Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) terkait dugaan pungutan liar (Pungli) di Rutan Kelas IIB Kupang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tahap berikutnya pemeriksaan, tanpa ada Pulbaket kami tidak akan bisa lakukan pemeriksaan," ujar Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Nusa Tenggara Timur (NTT), Marciana Dominika lewat sambungan telepon kepada Tempo, Jumat, 14 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Kanwil Kemenkumham NTT telah empat hari melakukan pendalaman atas dugaan pungutan liar modus perlambatan Surat Keputusan (SK) perpanjangan tahanan di Rutan Kelas IIB Kupang. Modus ini menarik tarif Rp 2 juta sampai Rp 40 juta agar tahanan bisa bebas demi hukum.
Tim ini terdiri dari perwakilan Kemenkumham NTT dan pihak Rutan Kupang. Marciana mengaku, sudah membentuk tim pemeriksaan dan mereka akan bekerja setelah libur Idul Adha. "Kalau enggak Rabu, ya, Kamis," ujar dia.
Tim baru menyelesaikan pengumpulan berbagai bahan dan keterangan pada Jumat, 14 Juni 2024. Tim ini bekerja sejak 10 Juni lalu. Mereka telah mengumpulkan bahan seperti bukti kwitansi dan menggali keterangan warga binaan yang berada di dalam rutan dan yang telah bebas.
Menurut Marciana, hasil Pulbaket penting agar saat proses pemeriksaan, pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran tidak bisa mengelak. "Kalau sekadar pengakuan kan, kita juga susah menyatakan," ujar dia.
Tindakan yang diambil Kakanwil Kemenkumham NTT ini berawal dari laporan Ombudsman NTT pada Jumat, 7 Juni 2024. Laporan Ombudsman tersebut diambil berdasarkan testimoni mantan warga binaan Rutan Kelas IIB Kupang.
Salah satu dari mereka angkat bicara, karena mengaku sudah memberikan uang sebesar Rp40 juta, tetapi SK perpanjangan penahanan kepadanya tetap dikeluarkan.
Uang setoran Rp 40 juta yang terlanjur diberikan pun hanya kembali separuh. Padahal, semula uang tersebut diberikan dengan janji bebas demi hukum.
Laporan Ombudsman mangatakan, modus memperlambat SK perpanjangan penahanan sudah berlangsung lama. Modus ini bekerja agar pihak pelayanan Rutan tidak menerima SK perpanjangan penahanan sampai batas waktu penahanan berakhir. Akhirnya, tahanan harus bebas demi hukum, karena tidak ada lembaga yang berwenang menahan.