Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEPOK - Pemerintah Kota Depok bakal mengukur lebar dan panjang Kali Ciliwung yang mengalir di wilayahnya. Pengukuran ini untuk mengembalikan fungsi sungai yang berhulu di Bogor tersebut. "Kami akan memetakan luas Ciliwung yang ada di Depok," kata Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad, kemarin.
Idris mengatakan pemerintah Depok selanjutnya akan menerapkan aturan garis sempadan Sungai Ciliwung dengan benar. Sejak 2012, kata dia, daerah aliran Sungai Ciliwung rusak dan banyak pembangunan yang menabrak aturan garis sempadan sungai. Dengan adanya pengukuran, nantinya akan ada acuan untuk menerapkan garis sempadan. "Selama ini kami tidak punya data Ciliwung di Depok," ujarnya.
Dari pendataan ini, kata dia, pemerintah Depok juga melihat potensi ekowisata air yang bisa dikembangkan di Kali Ciliwung. Bila direkayasa dengan baik, menurut dia, Ciliwung bisa dijadikan obyek wisata arung jeram. Selain itu, Ciliwung bisa dijadikan lokasi konservasi tumbuhan. "Ada bambu khas yang hanya tumbuh di Ciliwung, yakni bambu tutul."
Kepala Seksi Penertiban Bangunan Depok, Elves Rebelo, mengatakan belum pernah ada pendataan lebar Kali Ciliwung yang mengalir di Depok. Padahal, menurut dia, keadaan sungai itu kini sudah jauh berbeda akibat disengaja ataupun tidak. "Kami sudah menemukan banyak pelanggaran bangunan di atasnya," ucapnya.
Kasatmata, terdapat banyak rumah hunian yang melanggar garis sempadan sungai, terutama di Kelurahan Pondok Cina dan Kemiri Muka, Kecamatan Beji. "Di wilayah itu dipastikan bangunan yang melanggar tidak berizin. Sudah ada yang dibongkar dan ada juga yang diberi stiker," Elves menambahkan.
Selain itu, pihaknya pernah dua kali menghentikan pembangunan perumahan kaveling di Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong, dan Kelurahan Palsigunung Selatan, Kecamatan Cimanggis. Penyebabnya, kedua perumahan itu melanggar garis sempadan yang ada di Kali Ciliwung. "Dua perumahan itu rencananya mau dibangun di bantaran Ciliwung. Tahun lalu kami hentikan," ujar Elves.
Pemerintah Depok mengalami kendala dalam menentukan garis sempadan Sungai Ciliwung. Soalnya, ada perbedaan persepsi antara data yang digunakan pemerintah Depok serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. "Kami menghitung GSS (garis sempadan sungai) dari titik yang ada aliran airnya. Sedangkan PU titik tertinggi. Jadi ada perbedaan cara menghitungnya," ucap Elves lagi.
Koordinator Komunitas Ciliwung Depok, Taufik D. Soleh, menuturkan, kerusakan daerah aliran Sungai Ciliwung terlihat di sejumlah kelurahan, seperti Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong. Di wilayah tersebut bantaran sungai sudah banyak yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman. "Sudah disoroti, tapi tetap jalan pembangunannya," ucapnya.
Ia melihat upaya pemerintah Depok belum maksimal dalam menegakkan aturan ini. Selain itu, terjadi tumpang-tindih aturan di dinas terkait. Ia mencontohkan, sering kali pihak yang melakukan alih fungsi lahan mendapatkan sertifikat dari BPN. "Padahal, kalau ingin membuat bangunan di sempadan sungai terkena aturan GSS, izin dari Dinas Tata Ruang," ujarnya.IMAM HAMDI
15 Meter dari Tepi Sungai
Kali Ciliwung termasuk sungai yang kedalamannya lebih dari tiga meter, sehingga garis sempadan sungai mencapai 15 meter dari tepi sungai. Pasal 46 Peraturan Wali Kota Depok Nomor 12 Tahun 2015 tentang persyaratan dan tata perizinan bangunan serta pemanfaatan bangunan menyebutkan bahwa sungai tidak bertanggul ditetapkan mempunyai kedalaman kurang dari tiga meter dan lebih dari tiga meter. Aturannya adalah sebagai berikut:
1. Kedalaman sungai < 3 meter: garis sempadan sungai 10 meter dihitung dari tepi sungai waktu ditetapkan.
2. Kedalaman sungai > 3 meter: garis sempadan sungai 15 meter dihitung dari tepi sungai waktu ditetapkan.
Kerusakan di daerah aliran sungai Ciliwung di Kota Depok terdapat di:
-Kecamatan Cimanggis
-Kecamatan Beji
-Kecamatan CilodongIMAM HAMDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo