Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Dari Sisi Kiri Sungai Esil

BERTEMPAT di Ibu Kota Nur-Sultan, pemerintah Kazakstan menyelenggarakan The First Forum of Asian Countries’ Writers. Sastrawan dari berbagai negara Asia dijamu dan diberi forum untuk membicarakan masa depan sastra Asia. Di antara hadirin terdapat penyair sepuh Korea Selatan, Ko Un (nomine Hadiah Nobel Sastra 2016), dan penyair Mongolia, Mend-Ooyo Gombojav (nomine Hadiah Nobel Sastra 2006). Undangan ini menarik karena, kepada para sastrawan Asia, pemerintah Kazakstan sekaligus memperkenalkan Nur-Sultan, ibu kota baru yang semula hanya padang rumput kosong. Pada 1997, Kazakstan memindahkan ibu kotanya dari Almaty ke Astana. Pada 2019, nama Astana resmi diganti menjadi Nur-Sultan. Nama itu diambil dari nama Presiden Kazakstan Nursultan Nazarbayev, yang setelah menjabat 30 tahun mengundurkan diri. Ikuti laporan wartawan Tempo, Seno Joko Suyono, tentang Nur-Sultan yang penuh dengan bangunan berdesain kontemporer. Ikuti juga laporan mengenai Alzhir, bekas kamp konsentrasi dari masa Uni Soviet yang lokasinya di luar Kota Nur-Sultan.

21 September 2019 | 00.00 WIB

Pertunjukan Opera Birzhan-Sara di Astana Opera, Kazakstan. TEMPO/Seno Joko Suyono
Perbesar
Pertunjukan Opera Birzhan-Sara di Astana Opera, Kazakstan. TEMPO/Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAYA tidak punya kuda. Saya tidak punya pelana. Tapi saya bisa datang ke sini.” Berdiri di atas mimbar gedung megah Congress Centre, Nur-Sultan, ibu kota Kazakstan, 4 September lalu, sastrawan sepuh asal Korea Selatan, Ko Un, 86 tahun, berbicara tentang keberagaman sastra Asia. Ko Un, kandidat peraih Hadiah Nobel Sastra 2016, baru pertama kali datang ke Kazakstan. Dia memulai kalimat pidatonya dengan metafora yang berkaitan dengan kebudayaan para pengembara stepa Kazakstan di masa lalu. Saat Asia Tengah dikuasai anak-cucu Genghis Khan, Masyarakat etnis Kazakstan diketahui memiliki keterampilan berkuda yang tangguh. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Seno Joko Suyono

Seno Joko Suyono

Menulis artikel kebudayaan dan seni di majalah Tempo. Pernah kuliah di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Pada 2011 mendirikan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) dan menjadi kuratornya sampai sekarang. Pengarang novel Tak Ada Santo di Sirkus (2010) dan Kuil di Dasar Laut (2014) serta penulis buku Tubuh yang Rasis (2002) yang menelaah pemikiran Michel Foucault terhadap pembentukan diri kelas menengah Eropa.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus