Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Untung-Rugi Budidaya Lobster di Indonesia

Aturan ekspor benih lobster membuat cemas pembudi daya. Ada dugaan budi daya hanya jadi kamuflase untuk membuka ekspor.

21 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pegawai PT Teras Samudra Sejahtera memperlihatkan lobster muda yang sedang dikarantina sebelum dimasukkan ke keramba untuk dibudidayakan, di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, JawaTimur, 18 April 2024. Tempo/Ahmad Suudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nelayan pembudi daya menolak pembukaan ekspor benur lobster.

  • Ekosistem budi daya lobster Indonesia jalan di tempat.

  • Diminta mewaspadai potensi eksploitasi besar-besaran benur lobster.

TERBITNYA Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 yang membuka kembali ekspor benih lobster pada 18 Maret 2024 tak mengagetkan Abdullah. Nelayan pembudi daya lobster di Telong Elong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, ini sudah tahu setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan menggelar sosialisasi regulasi itu di Mataram pada 13 Oktober 2023. Sejak saat itu, dia resah. “Kami tidak mempersoalkan perubahan peraturan, asalkan jangan membuka ekspor benur lobster,” katanya pada 13 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abdullah dan para nelayan pembudi daya lobster telah melontarkan protes atas rencana pemerintah melegalkan kembali ekspor benih lobster. Mereka khawatir pembukaan keran ekspor benur memicu eksploitasi besar-besaran. Saat keran ekspor ditutup pun, Abdullah melanjutkan, penangkapan benur untuk dijual di pasar gelap tetap marak. Pada 2019-2023, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menggagalkan sedikitnya lima upaya penyelundupan benur lobster.  Penyelundupan itu hanya sebagian kecil kasus yang diungkap aparat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pembudi daya khawatir eksploitasi benur besar-besaran bakal menyulitkan mereka. Apalagi, Abdullah menambahkan, pemerintah sudah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24 Tahun 2024 yang mengatur harga patokan terendah benih bening lobster Rp 8.500 per ekor di tingkat nelayan. Selama ini, dia menjelaskan, harga benur terbagi dua: untuk ekspor dan budi daya. Para pembudi daya biasa membeli benur Rp 5.000 per ekor. Harga patokan ini pun akan mengerek biaya pembudi daya. 

Selain benih, salah satu komponen yang punya porsi cukup besar dalam biaya pembudidayaan lobster adalah pakan. Para nelayan pembudi daya lobster di Lombok biasanya memberikan pakan berupa ikan rucah yang hanya tersedia pada musim-musim tertentu. Mereka juga menggunakan kerang laut, bintang laut kecil, bulu babi, dan kepiting yang jumlahnya terbatas di alam.

Keramba lobster milik PT Teras Samudra Sejahtera di Kabupaten Banyuwangi, JawaTimur. Dokumentasi PT Teras Samudra Sejahtera

Karena itu, pembudi daya mengakali keterbatasan pakan dengan menggunakan keong emas atau daging ikan sapu-sapu yang banyak di perairan air tawar. Abdullah merinci, harga satu bak keong emas untuk pakan selama tiga hari sebesar Rp 50 ribu. Dalam sebulan dia membutuhkan sepuluh bak keong emas seharga Rp 500 ribu. Pembesaran lobster berlangsung minimal lima bulan, sebelum hewan-hewan itu layak dijual. 

Lampu hijau ekspor benih bening lobster tertuang dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024. Dalam peraturan tersebut, pemerintah membolehkan budi daya benur lobster dilakukan di luar wilayah Indonesia dengan beberapa syarat. Salah satunya perusahaan yang hendak membudidayakan benih lobster di luar Indonesia juga harus menjalankan budi daya di Indonesia. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menandatangani kerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Perdesaan Vietnam pada 2023. Perjanjian itu antara lain mencakup budi daya lobster. “Soal pengembangan BBL (benih bening lobster) sudah ada nota kesepahaman dengan Vietnam,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada 22 Maret 2024. 

Bagi Tantowi, Manajer Operasional CV Lobster Origin Paradise—perusahaan budi daya dan ekspor lobster di Lombok Timur—kebijakan pemerintah itu dapat mengancam kelangsungan usaha budi daya lobster di dalam negeri. Menurut dia, aturan baru yang diterbitkan Menteri Trenggono akan menguntungkan para pembudi daya di Vietnam yang menjadi salah satu pemasok utama lobster dunia. Padahal sebagian besar benur lobster yang dibesarkan di sana berasal dari Indonesia, di antaranya dipasok melalui pasar gelap.  

Vietnam, menurut Tantowi, memiliki keuntungan geografis lantaran lokasinya dekat dengan Cina yang merupakan pasar utama lobster dunia. Lobster bisa dikirim ke Cina dari Vietnam lewat jalur darat, sementara Indonesia harus melalui laut atau udara yang biayanya lebih tinggi. “Kalau Vietnam panen raya, dengan benih yang kita pasok, harga lobster di Lombok turun. Jarak tempuh Vietnam ke Cina lebih dekat, mereka bisa menjual murah.” 

Tantowi mengatakan pembukaan kembali keran ekspor benur lobster menunjukkan sikap pemerintah yang tidak menaruh perhatian lebih pada budi daya lobster lokal. Apalagi, dia menambahkan, selama ini sebagian besar pembudi daya lokal menjalankan usaha tanpa bantuan pemerintah, dari pengadaan bibit, penyediaan pangan, hingga penerapan teknologi. Para pembudi daya pun harus mencari teknik pembesaran dan solusi mengurangi angka kematian secara otodidaktik.  

Selain Lombok Timur, salah satu lokasi budi daya lobster adalah Banyuwangi, Jawa Timur. Di Selat Bali, PT Teras Samudra Sejahtera membenamkan 300 keramba pembesaran lobster. Lobster dewasa yang telah dibesarkan sebagian dipasarkan ke Jakarta untuk diekspor. Sebagian lainnya dijual di restoran yang dimiliki perusahaan ini. Komisaris Teras Samudra Sejahtera, Chandra Astan, mengatakan pendapatan dari budi daya lobster belum optimal. “Penjualan kami terbantu restoran. Kalau enggak ada itu, kami rugi.”

Padahal, menurut Chandra, pembudidayaan lobster di Banyuwangi sudah didukung kondisi alam dan geografis, yaitu dekat dengan lokasi sumber benih dan pakan. Selain itu, distribusi lobster dari Banyuwangi terbantu akses darat dan penerbangan ke Jakarta yang tersedia setiap hari. Masalahnya, Chandra menjelaskan, ekosistem bisnis budi daya lobster di Indonesia belum terbentuk sehingga kalah efisien dibanding Vietnam.

Chandra memberi contoh, Vietnam telah memiliki pembudi daya kerang khusus pakan lobster dengan harga murah. Negara itu pun mempunyai pembudi daya lobster yang sudah matang. Dampaknya, daya hidup lobster budi daya di Vietnam lebih tinggi ketimbang di Indonesia. Untuk budi daya di Teras Samudra, tutur Chandra, tingkat bertahan hidup lobster hanya 60 persen. Artinya, dari sepuluh benih lobster yang dibesarkan, hanya enam yang bisa menjadi dewasa dan dipasarkan.

Selain itu, model kerja sama perusahaan budi daya dengan para pengurus keramba di Vietnam memakai skema bagi hasil. Sedangkan skema di Indonesia adalah gaji rutin. Akibatnya, biaya pekerja pembudidayaan lobster di Vietnam lebih rendah. “Di perusahaan saya, empat penyelam mengawasi 300 keramba, di Vietnam dua orang mengawasi 30 keramba,” kata Chandra.  

Chandra menilai cara pemerintah mengundang investor Vietnam untuk membudidayakan lobster di Tanah Air bisa menjadi peluang, antara lain buat alih kemampuan. Namun dia mewanti-wanti, kebijakan ini akan membuahkan hasil baik jika investor yang masuk benar-benar mumpuni, bukan pedagang benur. “Kalau pembudi daya abal-abal, jadi bahaya,” kata Chandra, yang juga meminta pemerintah bisa memastikan harga benih lobster tidak dikendalikan investor asing. 

Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Iing Rochimin meminta pemerintah meninjau kembali aturan anyar tersebut lantaran berpotensi menimbulkan masalah baru. Dia melihat ada celah penyelewengan, seperti budi daya di Tanah Air hanya menjadi dalih untuk memenuhi syarat ekspor. “Budi daya hanya jadi kamuflase.” Pembukaan ekspor juga menurunkan semangat budi daya. Sebagai contoh, Iing menerangkan, nelayan memerlukan waktu delapan bulan hingga setahun untuk membesarkan lobster, sementara ekspor benur bisa menghasilkan cuan cepat. 

Adapun guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Indra Jaya, meminta pemerintah memastikan penangkapan benur tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan. Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2024, pemerintah menetapkan kuota penangkapan benur 419 juta ekor atau 90 persen dari potensi benur di Indonesia yang sebanyak 465 juta. 

Indra, yang juga menjabat Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, mengingatkan bahwa angka tersebut adalah jumlah semua jenis lobster di Indonesia. Adapun yang paling laku di pasar adalah lobster pasir dan mutiara yang jumlahnya hanya 30 persen dari populasi. “Apakah pemerintah punya kemampuan memastikan penangkapan tidak melebihi kuota?”

Karena itu, ketimbang membuka keran ekspor, Indra menyarankan pemerintah mengembangkan industri lobster dengan memproteksi perairan tempat pertumbuhan benur dan membatasi penangkapan agar benur bisa tumbuh alami. Pemerintah, Indra melanjutkan, juga mesti melakukan intervensi untuk mendukung pembudi daya lobster baik dari sisi teknis maupun finansial serta memaksimalkan pasar dalam negeri. “Kenapa enggak dibuat harganya lebih murah dan volumenya ditingkatkan, sehingga memacu pertumbuhan budi daya?” 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Abdul Latief Apriaman di Lombok dan Ahmad Suudi di Banyuwangi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul "Cemas Budi Daya Abal-abal". 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus