Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Doa Kanak-kanak dari Khan Younis

Hamas mendapat tempat terhormat dalam hati orang Palestina. Wartawan TEMPO merekam fenomena ini di sepanjang Jalur Gaza.

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

?Ya, Allah, jadikanlah kami
seperti pejuang-pejuang kami,
yang syahid di jalan-Mu.?

(Doa di Taman Kanak-kanak Al-Huda wa al-Nur, Gaza)

Gaza adalah kota yang kotor dengan jalan yang semrawut. Penganggur dan bangunan bersaing memadati jalan-jalannya yang kotor. Enam ribu tahun lalu, kota di tepi Laut Mediterania ini menjadi pelabuhan dan pusat perniagaan yang penting. Persimpangan Rute Horus, begitu sejarawan menyebutnya. Tapi itu dulu. Nasibnya dalam sejarah lalu membawanya menjadi tanah jajahan, dari Firaun sampai Israel hari ini. Sengketa bersenjata antara Palestina dan Israel memberinya julukan: ibu kota pengungsi.

Suatu pagi di hari Sabtu akhir April lalu, di antara bau roti dan daging dalam setangkup sawerma, beberapa perempuan setengah baya terlihat berkerumun di depan sebuah toko di Jalan Omar Moukhtar. Sekilas tampak mereka akan berbelanja. Tapi beberapa orang mengatakan hari itu toko Baqalah Nahbah, demikian tertulis namanya, kebagian membagi jatah milik Jam?iyyah Khairiyah (Kelompok Kebajikan), lembaga sosial milik Hamas. Mereka memberikan bantuan uang dan bahan makanan kepada penduduk Palestina.

Tak ada yang membedakan toko itu dengan toko di sebelahnya, di antara deretan panjang kedai yang menjual pangan di Kota Gaza. Dulu hanya Hamas yang mendirikan Jam?iyyah, ketika mereka mengadopsi model Ikhwanul Muslimin dari Mesir ke Gaza. Sekarang setiap masjid yang berada di Gaza memiliki kelompok serupa. Tugas mereka memberikan bantuan berupa makanan ataupun uang kepada orang yang membutuhkannya.

Seorang ibu keluar menenteng tas plastik berisi beras, kentang, dan daging ayam. Wajahnya ceria. Di sebuah belokan, setelah TEMPO membantunya mengangkat barang yang membuatnya kelelahan, wanita bernama Zahra, 70 tahun, itu bercerita. Berputra empat orang, suaminya sudah mati ditembak Israel. ?Bahan makanan ini saya dapat gratis,? katanya sembari melanjutkan cerita tentang Jam?iyyah.

Jam?iyyah, katanya, memang punya Hamas. Dan Zahra mengaku menjadi anggota Hamas sejak di sekolah dasar. Mereka selalu memberikan bantuan kepada orang Palestina yang membutuhkannya. Kadang kelompok itu memberikan sedekah uang ala kadarnya. ?Di sini banyak yang menganggur dan tak punya rumah,? ujarnya. Ia merasa hanya organisasi itulah yang membawa aspirasi Palestina. Karena itulah ia meminta semua anaknya menjadi anggota Hamas. Dulu hanya Hamas yang punya Jam?iyyah, tapi sekarang hampir semua masjid di Gaza memilikinya.

Jauh di selatan Gaza, di Kota Rafah, sebuah klinik sedang sibuk melayani pasien. Klinik di sebuah rumah bernomor 34 itu berada di deretan permukiman penduduk. Ukurannya sedang saja, tapi memiliki beberapa ruangan. Beberapa orang laki-laki tampak sedang menunggu di teras rumah menjaga klinik tersebut.

Di ruang tamu, empat orang pasien sedang menunggu giliran diperiksa dokter. Seorang di antaranya membawa anak berumur sekitar 6 tahun. Terlihat dua perawat laki-laki dan seorang dokter tengah sibuk melayani orang-orang sakit. Marwan Khateb, salah satu pasien di situ, mengaku kepada TEMPO bahwa klinik As-Syifa ini amat membantu penduduk untuk mendapatkan pengobatan gratis. Apalagi sebagian besar penduduk kota menganggur sehingga terlalu miskin untuk membeli obat. ?Banyak orang yang memeriksakan diri bila masih pagi,? ujar Marwan.

TEMPO menunggu kurang-lebih 45 menit sebelum menemui Ali Musa Muhammad, 37 tahun, dokter yang bertugas di klinik tersebut. Ali Musa adalah satu dari puluhan dokter yang menyempatkan waktu menjadi tenaga sukarelawan Hamas dalam bidang kesehatan. Dan dia tidak digaji. Masih ingat Abdul Aziz Rantissi, pemimpin Hamas yang terbunuh pada April silam? Rantissi juga seorang dokter anak. Rantissi juga tidak meminta gaji untuk jasanya?seperti para dokter anggota Hamas lainnya. Lalu dari mana mereka menyokong hidupnya?

Ali Musa mengaku penghasilannya lebih dari cukup sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Rafah. Sejak dua tahun lalu, ia memutuskan mengikuti program kesehatan yang disponsori Hamas itu. Menurut Ali, Hamas adalah organisasi yang membantu menyelamatkan orang yang lemah dan tak berpunya. ?Saya melakukan ini semua tanpa minta honor sepeser pun. Ini adalah kegiatan amal.? Sebagai anggota Hamas, dokter muda ini mengaku mengikuti semua garis perjuangan Hamas untuk melenyapkan jejak-jejak Yahudi dari Palestina, dan siap berperang dengan Israel kapan saja. Tuduhan sebagai penyebar teror ditangkisnya. ?Bukankah Israel juga melakukan pembunuhan terhadap warga sipil Palestina?? katanya?sebuah alasan klasik yang bisa dipetik dari bibir kebanyakan orang di sepanjang jalanan Gaza.

Pendukung Hamas memang tersebar di seantero Jalur Gaza. Mereka ada di pasar, klinik, masjid, dan rumah sakit. Militansi mereka membuat kagum dan menyedot ribuan orang. Anak-anak muda datang mengantarkan nasib, dan cukup bahagia untuk sekadar menjadi penjaga rumah pemimpinnya ataupun menenteng bom bunuh diri di punggungnya. ?Yang menentukan adalah atasan. Tapi saya siap dan ikhlas setiap saat,? ujar Jamal, 35 tahun, salah satu anggota Divisi Keamanan Hamas yang menjaga rumah Abdul Aziz Rantissi.

Ideologi tentang perjuangan Hamas dan ?apa-siapa? organisasi ini sudah ditanamkan jauh-jauh hari kepada anak-anak di Gaza ataupun wilayah Palestina lainnya. Itulah yang terlihat di Hadanah (Taman Kanak-kanak) Al-Huda wa al-Nur, yang menyempil di antara bangunan lain di Jalan Shalahuddin al-Ayyubi, Kota Khan Younis, tempat Rantissi menghabiskan sebagian hidupnya.

Bangunan bercat putih itu terdiri atas dua lantai, yang dipakai buat ruang kelas taman kanak-kanak untuk anak Palestina dan sebuah kantor kecil. Sedangkan bangunan di atasnya dipergunakan untuk madrasah ta?limiyah (sekolah agama) pada sore hari. Sebuah gambar tertempel di dinding ruangan berukuran kurang-lebih 60 meter persegi, gambar tank Israel berhadapan dengan para pejuang Palestina yang melontarkan batu.

Setelah menyanyikan lagu kebangsaan Palestina, Biladi Biladi, dengan bersemangat, kepala-kepala mungil itu menunduk seraya mengucapkan doa khusyuk yang bisa membikin kaget kuping orang asing: ?Ya, Allah, jadikanlah kami seperti pejuang-pejuang kami, yang syahid di jalan-Mu.?

Doa heroik itu dipimpin guru mereka, seorang perempuan berjilbab bernama Fatimah, 28 tahun. Fatimah masuk sebagai anggota Hamas dua tahun lalu. ?Saya ingin bergabung sejak dulu, tapi orang tua saya takut dikejar-kejar tentara Israel,? katanya. Setelah dia bersama suaminya pindah ke Gaza, keinginan itu terpenuhi. Di Kota Gaza, Hamas memiliki sekolah lumayan lengkap, dari hadanah hingga madrasah tsanawiyah?setingkat sekolah menengah. Menjadi anggota Hamas membuat Fatimah dapat mengajar di Al-Huda, salah satu sekolah milik organisasi itu.

Seperti Zahra si penjual roti dan Dokter Ali Musa, alasan Fatimah bergabung dengan Hamas senada. ?Saya masuk karena mereka menolong rakyat Palestina yang lemah,? katanya. Ia mengaku mengagumi Abdul Aziz Rantissi dan Syekh Ahmad Yassin, dua pentolan Hamas yang tewas dibunuh tentara Israel. ?Mereka memperjuangkan keyakinan yang suci,? ujarnya. Lalu Fatimah melanjutkan, ?Karena itu, saya juga siap mati syahid kapan saja saya dipanggil.?

I G.G. Maha Adi, Zuhaid el-Qudsy (Jalur Gaza, Palestina)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus