Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RIDWAN Bae dan I Ketut Sudikerta tertahan di depan pintu masuk vila Setya Novanto di Mulia Resort, Nusa Dua, Bali, Selasa pekan lalu. Ketua Golkar Sulawesi Tenggara dan Ketua Golkar Bali itu hendak bersua dengan sang sahibulbait, Ketua Umum Golkar terpilih. Setya berkeliling menyalami tamu yang menyambanginya. Tak semua bisa masuk. Ada yang mesti antre menunggu di depan pintu vila. Dua orang dekat Setya, Nurul Arifin dan Roem Kono, menjadi pemandu tamu.
Yorrys Raweyai juga hadir, menemani Setya saat diwawancarai beberapa media. Di vila bertarif Rp 250 juta per malam itu, Setya menyusun kepengurusan inti Golkar. Roem Kono mengakui banyak yang datang mengajukan nama-nama. "Biasalah. Setelah menang, pasti banyak yang datang," kata Ketua Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong ini, Selasa pekan lalu.
Persaingan memperebutkan posisi pengurus Golkar bakal sengit. Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar memutuskan total pengurus partai yang bermarkas di Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, itu hanya 117 nama. Ini sudah termasuk 45 nama pengurus harian. Angka itu jauh lebih ramping ketimbang di era Aburizal Bakrie, yang mencapai 300 pengurus.
Pertempuran bahkan sudah dimulai saat penyusunan tim formatur. Pelaksana tugas Ketua Golkar DKI Jakarta, Fuad Hasan Mansyur, ngotot menjadi anggota formatur. Sikap ini ditentang pendukung Setya Novanto. Sebab, pelaksana tugas tak bisa menjadi anggota formatur. "Lagi pula, suara DKI Jakarta tak seberapa," ujar Yorrys.
Seorang anggota tim sukses Setya menuturkan, formatur hanya jalur formal untuk masuk ke kepengurusan pusat partai. Jalan sesungguhnya menjadi pengurus adalah lewat tiga pintu, yakni Setya Novanto sendiri, Aburizal Bakrie, dan Luhut Binsar Pandjaitan. Saling tikung memperebutkan posisi pengurus sudah dimulai bahkan sebelum Setya ditetapkan sebagai ketua umum secara resmi dalam rapat pleno Munaslub Golkar.
Loyalis Aburizal bergerak cepat menduduki posisi strategis partai. Selasa pagi, Nurdin Halid sempat menskors pemilihan anggota formatur. Hanya berselang empat jam, formasi pengurus inti telah terisi. Dua nama yang selama ini dikenal sebagai orang dekat Aburizal terpilih, yakni Nurdin Halid sebagai ketua harian dan Idrus Marham menjadi sekretaris jenderal.
Setya memilih politik akomodatif. Dia menyadari tujuh pendukung kompetitornya mesti ditampung. Nama yang hampir dipastikan masuk adalah Robert Joppy Kardinal, Roem Kono, dan Nurul Arifin. Tiga politikus inilah yang sehari-hari mendampingi Setya berkampanye. Robert Kardinal bahkan telah diplot mengisi posisi yang pernah diduduki Setya, bendahara partai.
Masuknya Nurdin tak mengejutkan. Perannya amat sentral selama pelaksanaan musyawarah. Selain menjadi ketua panitia pengarah, mantan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ini menjadi pemimpin sidang. Dia hampir tak tergantikan selama lima hari pelaksanaan suksesi kepemimpinan di tubuh partai berlambang beringin ini. Meskipun sempat terjadi baku pukul di ruang sidang, Nurdin berhasil menyelesaikan seluruh agenda Munaslub.
Peran Idrus Marham, satu-satunya Sekretaris Jenderal Golkar dari kalangan nonmiliter, tak kalah vital. Dia tulang punggung untuk melobi pemilik suara, terutama Ketua Golkar provinsi. Pada Ahad dinihari pekan lalu, Idrus dan Sudikerta mengumpulkan pendukung Setya di Kondotel Pecatu Graha. Idrus meminta Ketua Golkar provinsi memaksakan pemungutan suara secara terbuka.
Seorang Ketua Golkar provinsi yang hadir dalam pertemuan itu menuturkan, Idrus ingin Setya terpilih secara aklamasi. Tak hanya itu, para pemilik hak suara diingatkan ihwal uang yang sudah dikucurkan kubu Setya. Idrus hanya senyum-senyum saat dimintai konfirmasi tentang rapat ini. "Ah, sudahlah," ujar Idrus. Sedangkan Sudikerta memilih irit bicara: "Memangnya saya yang mengundang?"
Aburizal Bakrie mengatakan tidak ikut campur dalam kepemimpinan Setya. "Saudara Novanto, percayalah, tidak ada matahari kembar di Golkar," kata Aburizal saat penutupan Munaslub. Keputusan memasukkan nama Nurdin dan Idrus tak disepakati sponsor utama Setya, Luhut Pandjaitan.
Penunjukan Nurdin Halid dan Idrus Marham membuat Luhut mangkel. Salah seorang di lingkaran dekat Setya menuturkan, setelah penutupan Munaslub, Luhut Pandjaitan menelepon Setya. "Kenapa sudah diumumkan?" kata politikus ini menirukan ucapan Luhut. Setya mengakui adanya pembicaraan telepon dengan Luhut meskipun tak menjelaskan isinya. "Ya, memang ada komunikasi," ujarnya.
Seorang anggota tim sukses Setya menuturkan, Luhut sudah menyiapkan nama purnawirawan jenderal untuk mengisi posisi ketua harian dan sekretaris jenderal. Salah satu nama yang disiapkan Luhut adalah Letnan Jenderal Purnawirawan Sumardi, Komisaris PT Pembangunan Perumahan Tbk. Sumardi sebelumnya menjadi Chief Executive Officer Toba Bara Sejahtra, perusahaan milik Luhut.
Adapun Luhut menolak berkomentar tentang kabar bahwa dia merekomendasikan calon tertentu sebagai pengurus pusat Golkar. "Kamu saja, mau saya rekomendasikan?" katanya kepada Yohanes Paskalis dari Tempo, Kamis pekan lalu. Sehari sebelumnya, dia menyangkal ada intervensi kepada Setya dalam penyusunan pengurus. "Tak baiklah jika ada intervensi," ujarnya.
Setya mengakui sempat hendak mengambil unsur militer untuk posisi sekretaris. Dia ingin kembali merangkul salah satu unsur kekuatan Golkar, yakni ABRI (militer), selain birokrasi dan Golongan Karya. Dia membenarkan telah menerima proposal nama-nama dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan tersebut. "Namun waktunya mepet sehingga memilih yang berpengalaman," kata Setya.
Politikus lain yang masuk melalui jalur Luhut adalah Yorrys Raweyai. Mantan Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar ini merupakan operator lapangan pelaksanaan Munaslub. Gerilya Yorrys makin kencang saat pandangan umum daerah pada Minggu siang. Saat itu, tak ada satu pun DPD provinsi yang menyebutkan dukungan secara eksplisit kepada Setya Novanto.
Menyadari situasi bakal tak menguntungkan, Yorrys mengumpulkan 17 Ketua Golkar provinsi di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, pada Senin dinihari. Dalam pertemuan itu, Yorrys mempertanyakan komitmen kader daerah: apakah bakal tetap mendukung Setya. Jika tetap mendukung, mereka diminta menyuarakan dukungan terbuka saat pandangan umum. "Jangan main di dua kaki," ujar Yorrys.
Gerilya Yorrys terbukti moncer. Ketika pandangan umum dibuka kembali pada Senin pagi, sebanyak 17 DPD Golkar provinsi menyatakan secara terbuka dukungan kepada Setya.
Sepanjang Munaslub, Yorrys menjadi penghubung Luhut dengan Setya. Saat Ade Komarudin menyampaikan pidato pengunduran diri dari pencalonan, Yorrys merangsek ke depan panggung. Dia berbisik kepada Ade sembari menyerahkan telepon seluler miliknya. Berbicara kurang dari satu menit, Ade menyerahkan kembali telepon itu. Tak berselang lama, Yorrys menyerahkan telepon kepada Setya.
"Telepon dari Pak Luhut?" Tempo bertanya.
"Ah, tahu saja," kata Yorrys sembari tersenyum. Setya membenarkan ditelepon Luhut setelah pemilihan dipastikan tak berlangsung dua putaran. "Beliau mengucapkan selamat," ujarnya.
Besarnya peran Yorrys bukannya tak dilihat oleh para kader Golkar. Saat makan malam di daerah Pelabuhan Benoa setelah penutupan, belasan kader secara bergiliran menyalami dan mengajaknya ngobrol. "Jangan lupa ajak-ajak ya, Bang," kata seorang kader Golkar. "Lobi-lobi," ujar Andi Sinulingga, sekretaris komite pemilihan, yang hadir di tempat itu. Yorrys mengatakan tak ambil pusing soal jabatan.
Meskipun Yorrys tak ikut menyusun kepengurusan, Setya memberi sinyal penting untuk Yorrys. Tempo sempat menanyakan soal perombakan fraksi dan alat kelengkapan Dewan kepada Setya. "Tanya saja kepada beliau," kata Setya sembari menunjuk Yorrys, yang duduk di sebelahnya.
Wayan Agus Purnomo (Nusa Dua)
Cipika-cipiki Dua Seteru
Di tengah jeda sidang Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar pada Senin pekan lalu, Yorrys Raweyai "mengungsi" ke salah satu ruangan Bali Nusa Dua Convention Center. Dia menyalakan rokok sembari menikmati secangkir kopi. Saat berbincang dengan sejumlah koleganya, telepon Yorrys berdering. Di layar terpampang nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
Yorrys menunggu sejenak karena sang lawan bicara di seberang masih berbincang dengan orang lain. Yorrys menyimak ucapan Luhut dengan khidmat. "Kalau begitu, saya segera eksekusi," kata Yorrys. Dia hanya mengedipkan mata ketika Tempo menanyakan isi perbincangan keduanya.
Munaslub telah menetapkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar 2016-2019. Sejak awal, Luhut Pandjaitan aktif bergerilya menggalang dukungan untuk Setya. Kubu ini sejak awal ngotot pemilihan ketua umum dilakukan lewat voting terbuka. Sikap ini menyengat tujuh ketua umum lainnya. Mereka menolak model pemilihan ini.
Menyadari Setya dikepung rivalnya, Luhut memanggil dua calon ketua umum, Priyo Budi Santoso dan Indra Bambang Utoyo, ke Mulia Resort and Spa, tempatnya menginap. Sebelum menjumpai Indra dan Priyo, Luhut mengadakan rapat dengan Setya di Table 8 Mulia Resort and Spa. Kehadirannya di Bali karena sedang memantau Munaslub Golkar.
Indra menuturkan, Luhut menanyakan sikapnya menolak voting terbuka. "Janganlah kau buat gaduh segala macam, ikutan berulah," kata Indra menirukan Luhut. Luhut mengakui memanggil Indra Bambang Utoyo. Menurut Luhut, dia hanya menanyakan soal mekanisme pemilihan secara terbuka atau tertutup. "Tidak meminta dukungan," katanya.
Lawan Setya bukannya tak menggalang kekuatan. Sabtu dua pekan lalu, Syahrul Yasin Limpo bertemu dengan Ade Komarudin di Hotel Westin. Salah satu opsi yang dibahas adalah koalisi dengan mengalihkan suara Golkar se-Sulawesi Selatan untuk Ade. Namun keduanya gagal menemukan kesepakatan. Syahrul membenarkan pertemuan ini. "Ya, saya ketemu dengan semua calon," kata Gubernur Sulawesi Selatan ini.
Dikeroyok dari berbagai sisi, kubu Setya intens berkonsolidasi. Pada Ahad dinihari, para pendukungnya berkumpul di Kondotel Pecatu Graha. Mereka menyusun strategi agar pemilihan dilakukan secara terbuka. Keesokan harinya mereka kembali berkumpul di Hotel Grand Hyatt. Tujuannya agar saat pandangan umum, pemilik suara menyuarakan dukungan terbuka untuk Setya.
Seorang anggota tim sukses Setya menuturkan, konsolidasi ini tak gratis. Tim Setya menyiapkan duit Rp 3 miliar per DPD Golkar provinsi dan Rp 300 juta tingkat kabupaten/kota. Ketua Golkar Sulawesi Tenggara Ridwan Bae membenarkan adanya pertemuan ini. Sedangkan seorang anggota tim sukses Setya, Roem Kono, membantah ada bagi-bagi uang. "Itu fitnah."
Lobi dan guyuran duit terbukti moncer. Ade Komarudin sempat unggul pada tujuh suara pertama. Namun Setya melesat meninggalkan semua kompetitornya sejak suara ke-15. Secara keseluruhan, Setya memperoleh 277 suara, sedangkan Ade 173 suara. Secara persentase, keduanya berhak melaju ke putaran berikutnya.
Saat dipersilakan berbicara oleh pemimpin sidang Nurdin Halid, Ade menyampaikan pidato mengejutkan, mengundurkan diri dari pencalonan. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini beralasan usianya masih 50 tahun, sedangkan Setya sudah 60 tahun. "Masih ada kesempatan untuk saya," kata Ade.
Pernyataan ini disambut gegap-gempita oleh peserta Munaslub. Ade dan Setya kemudian bersalaman dan cipika-cipiki. Pagi itu, di Nusa Dua, mata Setya berkaca-kaca karena bahagia.
Wayan Agus Purnomo, Hussein Abri Yusuf, Ahmad Faiz (Nusa Dua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo