Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah Makan Floridas
Jalan Pertamina,Kota Ternate
Di sini, kita bisa menemukan beberapa makanan khas Maluku Utara: popeda kuah, sayur garu (seperti oseng daun singkong, bunga pepaya, dan jantung pisang), juga ulak-ulak (mirip keredok dengan mentimun, kacang panjang, taoge, dan daun kemangi ditaburi bumbu kacang tanah campur kenari).
Bila memesan popeda kuah (Rp 50 ribu), kita akan menikmati popeda (bubur tepung sagu atau singkong yang bentuknya seperti lem dari pati), kasbi (singkong), dan pisang rebus, juga ikan kuah yang terasa betul berbumbu kenari, gurih, bersamaan dengan rasa pedas dan asam.
Untuk makanan lain, seperti ulak-ulak dan sayur garu, kita hanya perlu merogoh Rp 10 ribu untuk tiap jenis masakan. Sayur-sayur tersebut bisa dinikmati dengan kasbi atau pisang rebus. Bisa juga kita minta nasi.
Untuk makanan penutup yang juga khas Maluku Utara, kita bisa memesan air guraka, yang juga berharga Rp 10 ribu. Air guraka adalah wedang jahe yang diberi gula merah, kemudian ditaburi irisan-irisan tipis kenari.
Selain masakan tradisional, panorama yang mempesona adalah alasan kuat untuk berkunjung. Bila duduk di teras belakang, kita bisa menyaksikan kapal-kapal yang terlihat mungil melintasi selat, dengan Pulau Maitara dan Tidore di seberangnya. Mirip dengan pemandangan pada uang seribu rupiah yang juga bergambar Kapitan Pattimura.
Keindahan bertambah bila kita datang pada sore atau petang, saat cuaca cerah. Sambil menunggu makanan disajikan, kita bisa menikmati langit merah serta laut yang indah akibat pantulan langit yang merah di sekeliling matahari yang bersiap turun. Makan pun bisa berlama-lama di restoran yang buka sejak pukul 08.30 hingga 23.00 ini.
Kedai Mita
Jalan Yakob Mansur, Ternate
Menu paling populer di kedai milik Tatty Tuguis ini adalah gohu ikan, makanan yang dulu biasa dimakan nelayan saat melaut. Ikan tuna atau cakalang diiris kotak-kotak kecil, diberi irisan bawang merah, cabai, tomat, dan air lemon cui, kemudian disiram minyak panas. "Aslinya benar-benar mentah, tapi karena banyak yang tak suka daging mentah, kami siram minyak panas," kata Tatty.
Menurut perempuan 48 tahun ini, gohu berarti mengunyah sesuatu yang mentah. Pasangannya adalah kasbi dan roti sagu yang seperti roti tawar panggang tapi bantat. Makanan lain adalah popeda kuah dan sayuran yang diberi nama nasi kobong. Kobong adalah kebun. "Jadi sayur-sayuran, juga kasbi dan pisang," ujar Tatty. Misalnya ada sayur garu dan oseng kangkung.
Harga setiap makanan sekitar Rp 35 ribu. Jam bukanya juga panjang, sejak pukul 09.00 hingga 22.30. Hanya, harus bersiap tak kebagian gohu ikan bila hari telah memasuki sore.
Kafe Thabadiku (Villa Ma'rasai)
Jalan Kampus II Universitas Khairun, Gambesi
Di kafe dan vila ini, kita bisa mendapatkan makan siang yang lengkap: makanan tradisional yang lezat, tempat yang dikelilingi kebun cengkeh dan pala, serta pemandangan luas ke lembah.
Apalagi kalau kita menginap di sini. Bisa siang dan malam menikmati makanan yang disiapkan suami-istri pemilik vila, Hasrun Rasai dan Irawati. "Kami ingin mengenalkan sekaligus melestarikan makanan khas daerah sini," kata Hasrun. Mereka tidak menyediakan daftar menu. Sebab, tamu bisa menentukan makan apa besok dari menu yang diusulkan pasangan dari Galela, Halmahera, itu.
Selama lima hari menginap, kami mencicipi beberapa masakan Irawati yang kental dengan aroma rempah dan kenari, seperti ikan masak kering kayu, ikan kering rica bumbu kenari, dan ayam paniki. Hanya untuk sarapan Hasrun menyiapkan makanan ala Barat, yakni roti tawar panggang dengan berbagai selai. Tapi tetap ada sentuhan Maluku Utara: selai pala olahan dapur Hasrun sendiri.
Kalaupun tidak menginap di sana, kita bisa menikmati masakan tradisional Maluku Utara dengan memesan—minimal dua jam sebelumnya. "Kami butuh waktu untuk berbelanja kalau bahannya tidak ada," ujar Hasrun. Namun kita tidak bisa datang sendirian. "Minimal lima orang." Dan hanya pada waktu makan siang.
Untuk sekali bersantap, kita hanya perlu menyiapkan Rp 100 ribu. Dan bersiaplah memuaskan diri dengan paket makanan lengkap, dari jus, makanan utama, buah, sampai kopi atau teh. Tempat santapnya adalah Kafe Thabadiku, di pojok depan kompleks vila, yang memiliki pemandangan elok.
Tapak Dua
Ternate
Di kawasan Pantai Tapak Dua, Ternate, kita bisa mendapati warung-warung berjajar di pinggir jalan, menghadap pantai. Sedangkan di seberang jalan, tepat di pinggir pantai, kursi-kursi dijajarkan. Di sinilah anak-anak muda Ternate biasa nongkrong menghabiskan malam di akhir pekan.
Mereka ngobrol santai dengan teman atau pacar, sambil menyeruput air guraka—wedang jahe dengan taburan kenari. Keripik pisang mulut bebek, kacang goreng, atau ikan teri dan sambal cocolan menjadi teman. Harga di sini lebih mahal daripada di harga di Floridas. Secangkir air guraka dan kudapan rata-rata dihargai Rp 10 ribu.
Sama seperti di tempat makan lain yang berada di pantai, di sini kita juga bisa merasakan semilir atau dinginnya angin dari laut sambil menikmati pemandangan Pulau Halmahera di seberang. Saat nongkrong di sana bulan lalu, kami mendapat bonus pemandangan: pelangi yang terterobos sinar matahari menjulur dari awan gelap ke permukaan laut di depan.
Warung-warung di Pasar Gamalama
Ternate
Memasuki salah satu rumah makan di samping belakang Pasar Gamalama ini, mata dan lidah langsung tergoda. Berbagai makanan khas Maluku Utara hampir memenuhi meja panjang. Pemandangan yang sama ditemukan di rumah-rumah makan sebelahnya. Menunya pun sama, khas Maluku Utara. Ada popeda dengan beberapa jenis kuah, seperti asam pedas dan bening, beberapa sayur, baik masak maupun mentah (lalapan), juga ikan. Tentu juga ada kasbi dan pisang rebus.
Hanya dengan membayar Rp 30 ribu, kita bisa makan sepuasnya. Sedangkan untuk paket gohu ikan, harganya Rp 20 ribu. Meski ada beberapa kuah, tak ada yang menggunakan bumbu rempah asli Maluku, cengkeh atau pala. Hanya ulak-ulak yang menggunakan kenari.
Bila ingin mencicipi makanan di sini, pastikan datang sekitar jam makan siang, di atas pukul 09.00 hingga 15.00. "Di sini orang makan popeda saat makan siang," kata pegawai Rumah Makan Popeda Kie Raha, Yani Wahab.
Yang lebih menarik dari warung-warung yang separuh bangunannya berada di atas air yang jernih ini, kita bisa makan sambil memandangi cantiknya Pulau Halmahera. Sayangnya, bila memandangi air jernih di bawah warung, kita akan mendapati begitu banyak sampah plastik, bahkan popok bayi, bertebaran. Jadi sebaiknya tidak menunduk dan tetap memandang Halmahera di ujung sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo