Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dag-dig-dug di Kazimain dan Samara

27 Februari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak jauh dari Bagdad, di tepi kanan Sungai Tigris, terdapat kampung Kazimain—berarti dua Kazhim (akhiran -ain menandakan ganda). Kampung tersebut diambil dari nama imam Syiah ketujuh, Musa Kazhim, yang dimakamkan di wilayah itu bersama cucunya, imam kesembilan, Muhammad al-Jawwad. Pada 2005, saya mengunjungi makam dua Kazhim itu, tapi suasananya tak seramai saat ziarah pada 2016.

Mungkin karena dekat dengan Bagdad, makam itu termasuk daerah rawan serangan bom. Blok beton digunakan untuk mensterilkan kawasan sekitar itu, sehingga sepanjang sekitar dua kilometer menjadi area pedestrian. Di sekelilingnya banyak penjual barang suvenir dan keperluan ziarah, seperti turbah (tanah Karbala yang dikeraskan sebagai alas sujud penganut Islam Syiah), tasbih, dan gamis hitam. Ada tempat pemeriksaan saat orang masuk ke kompleks makam.

Keluar dari makam Kazimain, mengarah ke selatan Irak, saya singgah di Samara. Ini salah satu tempat penting bagi peziarah Syiah. Letaknya 124 kilometer dari Bagdad, berada di antara Kota Tikrit, kota kelahiran dan kantong pendukung Saddam Hussein. Tak mengherankan jika kawasan ini termasuk rawan kejahatan terorisme.

Para peziarah kembali berhadapan dengan sistem buka-tutup. Makam hanya buka pukul 10 pagi sampai sore atau magrib. Kadang peziarah dilarang masuk jika keamanan tidak memungkinkan.

Di Samara, terdapat makam Imam Ali an-Naqi (Imam Hadi) dan Imam Hasan al-Askari, keduanya adalah imam dalam ajaran Syiah 12 Imam (itsna asyariyah). Kalangan Syiah juga percaya itu tempat lahirnya Imam Mahdi dan menghilang saat berusia lima tahun di masjid kompleks makam tersebut. Masjid di makam itu dikenal sebagai Masjid Kubah Emas—karena kubahnya berwarna emas dan sering menjadi sasaran serangan bom.

Samara, yang kini berada di Provinsi Salahuddin, Iran—dibangun oleh Sam, putra Nabi Nuh—disebut Sam Rah, artinya jalan yang dilewati Sam. Ada juga yang menyebut itu Syam Rah, jalur menuju Negeri Syam. Samara menjadi ibu kota pemerintahan Islam pada zaman kekhalifahan Abbasiyah.

Pada 221 Hijriah, saat Khalifah Mu'tasham Abbasi, putra Harun Abbasi, berkuasa, ibu kota kekhalifahan dipindahkan dari Bagdad ke Samara hingga 276 Hijriah. Pemindahan ibu kota itu karena keberadaan pasukan militer Turki, penjaga keamanan kekuasaan khalifah, yang sangat banyak, dan Bagdad tak mampu menampungnya. Untuk menjaga agar masyarakat tak terganggu, Khalifah Mu'tasham memindahkan ibu kota pemerintahan ke Samara.

Pembangunan pun kemudian berlangsung di Samara. Pendirian berbagai istana, taman, pasar, masjid, dan bangunan lain berlangsung sampai kekuasaan Mu'tamad Abbasi, yang berkuasa pada 256-279 Hijriah. Namun kini bangunan-bangunan itu sudah tak ada yang tersisa. Hanya ada kompleks makam dengan kubah emas tersebut.

Tak jauh dari Samara, yang juga sering dikunjungi peziarah, terutama dari Iran, adalah Hilla. Ibu kota Provinsi Babylonia ini adalah kota tua Babylon yang menyimpan sejarah Kekaisaran Hammurabi, yang berkuasa 18 abad sebelum Masehi. Kawasan ini pernah juga dipimpin Raja Nebukanezar II, yang direbut oleh Kerajaan Persia dan Alexander Agung.

Di daerah itu terdapat kuburan keturunan Imam Hasan (kakak kandung Al-Hussain). Keluarga inilah yang merawat keluarga Imam Hussain, setelah peristiwa Karbala. Peziarah Syiah asal Iran percaya berziarah dan berdoa di makam keluarga Al-Hasan itu dapat memberi kesembuhan bagi yang berpenyakit.

Kawasan itu juga sering mendapat serangan bom. Terakhir, dua hari seusai peringatan arbain Imam Hussain, sebuah truk tangki yang membawa minyak dihantam bom. Seratus peziarah asal Iran tewas dan belasan lainnya luka-luka. Saat itu bus mereka sedang mengisi tangki bahan bakar di stasiun pompa bensin umum tempat truk tangki tersebut meledak.

Melewati pertigaan Hilla, dari Bagdad-Kazimain, bus mini yang kami naiki lebih dari 15 kali melewati pos pemeriksaan. Tak mengherankan jika terdapat antrean dan kemacetan panjang di dekat pos. Di beberapa tempat dilakukan pemeriksaan secara ketat oleh aparat berseragam dengan peralatan militer ala tentara gurun Amerika Serikat. Bahkan ada yang menggunakan anjing pelacak. Beberapa mobil pribadi saya lihat dicek dengan sangat teliti, diperiksa bagasi, jok, bahkan knalpotnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus