Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI layar elektronik 3 x 4 meter yang menempel di dinding ruangan, terlihat tampilan peta Indonesia, lengkap dengan foto-foto. Di kiri dan kanan layar tampak kamera video bergerak-gerak.
Di depan layar itu, berjajar 12 kursi dengan tiga meja dengan formasi tapal kuda. Ada layar kecil dengan alat pengeras suara di tiap meja. Sedangkan di meja yang langsung menghadap layar raksasa dilengkapi telepon khusus satelit yang antisadap, plus kursi khusus.
Di ruangan itulah Yan Adikusuma dan kawan-kawan bekerja. Yan merupakan satu dari sepuluh anggota staf yang direkrut Unit Kerja Presiden dari Lembaga Sandi Negara yang mengoperasikan jalannya War Room atau ruang kendali di Istana. Mereka harus mengatur segala informasi di ruang kendali dan menjaga agar sistem informasi untuk presiden tak bocor. "Mereka semuanya itu adalah tim sandi," kata Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
Dibangun pada 2009 atau awal periode kedua pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ruang kendali ini berada di gedung Bina Graha, kompleks Istana Presiden. Semua data yang tersaji dalam ruang kendali itu diolah di Unit Kerja Presiden. Hasilnya diberikan ke Presiden secara berkala. Menurut Kuntoro, di tempat tersebut Presiden memantau semua kemajuan pembangunan. "Biasanya data olahan tersebut digunakan Presiden sebagai dasar pengambilan keputusan," ujar Kuntoro.
Presiden bisa kapan pun berada di pusat ruang kendali itu. Dari kursi dan meja khusus itulah presiden, dengan sekali sentil tombol, bisa blusukan secara elektronik ke seluruh pelosok Tanah Air, dan dilengkapi data. Dengan dukungan sistem informasi visualisasi geospasial, lengkap dengan peta berbasis Google Map, mata satelit akan mengirim gambar di layar tentang kondisi proyek, pantauan wilayah bencana, atau kronologi bentrokan sosial.
Sambil melihat kejadian, presiden bisa menelepon bahkan melakukan konferensi video dengan pejabat terkait. Sistem komunikasi e-blusukan ini sudah diinstal gratis, terhubung ke semua instansi pemerintah hingga tingkat kecamatan.
Sayangnya, peralatan canggih ini hanya beberapa kali dipakai Presiden Yudhoyono, yaitu pada awal 2010 dan terakhir pada 2013. Ini, kata Kuntoro, karena semua informasi dari Unit Kerja Presiden sudah dilaporkan secara utuh ke Yudhoyono. "Mungkin karena laporan kami sesuai dengan harapan, jadi Presiden tak lagi memakai ruangan ini, " kata Kuntoro.
Presiden terpilih Joko Widodo terkesan oleh ruang kendali ini. Ia mengatakan akan banyak memanfaatkan ruangan itu untuk sarana blusukan. Apalagi sejauh ini Jokowi mengaku ingin mengembangkan e-blues atau blusukan elektronik, model blusukan dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau kondisi masyarakat. "Bagaimanapun saya tak bisa membelah diri jadi beribu-ribu untuk sampai ke wilayah terpencil," kata Jokowi.
Saat memimpin Jakarta, Jokowi mengaku memantau wilayahnya secara real time. Di kantornya, terpasang layar lebar yang memetakan tingkat kemacetan dan peta ketinggian debit air di pintu-pintu air Jakarta. Sekali menekan tombol remote, ia bisa mengetahui daerah-daerah yang dilanda bencana. "Saya membayangkan, nanti tinggal pencet di tablet, kita tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Jokowi.
Ruang kendali itu akan disinergikan dengan e-blues menggunakan model konferensi video dan memberdayakan media sosial, seperti Twitter, Facebook, juga Path. Jumat dua pekan lalu, sistem itu diuji Jokowi. Dia melakukan konferensi video dengan petani dan warga di Riau serta nelayan di Banten, Pantura, dan Makassar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo