sama sekali tak menyinggung nama Artha Graha. Meski satu anggota staf perusahaan ini di Jakarta membenarkan keterlibatan Tomy Winata di First Mujur, salah satu pemegang saham Artha Graha itu menganggap berita itu rumor belaka. ”Jangan digosip-gosipin, deh,” katanya ketika dimintai konfirmasi oleh Tempo.

Hubungan antara Artha Graha dan First Mujur Plantation terungkap pertama kali dari sebuah berita yang dimuat The Jakarta Post pada Agustus 2005. Berita itu mengabarkan rencana Artha Graha menanamkan modal Rp 1 triliun untuk membangun perkebunan tebu di Jawa Barat. ”Modal itu akan ditanamkan Artha Graha melalui First Mujur Plantation,” kata Iwan Dermawan, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Barat, seperti dikutip koran itu.

Riset pustaka yang dilakukan Tempo menemukan setidaknya dua kali nama First Mujur Plantation disebut-sebut terkait dengan kasus pidana. Kasus pertama menyangkut skandal suap kakap di Mahkamah Agung. Pada saat beperkara pada 2001, Lintong Siahaan dan Karim Tano Tjandra—dua pemegang saham First Mujur—dituduh menyuap hakim agung Syafiuddin Kartasasmita.

Rasuah ini terungkap ketika Yopie Darmono, seorang ”makelar” kasus di Mahkamah yang juga dikenal sebagai kawan dekat hakim agung Kartasasmita, diperiksa polisi. Tanpa ba-bi-bu, Yopie mengaku menerima Rp 250 juta dari Karim dan Rp 975 juta dari Lintong. Uang itu, kata Yopie, diteruskan ke Syafiuddin. Belakangan, setoran fulus dari Lintong terpaksa dikembalikan karena hakim Syafiuddin Kartasasmita memenangkan Karim Tjandra dalam perkara itu.

Meski buktinya sudah terang-benderang, kasus dugaan suap ini tak terdengar lagi lanjutannya. Salah satu sebabnya: sang tersangka penerima suap, Syafiuddin Kartasasmita, pada Juli 2001 keburu tewas ditembak orang suruhan putra mantan presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra.

Persoalan lain yang menimpa First Mujur adalah dugaan penyerobotan 105 ribu hektare hutan lindung di Hutan Register 40, di kawasan Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Bersama sejumlah perkebunan lain, First Mujur dituduh menggunduli area hutan lindung itu dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit. Sejumlah organisasi nonpemerintah di bidang lingkungan getol mendorong pengusutan atas kasus ini. Kasus ini pun tak berlanjut ke meja hijau, meski Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas sempat meminta polisi turun tangan.

l l l

BERDIRI hampir tiga dekade silam, kantor utama First Mujur tak pernah dipindahkan dari Medan. Tatkala Tempo bertandang ke sana pada akhir pekan lalu, suasana gedung berlantai dua bercat cokelat yang jadi kantor perusahaan ini tampak lengang. Keberadaannya di lingkungan TNI Angkatan Udara memang membuat aksesnya tak seterbuka perkantoran perusahaan umum lain.

Ketika memasuki lobi kantor, barulah kesibukan mulai terasa. Sebuah poster soal bahaya kerusakan hutan menghias dinding ruang kecil yang hanya menyediakan tiga kursi tamu itu. Di sebelahnya ada kalender besar berlogo Artha Graha, berwarna merah. Setelah ditunggu dua jam, salah satu pemimpin First Mujur, Wagner Tobing, Kepala Bagian Personalia dan Umum, bersedia menemui Tempo.

Wagner membantah keterkaitan perusahaannya dengan Tomy Winata. ”Saya kira tidak,” katanya. Dia juga mengaku tidak tahu-menahu soal pembelian cek pelawat untuk anggota parlemen. ”Kami kaget mendengar informasi ini,” katanya lagi.

Wahyu Dhyatmika, Budi Setyarso, Vennie Melyani (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus