Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPULUH hari menjelang pelantikan, Joko Widodo memanggil Andi Widjajanto ke rumah dinas Gubernur DKI di kawasan Taman Suropati, Jakarta Pusat. Kepada Andi, Kamis malam itu, Jokowi sama sekali tak membahas soal struktur atau postur kabinet yang selama sepekan terakhir mendesak dibicarakan.
Menurut Andi, yang dibahas malam itu adalah permintaan khusus Jokowi sejak September lalu. Wali Kota Solo 2005-2012 tersebut meminta Kantor Transisi mengkaji pembentukan kantor kepresidenan versi pemerintah baru. Jokowi menginginkan kantornya di Istana nanti bisa bergerak cepat dan luwes untuk membantu kerjanya sehari-hari dalam mengimplementasikan kebijakan juga mengawasi kinerja kementerian. Semacam West Wing di Gedung Putih, Amerika Serikat.
Kepada Tempo, Jokowi menceritakan mimpinya soal hal ini. Kantornya di Bina Graha nanti harus seperti mesin yang bergerak cepat. Tidak gemuk dengan pegawai, liat, dan rikat dalam bekerja. "Saya pingin kantor kepresidenan itu nanti bisa berlari dengan saya sehari-hari. Dia tahu saya harus ke mana, memutuskan apa, mengomentari apa. Kalau menteri kan jauh," kata Jokowi, Jumat dua pekan lalu.
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, lembaga kepresidenan terdiri atas Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4D), serta staf dan utusan khusus.
Struktur itu terlalu gembrot untuk Jokowi. Apalagi ternyata banyak staf khusus presiden yang posisi dan penugasannya duplikasi dengan staf khusus wakil presiden. Staf khusus presiden, yang selama ini dalam koordinasi Sekretaris Kabinet, jumlahnya pun kelewat banyak.
Salah seorang pejabat di kantor Sekretariat Negara menyebutkan total semua awak lembaga kepresidenan pada era Yudhoyono mencapai 2.700 orang lebih dari semua golongan. Mereka tersebar, antara lain, sekitar 1.700 orang di Sekretariat Negara, 500 orang di Sekretariat Kabinet, dan 500 orang di Sekretariat Wakil Presiden. Sisanya, sekitar 60, di UKP4.
Postur gemuk ini juga diakui Jusuf Kalla. Wakil presiden pendamping Yudhoyono pada 2004-2009 ini mengaku kaget terhadap angka pegawai yang membengkak. Di era dia menjadi wakil presiden, anggota staf di Istana Wakil Presiden yang 300 orang itu pun sudah dirasa terlalu banyak. "Apalagi sekarang 500 orang. Saya bingung, kok bisa segede itu?" ujar Kalla.
Salah satu "penyumbang" yang membengkakkan adalah staf khusus presiden di bawah Sekretariat Kabinet. Pada era Soeharto, Sekretariat Kabinet berada satu atap dengan Sekretariat Wakil Presiden di Sekretariat Negara. Namun, di era Yudhoyono, posisi Sekretariat Kabinet berdiri sendiri.
Menurut salah satu pejabat eselon I di kantor Sekretariat Negara, yang membuat gemuk adalah politik akomodatif Presiden Yudhoyono. Presiden berupaya menampung orang-orangnya. "Bukan pada tugas dan fungsi staf khusus itu," kata pejabat di Istana ini.
Setidaknya ada 12 staf khusus presiden di era Yudhoyono. Tiap satu staf khusus memiliki maksimal dua asisten staf khusus. Tiap asisten staf khusus ini memiliki dua asisten lagi. "Jadi asisten diasistensi lagi." Menurut pejabat ini, setiap staf khusus digaji setara dengan eselon I.
Karena itu, Jokowi meminta Kantor Transisi membuatkan struktur perampingan. Setelah berulang kali dikaji, akhirnya ia setuju dengan format baru, yakni lembaga kepresidenan hanya akan ada dua pilar: Sekretariat Negara dan kantor kepresidenan. Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Wakil Presiden akan bergabung dalam Sekretariat Negara. UKP4, UP4D, dan para staf khusus melebur ke kantor kepresidenan.
Menurut Andi Widjajanto, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet nanti berfokus mengurusi administrasi dan birokrasi kenegaraan. "Sesneg mengurusi semua soal fungsi presiden sebagai kepala negara, sedangkan Seskab soal presiden sebagai kepala pemerintahan," ucapnya. Kantor kepresidenan, kata Deputi Kantor Transisi Bidang Kelembagaan ini, bertugas sebagai perangkat strategis kebijakan presiden yang bersifat langsung.
Nantinya kantor kepresidenan dipimpin seorang kepala kantor kepresidenan dan setingkat dengan Sekretaris Negara. Dia akan dibantu lima deputi, yaitu strategi, politik, delivery, komunikasi, dan intelijen. Mereka pejabat setingkat eselon I dan bisa direkrut dari orang-orang profesional.
Deputi intelijen berfungsi memberi analisis perkembangan terbaru masalah politik, hukum, dan keamanan. Analisis ini dijadikan landasan dalam pembuatan kebijakan Jokowi-Kalla. Deputi politik bertugas memastikan koherensi dan partisipasi komponen politik dalam melaksanakan kebijakan. Ini diadakan karena Jokowi sadar betul semua program pemerintahannya tak lepas dari dinamika politik di parlemen. "Bukan hanya urusan parlemen, partai politik dan keterlibatan relawan juga akan menjadi tanggung jawab deputi politik," ujar Andi.
Adapun deputi delivery bertugas memastikan program unggulan. Program dalam tiap kementerian itu dieksekusi sesuai dengan tenggat. Dia harus memeriksa kemajuan program unggulan secara rutin, kemudian melaporkan langsung ke Jokowi-Kalla. Misalnya, kata Andi, memantau program pembangunan yang mangkrak, kemudian dilaporkan secara langsung kepada presiden.
Menurut Andi, gagasan membentuk deputi delivery muncul setelah tim dari Kantor Transisi beberapa kali bertemu dengan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto. Selain meminta masukan terkait dengan kebijakan dan implementasi program, dibahas soal bagaimana komunikasi di pemerintahan itu terjadi. Dari situ, terlihat bagaimana UKP4 di pemerintahan Yudhoyono berdiri sendiri sebagai sebuah unit.
Gagasan yang muncul kemudian adalah melebur UKP4 menjadi divisi delivery, yang memiliki fungsi kurang-lebih sama fungsinya selama ini: perencanaan dan pengawasan. "Secara fungsi akan dilebur ke delivery program. Namanya saja yang nanti diganti," ucap Andi.
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto mengaku sudah mendengar soal peleburan ini. Menurut dia, dilebur atau tetap menjadi unit tersendiri, ia mengusulkan sebaiknya unit ini harus lebih berani mendorong para menteri mengimplementasikan programnya dan lebih rajin memberikan laporan pengawasan kepada presiden. "Laporan langsung kepada presiden harus diperbaiki. Mereka juga harus berani mendorong para menteri," katanya.
Deputi lain adalah deputi komunikasi. Deputi ini bertugas menyampaikan semua perkembangan program masyarakat melalui media. Dia bertanggung jawab menyiapkan substansi pidato atau pernyataan dari sang presiden. Juru bicara dalam negeri, juru bicara luar negeri, dan penulis pidato presiden masuk divisi ini. Yang terakhir adalah deputi strategis, yang bertugas menyusun rincian yang akan dilakukan Jokowi-Kalla sehari-hari, baik terkait dengan program, kebijakan, maupun komunikasi.
Jokowi berharap kantor kepresidenan bisa menjadi perpanjangan tangannya di kementerian. Semacam pengawas tambahan bagi para menteri yang diserahi tanggung jawab menangani program unggulan. Ia tak ingin para menterinya memberi laporan palsu atau ABS alias asal bapak senang.
Menurut Jokowi, kantor ini semacam sarana untuk memperkuat sistem presidensial yang selama ini dinilai kurang maksimal. Peran presiden sebagai single chief executor akan menjadi semakin jelas karena presiden bisa langsung mengeksekusi program, mengawasi menteri, dan memantau kemajuan di lapangan. "Kantor itu akan jadi fasilitator agar presiden bisa efektif menjalankan visi dan misi," ujarnya.
Lalu siapa orang "kuat" yang akan menjalankan itu? Jokowi berjanji akan mengumumkan siapa orangnya saat pengumuman kabinet nanti. Ia hanya menyebutkan orang yang akan bekerja sehari-hari di Bina Graha nanti adalah orang kuat yang dekat dan paham bagaimana dirinya. "Pokoknya orang dekat," kata Jokowi.
Salah satu anggota tim Jokowi menyebutkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu menginginkan kantornya bersih dari titipan orang-orang partai. Karena itu, sejak awal sejumlah nama staf yang selama ini disorongkan petinggi partai dipinggirkan.
Jokowi memilih mencari sendiri orang yang dimaksud. Salah satu pilihan: tetap menarik Kuntoro Mangkusubroto untuk sementara hingga perubahan sistem di kantor kepresidenan berjalan mapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo