Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dahulu Dipakai Jokowi untuk Seleksi Menteri, Deputi Pencegahan KPK Anggap Menstabilo Calon Menteri Zalim

Deputi Pencegahan KPK menilai Prabowo Subianto tidak perlu melibatkan KPK dalam menseleksi calon menteri yang akan mengisi kabinetnya.

24 April 2024 | 06.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Deputi bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dan Juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati (kiri), memberikan keterangan kepada awak media pasca pemeriksaan Rafael Alun Trisambodo, oleh tim Direktorat PP Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK, di Jakarta, Rabu, 1 Maret 2023. Sebagai tindak lanjut pemeriksaan Rafael, KPK akan memeriksa sejumlah pegawai di Direktorat Jenderal Pajak yang diduga berada dalam satu komplotan. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Pahala Nainggolan menyatakan tidak setuju apabila ada screening awal terhadap calon menteri yang akan mengisi kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, seleksi rekam jejak dengan melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pernah dilakukan pada saat Presiden Joko Widodo memulai pemerintahannya pada 2024 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, Presiden Jokowi menyerahkan nama-nama calon menteri ke KPK dan PPATK untuk mengecek latar belakang dan rekam jejak mereka. Bahkan, Jokowi rela menunggu laporan dari KPK untuk mengumumkan nama-nama menterinya.   

"Ngapain gitu-gituan, zalim loh, orang distabilo (ditandai sebagai orang berpotensi korupsi)," kata Pahala di Gedung Merah Putih, Selasa, 23 April 2024. 

Pahala mengatakan, menandai orang sejak awal bakal melakukan tindak pidana korupsi atau mempunyai kasus korupsi merupakan kesalahan, karena dapat memicu kemarahan pihak yang tertuding. 

"Gua dulu ngikutin (era Jokowi) menstabilo orang, banyak yang ngamuk loh," katanya. 

Menurut Pahala, tindakan menstabilo alias menandai orang punya kasus korupsi bisa mengarah ke tindak pidana karena menuduh tanpa dasar. Untuk itu, kata Pahala, alih-alih menscreening sejak awal, lebih baik langsung lakukan penyelidikan jika memang terindikasi. 

"Kalau memang ada bukti ambil, jangan menduga-nduga, nasib orang loh ini," katanya.

Selain itu, lanjut Pahala, yang bisa dilakukan pemerintahan selanjutnya pun harus tegas kepada para menterinya untuk menyerahkan LHKPN. Hal itu pun sudah disampaikan KPK melalui rekomendasi kepada para capres yang berisi delapan poin. 

“Kalau dia instansinya, kementeriannya enggak mencapai 100 persen (kepatuhan) LHKPN-nya tegur menterinya. Kalau menterinya enggak (sampaikan) copot," katanya. 

Pahala mengatakan, hal itu sebagai pendapat pribadinya. Namun, ia meyakini pimpinan KPK yang baru pun akan menyetujui pendapatnya itu. 

"Gua yakin pimpinan yang baru nanti nggak tertarik juga," kata Pahala. 

Saat terpilih menjadi presiden pada 2014 lalu, Jokowi menyerahkan sejumlah nama calon menteri ke KPK dan PPATK untuk dicek rekam jejaknya. Total ada 43 nama untuk mengisi 33 pos menteri saat itu.

Jokowi kala itu sempat menunda pengumuman kabinet karena masih harus menunggu laporan dari KPK. "Kalau KPK mengumumkan hasilnya sekarang. Saya umumkan sekarang juga," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis malam, 23 Oktober 2014.

Bahkan saat itu Jokowi harus memasukkan nama baru ke KPK karena calon yang ia serahkan sebelumnya mendapat catatan. Sejumlah nama yang telah diserahkan kepada KPK mendapatkan catatan khusus. Karena itu, pemerintah menyerahkan nama-nama baru sebagai pengganti. "Sekarang kita tunggu dulu hasilnya KPK," katanya.

Jokowi mengatakan ia sangat berhati-hati dalam memilih para menteri. Karena itu, dia dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta bantuan KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengecek latar belakang dan rekam jejak mereka

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus