Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengajak masyarakat mengumpulkan sampah elektronik (e-waste). Jika sampah elektronik dibuang sembarangan, zat kimia dan logam beratnya bisa mencemari lingkungan.
Baca: Anies: Pengelolaan Sampah Lewat ITF Bisa Ancam Lingkungan, tapi..
“Masyarakat harus mengetahui benda apa saja di rumah mereka yang termasuk sampah elektronik. Jangan sampai dibuang sembarangan karena kan termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),” kata Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rosa Ambarsari di Jakarta, Senin 20 Mei 2019.
Rosa mengatakan, belum semua masyarakat tahu dan paham bahwa sampah elektronik tidak hanya berdampak terhadap pencemaran lingkungan namun bisa berdampak terhadap kesehatan jika tidak diolah dengan benar, seperti pembakaran.
Selain mengedukasi masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta yang sudah memulai program pengolahan e-waste pada Maret 2017, kini telah menyediakan sarana untuk mengumpulkan sampah elektronik.
Sarana tersebut berupa pengumpulan melalui kotak sampah elektronik (drop box e-waste) yang tersebar di 30 titik di ibu kota. Pengumpulan e-waste dilakukan suku dinas lingkungan hidup dan layanan jemput.
“Drop box ada di 10 halte busway, Stasiun Kereta Api Juanda dan Cikini, balai kota, saat 'car free day' di Bundaran HI, sekolah dan kantor. Kalau ada kantor yang minta drop box, juga bisa kita kasih,” kata Rosa.
“Layanan jemput untuk yang ukuran besar seperti TV dan mesin cuci yang berat, itu bisa isi form di website lalu buat perjanjian dan akan kita jemput,” katanya.
Rosa mengatakan, sampah elektronik yang telah dikumpulkan akan disimpan sementara di gudang yang ada di DLH DKI Jakarta. Nantinya, e-waste tersebut akan dikelola oleh pihak ketiga yang sudah diberi ijin pengolahan sampah elektronik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH).
“Ini dilakukan untuk menghindari pengolahan e-waste illegal dengan alat dan bahan pengolahan seadanya yang justru membahayakan orang tersebut,” katanya.
Menurut data DLH DKI Jakarta, jumlah e-waste yang paling banyak diterima berasal dari pengumpulan Suku Dinas (sudin) Lingkungan Hidup. Pada 2017, sudin menyumbang sebanyak 12.722 sampah elektronik dan meningkat sebanyak 27.610 pada 2018.
Sedangkan menurut Rosa Ambarsari, jumlah sampah elektronik pada 2019 semakin meningkat karena gudang penyimpanan sudah melebihi kapasitas. Meski begitu, dirinya baru akan mengetahui angka pasti jumlah e-waste setelah dilakukan pengangkutan oleh pihak pengelola pada Juli mendatang.
Baca: Polres Bogor Tangkap Empat Tersangka Pencemaran Lingkungan
Berdasarkan data dari UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB), masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik pada 2016 dan terus meningkat 3 persen hingga 4 persen setiap tahun. Diperkirakan pada 2021, jumlah sampah elektronik mencapai 52 juta ton sehingga berisiko terhadap pencemaran lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini