Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDUNG tiga lantai itu bercat merah, kontras dengan dominannya nuansa kuning di bagian dalam. Diresmikan pada Agustus lalu, gedung itu merupakan salah satu persiapan Jusuf Kalla menghadapi Pemilihan Umum 2009. Namanya Grha L9, kependekan dari Lembang 9 dan merupakan kantor baru institut dengan nama yang sama.
Lembang 9 sebenarnya merupakan alamat rumah milik Jusuf Kalla di daerah Menteng, Jakarta Pusat, yang kemudian diambil sebagai nama organisasi mereka. Di situlah Institut Lembang Sembilan meracik berbagai strategi untuk memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, tiga tahun silam. Sempat tak ada kegiatan setelah pasangan itu merengkuh kemenangan, kini institut itu mulai bergerak kembali. Peresmian gedung itulah penandanya.
Jusuf Kalla yang meresmikan Grha L9-yang berlokasi di Jalan Kebayoran Lama, Palmerah, Jakarta Selatan. Para mantan tim sukses Yudhoyono-Kalla dari sayap Wakil Presiden hadir ketika itu. "Kami siap terus mendampingi Bapak Jusuf Kalla dalam Pemilihan Umum 2009," kata Mohammad Taha, ketua institut itu, saat peresmian. Tak disebut nama Yudhoyono meski poster "Bersama Kita Bisa", yang mereka pakai tiga tahun lalu, dipampangkan besar-besar di beberapa sudut gedung itu.
Penanda pasangan ini akan bercerai? Belum tentu. Tapi tanda-tanda ke arah itu selama tiga tahun pemerintahan Yudhoyono-Kalla memang tak lagi samar. Akhir-akhir ini Jusuf Kalla bahkan semakin rajin bertandang ke daerah dan bertemu dengan anggota Partai Golkar. Di beberapa daerah, para politikus Beringin dengan terang-terangan mencalonkan pria Bugis itu sebagai presiden. Untuk menepis tudingan sedang melakukan manuver politik, Kalla memang mengajak Hadi Utomo, Ketua Umum Partai Demokrat dan adik ipar Yudhoyono.
Di luar soal itu, media massa beberapa kali memberitakan tak lagi harmonisnya hubungan Yudhoyono-Kalla. Yang paling panas, perselisihan mereka dalam soal pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi, November tahun lalu. Ketika itu Kalla sampai memprotes dan berbeda pendapat secara terbuka dengan Presiden. Ia merasa kewenangannya dipangkas dengan pembentukan unit kerja itu.
Persaingan juga beberapa kali terjadi pada hal-hal kecil. Misalnya, kedua pemimpin berebut menerima Zinedine Zidane, bintang sepak bola asal Prancis. Juga saling salip tatkala mereka hendak memberikan dukungan kepada tim sepak bola nasional Indonesia dalam turnamen Piala Asia, Juli lalu.
Tapi temuan hasil survei mengabaikan perselisihan itu. Di mata publik, Yudhoyono dan Kalla tetap dianggap sebagai pasangan yang solid. Lebih dari separuh responden berpendapat bahwa keduanya tidak bersaing. Hanya sepertiga responden yang berpendapat sebaliknya, dan sisanya menjawab tidak tahu. Persepsi itu merata di seluruh Indonesia, kecuali Bali dan Sulawesi Tengah. Untuk Bali, hasil ini segaris dengan popularitas Yudhoyono di wilayah itu yang memang rendah. Pulau Dewata masih tetap "dikuasai" Megawati Soekarnoputri, jauh melampaui popularitas politisi lainnya.
Bisa jadi, publik percaya pada pernyataan keduanya. Di berbagai kesempatan, Yudhoyono menyatakan hubungannya dengan Kalla tetap baik. "Tidak ada kegiatan Wakil Presiden yang tidak saya ketahui dan tidak dilaporkan kepada saya," kata Presiden suatu ketika.
Meski begitu, bukan berarti seluruh responden ingin keduanya tetap berduet dalam Pemilihan Umum 2009. Hanya separuh responden yang ingin mereka tetap bersama. Yang separuh lagi ingin Yudhoyono mendendangkan tembang Krisdayanti: "I'm Sorry, Goodbye...."
Kompak Walau Berselisih (%)Mayoritas responden menganggap Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla sebagai pasangan yang kompak meski keduanya beberapa kali berselisih. Perkecualian terjadi pada responden yang berdomisili di DKI, Bali, dan Sulawesi Tengah.
Sering berselisih. Hasil survei tetap menganggap Yudhoyono dan Kalla pasangan yang solid.
SBY-JK Merupakan pasangan yang kompak:54,2%SBY-JK saling bersaing: 31,4%
Saling Salip di Tikungan
Oktober 2004Kedua pemimpin berebut pos penting di kementerian ekonomi, yang kemudian memunculkan isu adanya blok menteri Yudhoyono dan blok menteri Kalla.
Desember 2004 Kalla menerbitkan Surat Keputusan Wakil Presiden/Ketua Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Nasional tentang susunan tim penanganan bencana. Ia dianggap memotong wewenang Presiden, karena dalam aturan kenegaraan wakil presiden tak bisa menerbitkan surat keputusan.
September 2005Presiden memimpin rapat kabinet dari Amerika Serikat melalui konferensi jarak jauh, yang memunculkan penilaian bahwa ia tak percaya pada Wakil Presiden.
Desember 2005 Kalla menolak penggantian Aburizal Bakrie, tokoh Partai Golkar, dari pos Menteri Koordinator Perekonomian.
Oktober 2006Yudhoyono sangat yakin menerima Nobel Perdamaian, Kalla pun menginginkan penghargaan yang sama untuk perannya yang besar dalam proses perdamaian di Aceh.
November 2006Yudhoyono dan Kalla berselisih terbuka dalam soal pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R), yang dianggap memangkas peran Wakil Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo