Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Trenggono menerbitkan aturan mengenai ekspor benur lobster.
Ada nama jenderal di perusahaan pembudi daya lobster.
Budi daya menjadi kamuflase untuk ekspor benih lobster.
SURAT penugasan dilayangkan Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tubagus Haeru Rahayu kepada 15 pegawai Kementerian untuk melakukan perjalanan dinas pada 18-20 April 2024. Surat tersebut diteken Haeru sehari sebelum tugas itu dijadwalkan. Dalam surat itu, para pegawai Kementerian Kelautan diperintahkan melakukan pembinaan budi daya dan verifikasi terhadap koperasi atau kelompok usaha bersama (KUB) lobster di Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pegawai, yang kebanyakan menjabat analis dan pengawas golongan III/b hingga IV/a, itu terbagi menjadi tujuh kelompok. Dalam surat bernomor B.1329/DJPB/KP.440/IV/2024 itu, Haeru memerintahkan mereka segera membuat laporan tertulis. “Selambat-lambatnya 5 hari setelah selesai menjalankan tugas,” demikian petikan surat itu. Seorang pejabat Kementerian Kelautan membenarkan adanya surat tersebut. Namun Haeru tak memberi jawaban ketika Tempo meminta tanggapan.
Penugasan itu menjadi tindak lanjut Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Nomor 127 Tahun 2024 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pembudidayaan Lobster serta Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Nomor 130 Tahun 2024 tentang Tim Teknis Pengelolaan Pembudidayaan Lobster.
Dua aturan itu merupakan bagian dari sejumlah regulasi turunan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang ditetapkan pada 18 Maret 2024.
Inilah aturan baru yang mengubah mekanisme pengelolaan serta budi daya lobster, termasuk membuka gerbang ekspor benih hewan krustasea tersebut. Pengerahan tim Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk sosialisasi dan pendataan KUB menjadi langkah awal skema baru budi daya lobster yang diterapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Di Nusa Tenggara Barat, salah satu sentra budi daya lobster, rencana kunjungan tim Kementerian Kelautan diterima oleh Mahnan Rasuli, Kepala Desa Batunampar Selatan, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Jumat siang, 19 April 2024, menurut dia, tim Dinas Perikanan Kabupaten Lombok Timur mengirim pesan tentang rencana kunjungan tim Kementerian ke kelompok perikanan tangkap.
Selain menjabat kepala desa, Mahnan adalah Ketua Dewan Pembina Lombok Lobster Association. Mahnan bercerita, ketika Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat Edhy Prabowo, ada kegiatan serupa. Edhy adalah menteri yang membuka gerbang ekspor benih lobster pada 2020 yang kemudian terjerat kasus korupsi tata kelola komoditas tersebut. “Pada zaman Pak Edhy, ada yang datang juga untuk memverifikasi KUB," katanya.
Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024, penangkapan benih lobster atau benur hanya bisa dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan. Para nelayan itu wajib tercatat dan ditetapkan oleh pemerintah provinsi setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah kabupaten/kota. Walhasil, Mahnan dan para nelayan di sana mengantisipasi kebijakan baru yang segera berjalan.
•••
SETELAH dibuka-tutup sejak 2016, ekspor benih bening lobster kembali diizinkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dengan mekanisme baru. Dalam aturan terbaru, pemerintah menyebut ekspor sebagai "pengeluaran" benih ke luar negeri untuk kepentingan budi daya. Pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 menyatakan budi daya lobster bisa dilakukan di dalam ataupun di luar wilayah Indonesia.
Tak sembarang pihak yang dapat menjalankan skema ini. Pasal 6 aturan itu menyatakan pembudidayaan benih lobster di luar wilayah Indonesia hanya bisa dilakukan oleh investor atau pihak yang juga menjalankan pembudidayaan di Indonesia. Perusahaan asing yang menjalankan mekanisme budi daya ini harus berasal dari negara yang sudah meneken perjanjian dengan Indonesia serta membentuk badan hukum perseroan terbatas di Indonesia.
Seorang pejabat Kementerian Kelautan bercerita, rencana pembukaan kembali keran ekspor benur lobster sudah mengemuka pada tahun lalu. Pertimbangannya adalah ekspor benih lobster ke Vietnam yang makin marak dan kemampuan menangkal praktik itu tak cukup memadai.
Pembukaan kembali keran ekspor benih lobster ini berkebalikan dengan sikap Trenggono ketika awal menjabat Menteri Kelautan pada Desember 2020, menggantikan Edhy Prabowo yang terjerat kasus korupsi. Trenggono menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 yang melarang ekspor benih lobster. Saat itu Trenggono menyatakan budi daya lobster sebagai prioritas. "Ia (benur) hanya boleh dibudidayakan sampai kemudian ukuran konsumsi karena nilai tambahnya itu ada di ukuran konsumsi," tutur Trenggono dalam video di akun Instagram @kkpgoid pada 28 Februari 2021.
Perubahan terjadi pada akhir 2023, ketika Trenggono menyatakan akan kembali membolehkan ekspor benur lobster. Dalam pertemuan nasional pembangunan perikanan budi daya berbasis ekonomi biru di Hotel The Ritz-Carlton Jakarta pada 18 Oktober 2023, dia mengatakan pembukaan kembali keran ekspor benur akan disertai syarat yang ketat. "Secepat mungkin, tahun depan harus bisa," ujarnya kala itu. Trenggono juga mengungkapkan rencana pemerintah mewajibkan negara yang ingin mengimpor benur berinvestasi atau melakukan budi daya lobster dulu di Indonesia. "Supaya kita mendapat manfaatnya."
Vietnam pun menjadi mitra Indonesia untuk budi daya lobster. Pada September 2023, salah satu media pertanian di Vietnam, Vietnam Agriculture - Báo Nông Nghiệp, mengabarkan agenda penandatanganan nota kesepakatan perjanjian usaha patungan atau joint venture budi daya lobster antara perusahaan Indonesia dan korporasi Vietnam. Pertemuan di Jakarta pada 15 September 2023 itu dihadiri Nguyen Chi Ngoc, Wakil Ketua Dewan Umum Pertanian dan Pembangunan Perdesaan Vietnam, serta perwakilan perusahaan budi daya dan eksportir lobster Vietnam.
Presiden Joko Widodo menghadiri dialog bisnis bersama pengusaha/investor Vietnam dan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, di Hotel Melia Hanoi, Vietnam, 13 Januari 2024. Presidenri.go.id
Pada 12 Januari lalu, Trenggono mendampingi Presiden Joko Widodo melawat ke Vietnam. Di Istana Kepresidenan Hanoi, Trenggono bertukar dokumen kerja sama dengan Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam Le Minh Hoan. Lingkup kerja sama mencakup pembangunan perikanan tangkap dan budidaya, investasi, dan budidaya lobster.
Dalam acara Indonesia Marine and Fisheries Business Forum 2024 di Hotel Fairmont Jakarta, 5 Februari 2024, Trenggono mengatakan sudah ada lima investor yang hendak mengembangkan budi daya lobster di Indonesia. “Semua dari Vietnam,” ucapnya. Menurut Trenggono, rencana investasi lima perusahaan Vietnam tersebut dapat selesai sesegera mungkin. “Yang kita ingin dapatkan di situ adalah investasi mereka masuk ke kita dan kita bisa setara dengan mereka, menjadi bagian dari supply chain global," katanya.
Tempo memperoleh sejumlah dokumen yang memuat nama-nama perusahaan asal Vietnam itu. Mereka adalah Aquagreen Trading Company Limited, Phu Gia Long Trading Joint Stock Company, Ichika Joint Stock Company, The Global Trading Company Limited, dan New World Seafood Trading Import Export Aquaculture Company Limited. Pemerintah Vietnam berwenang menetapkan perusahaan yang bakal bekerja sama dalam proyek budi daya ini, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Nomor 7 Tahun 2024.
Tempo berupaya menghubungi kelima perusahaan itu melalui alamat surat elektronik yang tertera dalam dokumen, juga lewat pesan telepon ke nomor kontak yang tercantum. Pesan telepon dikirim kepada Tran Chung Kien, Direktur Umum The Global Trading Company Limited, serta Tran Chi Thanh, Direktur Umum Aquagreen Trading Company Limited. Namun pesan-pesan ini tak berbalas. Bahkan sebagian surat elektronik yang dikirimkan mental.
Ada sejumlah informasi yang menyebutkan perusahaan Vietnam yang siap masuk ke Indonesia adalah trader atau pedagang semata. Seorang pengusaha lobster nasional mencoba mengecek lima perusahaan itu lewat koleganya di Vietnam. “Pengusaha di sana bilang ini bukan pembudi daya, ya, ini trader,” ucap pengusaha tersebut.
Lima perusahaan Vietnam itu kemudian membentuk perusahaan patungan atau joint venture dengan perusahaan Indonesia. Berdasarkan penelusuran Tempo ada lima perusahaan joint venture yaitu PT Mutagreen Aquaculture International (patungan PT Mutiara Maritim Nusantara dengan Aquagreen Trading Company Limited), PT Gajaya Aquaculture International (patungan PT Jaya Sembilan Bahar dengan Phu Gia Long Trading Joint Stock Company) dan PT Idichi Aquaculture International (joint venture PT Sultan Indo Samudra bersama Ichika Joint Stock Company).
Ada pula PT Idovin Aquaculture International yang menjadi joint venture antara PT Bahari Emas Nusantara dan The Global Trading Company Limited serta PT Ratuworld Aquaculture International, perusahaan patungan PT Budidaya Perikanan Palabuhanratu dengan New World Seafood Trading Import Export Aquaculture Company Limited. Tempo berupaya meminta tanggapan soal perusahaan tersebut kepada Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tb. Haeru Rahayu dan Kepala Biro Hukum Kementerian Kelautan dan Perikanan, Effin Martiana, namun tak mendapatkan jawaban.
Berdasarkan akta terbaru, badan-badan usaha asal Indonesia ini melakukan perubahan anggaran dasar dan data perseroan pada Januari atau Februari 2024 dan ditangani oleh dua notaris yang sama, yaitu Alexander Wijaya dan Athika Fatmawati. Dua notaris ini pula yang tercatat dalam akta lima perusahaan patungan Indonesia dan Vietnam.
Di perusahaan-perusahaan joint venture ini terdapat nama sejumlah tokoh. Di PT Gajaya Aquaculture International, ada nama mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Adi Toegarisman, sebagai komisaris utama. Belakangan, Adi menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat. Di PT Idichi Aquaculture International, terdapat nama Istiono, pensiunan jenderal polisi bintang dua yang menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI pada 2019. Istiono tercatat sebagai Komisaris Utama Idichi Aquaculture.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat panen obster di Kawasan Mulut Seribu, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Juni 2023. Dok.KKP
Mantan pejabat kepolisian yang namanya juga tercatat dalam perusahaan lobster adalah Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Moechgiyarto. Moechgiyarto, yang menjabat Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan pada 2017-2019, menjadi Komisaris Utama PT Ratuworld Aquaculture International.
Di kalangan eks petinggi militer, ada nama Mayor Jenderal (Purnawirawan) Untung Budiharto yang menjabat Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya 2022-2023. Untung, yang dikenal sebagai anggota Tim Mawar—satuan bentukan Prabowo Subianto semasa menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus—kini menjadi Komisaris Utama PT Mutagreen Aquaculture International.
Tempo berupaya menghubungi Adi Toegarisman, Istiono, dan Moechgiyarto, tapi tak beroleh tanggapan. Sedangkan Untung Budiharto membenarkan informasi bahwa dia menjabat Komisaris Utama Mutagreen Aquaculture. Untung mengatakan sebagai komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan saran kepada direksi. "Agar budi daya lobster di Indonesia bisa berjalan dengan baik sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Indonesia,” ucapnya lewat pesan tertulis.
Menurut Untung, alih teknologi budi daya lobster yang akan berlangsung bisa memberikan keuntungan terutama dalam meningkatkan potensi benih lobster. “Guna meningkatkan etos kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, juga untuk kepentingan negara,” tuturnya. Tapi dia tak menjawab saat Tempo menanyakan rencana kerja sama yang dijalankan perusahaan joint venture ini.
Selain mantan petinggi lembaga hukum dan militer, ada nama politikus di perusahaan lobster Indonesia yang bekerja sama dengan Vietnam. Salah satunya Syaifullah Asnan yang menjabat direktur PT Mutiara Maritim Nusantara dan pernah menjadi direktur PT Mutagreen Aquaculture International. Pada Pemilihan Umum 2024, Syaifullah menjadi calon anggota legislatif dari Partai NasDem untuk Kota Pangkalpinang. Dia juga pernah menjabat Ketua Pimpinan Wilayah Partai Bulan Bintang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2015-2020.
Syaifullah pun pernah bekerja di bagian public relations PT Kreasi Bahari Mandiri milik Muhammad Irwansyah, Wali Kota Pangkalpinang periode 2013-2015. Kreasi Bahari Mandiri masuk daftar 41 perusahaan eksportir benur lobster yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran diduga ikut menyetor duit suap kepada Edhy Prabowo semasa menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Ketika dimintai tanggapan tentang informasi ini, Syaifullah tak memberi jawaban.
Selain menghubungi sejumlah nama yang tertera dalam akta perusahaan, Tempo mendatangi alamat korporasi yang masuk daftar calon pembudi daya lobster. Di antaranya PT Idichi Aquaculture International dan PT Sultan Indo Samudra di kawasan Cibaduyut, Kota Bandung. Di alamat yang tertera dalam akta perusahaan, tak ada kantor Idichi ataupun Sultan Indo, melainkan bengkel variasi dan tempat cuci kendaraan. Bangunan tersebut bersebelahan dengan kompleks stasiun TVRI Jawa Barat. Para pegawai di bengkel itu mengaku tak mengenal nama Idichi ataupun Sultan Indo Samudra.
Tempo meminta tanggapan Menteri Trenggono mengenai mekanisme kerja sama dengan Vietnam serta nama perusahaan yang terlibat. Namun dia enggan menjelaskan. “Ngomongnya enggak bisa lewat telepon, mesti ketemu supaya bisa melihat lebih lengkap, kenapa akhirnya kebijakan ini diluncurkan. Tentu sudah melalui kajian yang sangat dalam selama tiga tahun ini,” kata Trenggono pada 20 April 2024.
•••
DUA bulan lalu, Buntaran, salah satu pengelola usaha budi daya dan jual-beli benih bening lobster di Lombok Timur, menerima pesan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur. Isi pesan itu memberi tahu adanya perwakilan perusahaan asal Vietnam yang mengadakan survei dan berencana melakukan budi daya benih bening lobster di Lombok Tengah. “Kalau jadi, pasti nanti mereka temui saya,” ujarnya.
Buntaran adalah pegawai negeri sipil yang diberhentikan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017, setelah divonis 10 bulan penjara dalam perkara penyelundupan benih dan pencucian uang. Selepas hukuman itu, dia mengelola usaha budi daya dan jual-beli benih. Di era Menteri Kelautan Edhy Prabowo, dua perusahaannya, PT Alam Laut Agung dan UD Bali Sukses Mandiri, mengantongi izin ekspor lobster tapi berhenti begitu sang Menteri terjerat kasus rasuah. “Yang lanjut ya nelayan saja,” tutur Buntaran.
Menurut Buntaran, skema budi daya dalam regulasi era Menteri Edhy ataupun Menteri Sakti Wahyu Trenggono tak akan jauh berbeda. “Kalau memang serius dan bekerja sama dengan pihak yang benar lalu berhasil, ya mungkin akan terus dijalankan.”
Bukan hanya di Lombok, rencana budi daya Indonesia-Vietnam juga bakal berlangsung di Bali. Di kawasan Pantai Tembles, Jembrana, sudah terpasang keramba jaring apung (KJA). Menurut penasihat Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia, Effendy Wong, setiap perusahaan hanya membangun 80 petak KJA. “Jika dikalikan lima perusahaan, akan ada 400 KJA yang terpasang,” katanya pada 19 April 2024.
Effendy mengatakan satu KJA bisa menampung 300 ekor benih lobster. Jika ada 400 KJA, bakal ada 120 ribu benur yang dibudidayakan di dalam negeri oleh perusahaan asing. Jumlah itu, dia menuturkan, masih sangat jauh dari kuota penangkapan benur yang ditetapkan pemerintah, yaitu 419 juta ekor per tahun. Angka ini pun tak memenuhi kebutuhan benih bening lobster di Vietnam yang mencapai 600 juta bibit. “Itu sempat disampaikan dalam rapat bersama Komisi IV DPR,” ujar Effendy.
Pengusaha budi daya lobster juga mempertanyakan syarat entitas yang bisa bekerja sama dengan investor dari Vietnam. Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik Chandra Astan yang mengelola Kampung Lobster di Banyuwangi, Jawa Timur, mengaku belum pernah dihubungi pemerintah mengenai skema baru ini. Padahal, menurut dia, mudah jika pemerintah mau melibatkan pembudi daya yang serius. Sebab, tak banyak pihak yang melakukannya. “Tinggal dilihat, apakah akses kerja sama itu disediakan atau tidak.”
Tempo berupaya meminta penjelasan tentang mekanisme pengelolaan lobster kepada Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Haeru Rahayu yang juga merangkap jabatan sebagai pelaksana tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Haeru memberikan waktu untuk wawancara pada 18 April 2024. Namun, beberapa saat menjelang pertemuan, dia membatalkannya. "Saya baru selesai mendampingi pimpinan. Agar lengkap dan komprehensif, akan ada forum di akhir April ini, membahas banyak isu, termasuk lobster," tuturnya.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto, mengatakan implementasi aturan ini masih menunggu waktu. "Kementerian Kelautan masih fokus untuk menyiapkan aturan-aturan turunan, termasuk yang terkait dengan pembudidayaan benih lobster di luar Indonesia sehingga pembudidayaan di luar Indonesia belum dapat dilaksanakan," kata dia pada 20 April.
Menurut Doni, aturan ini dilandasi oleh semangat ingin menjadikan Indonesia sebagai bagian utama dari rantai pasok pasar lobster dunia, sekaligus memanfaatkan sumber daya benur yang melimpah. Dia mengklaim revisi aturan pengelolaan lobster melalui kajian yang matang dengan melihat realita di lapangan. "Selama ini masih terjadi kerugian negara triliunan rupiah karena penyelundupan benur," ujar dia.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Budhy Fantigo menyoroti beberapa kelemahan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024. “Setidaknya ada persoalan dari pengelolaan melalui badan layanan umum; penetapan kuota, ukuran, dan berat yang boleh diekspor; hingga mekanisme budi daya di luar wilayah Indonesia,” kata Budhy pada 18 April 2024. Budhy pun khawatir kebijakan baru ini bisa berujung pada monopoli benur lobster.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ahmad Fikri dari Bandung dan Abdul Latief Apriaman di Lombok berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Mundur Membiakkan Benur"