Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Maraknya orang berjoget di media sosial bisa mendorong kesadaran masyarakat akan seni tari.
Untuk belajar tari tidak cukup lewat video, tapi lebih baik berguru langsung.
Penari muda di media sosial jangan hanya menampilkan tari modern, kreasikan juga tari tradisi.
DIDIK Hadiprayitno alias Didik Nini Thowok tak menyangka acara kompetisi Indonesia Menari, yang digelar sepanjang September-Oktober lalu, disambut sangat antusias oleh peserta. Sebagai salah satu juri di kompetisi yang digelar oleh Galeri Indonesia Kaya itu, Didik sempat kewalahan menyeleksi para pemenangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama koreografer Eko Supriyanto dan Ufa Sofura, sang maestro tari ini harus memilih 21 karya terbaik dari sekitar 9.000 video kreasi tari yang masuk. Kompetisi Indonesia Menari kali ini memang digelar virtual, para peserta yang mendaftar harus membuat video tarian yang gerakannya dicontohkan oleh ketiga juri tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Director Indonesia Kaya, Renitasari Adrian, dalam keterangan tertulis pada 11 Oktober lalu, menjelaskan bahwa kegiatan Indonesia Menari merupakan salah satu upaya memperkenalkan kembali gerakan tari Indonesia. “Sehingga dapat mendekatkan kembali masyarakat dengan budaya Indonesia dengan pengemasan yang lebih menarik, modern, dan kekinian.”
Peserta Indonesia Menari berasal dari berbagai daerah, seperti Aceh, Natuna, Baubau, Jailolo, sampai Nabire. Usia mereka juga beragam, dari 6 tahun sampai 56 tahun. Dari kompetisi ini, terpilih 21 pemenang dalam tiga kategori.
Didik menilai, para peserta, yang kebanyakan anak muda, punya sisi kreativitas tersendiri baik dari segi kreasi tari maupun kostum. “Mereka tinggal memperkuat passion menarinya,” kata pria berusia 66 tahun ini kepada Tempo, kemarin.
Koreografer yang juga juri Indonesia Menari Virtual 2021, Eko Supriyanto (kiri) dan Ufa Sofura. Dok Indonesia Kaya
Namun, menurut dia, banyak peserta kurang memiliki dasar seni tari tradisional Tanah Air. Hal ini terlihat dari cara mereka bergerak dan teknik menari. Anak-anak muda cenderung terpengaruh oleh gerakan tari kontemporer.
Hal itu sebetulnya sah-sah saja. Namun, bagi para peminat seni tari, Didik menyarankan agar mereka juga mempelajari tarian tradisional. “Karena dengan mempelajari tarian tradisional, kita bisa mengolah rasa dan penjiwaan. Kalau soal teknik dan keluwesan, itu bisa dipelajari melalui latihan.”
Pun Didik menyarankan agar para penari muda belajar langsung kepada guru tari, tidak hanya belajar melalui video di YouTube atau media sosial lain. Dengan demikian, seorang penari akan terlatih memperhatikan detail gerakan. “Karena ada yang mengawasi.” Hal ini terlihat dari sejumlah video peserta Indonesia Menari. Karena mempelajari lewat video, ada beberapa detail, seperti posisi tangan atau kaki, yang kurang pas.
Manfaat belajar langsung kepada guru tari pun akan membantu penari mengatur emosi, ekspresi, serta penjiwaan saat menari. Atas dasar itu pula, selama masa pandemi, Didik tak banyak menggelar pelatihan menari lewat media sosial. “Tetap lebih baik belajar langsung, karena guru bisa langsung mengawasi secara teliti.”
Ia pun melihat positif maraknya tren menari dan joget di TikTok, Instagram, ataupun YouTube. “Pada masa pandemi, kalau saya perhatikan, semakin banyak orang yang membuat konten menari di Internet. Ini hal yang bagus.” Sebab, ujar dia, di tengah kebosanan akibat pembatasan aktivitas, orang-orang tetap dapat mengekspresikan diri dan menggerakkan tubuhnya agar tetap aktif. “Walaupun sekadar joget-joget asal, yang penting mereka tetap bergerak.”
Koreografer yang juga juri Indonesia Menari Virtual 2021, Didik Nini Thowok. Dok Indonesia Kaya
Didik menganggap semakin lazimnya orang berjoget di depan kamera demi konten media sosial bisa mendorong kesadaran masyarakat akan seni tari. Dengan gemar berjoget, ia menambahkan, orang-orang akan sadar bahwa menari bukanlah kegiatan yang mudah dilakukan, tidak sekadar mengikuti irama musik. “Nah, dari sana bisa muncul dorongan pada sebagian orang untuk lebih serius mempelajari seni tari.”
Kebiasaan berjoget TikTok pun bermanfaat untuk membangun ritme tubuh. Artinya, kata Didik, semakin banyak orang yang terbiasa mengekspresikan diri melalui gerakan-gerakan dansa. Namun, di sisi lain, menurut Didik, tren berjoget di TikTok jangan hanya untuk tujuan viral atau mencari popularitas. Ia berharap semakin banyak anak muda yang mau mendalami seni tari.
“Ketika mereka sadar bahwa menari itu sulit, mereka akan merasa respek dan paham bahwa profesi penari itu bukanlah pekerjaan asal-asalan dan ecek-ecek. Perlu latihan dan disiplin agar jadi penari yang bagus.”
Didik mendukung para penari memanfaatkan media sosial untuk mempopulerkan kesenian ini. Namun, ia menekankan, jangan sampai para penari muda di media sosial hanya menampilkan kreasi seni tari modern. “Promosikan juga tarian dan musik tradisional sesuai dengan daerah masing-masing. Bagus juga kalau tari tradisional dikreasikan menjadi lebih modern. Harapannya, anak muda tidak melupakan akar budaya Nusantara.”
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo