Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Emas Ilmu dan Kesehatan

Grup-grup besar mendirikan kampus universitas dan rumah sakit elite. Bisnis yang terus menggiurkan.

28 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELOMPOK-kelompok usaha besar mengembangkan sayap ke bisnis pendidikan dan kesehatan. Perguruan tinggi yang mereka dirikan bersaing dengan kampus yang telah berdiri lebih dulu. Rumah sakit kelompok ini membidik pangsa kelompok menengah ke atas.

Kelompok bisnis yang telah mendirikan perguruan tinggi antara lain Grup Lippo, Grup Sinarmas, Grup Bakrie, PT Kawasan Industri Jababeka, Ciputra Foundation, PT Kalbe Farma Tbk, Grup Kompas Gramedia, plus Grup Agung Podomoro, yang mengakuisisi sekolah internasional. Kampus-kampus mereka diminati para lulusan sekolah menengah atas.

Ambil contoh President University. Merupakan bisnis PT Jababeka, kelompok bisnis real estate yang dipimpin S.D. Darmono, Presiden University berkampus di Kota Jababeka, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Menurut situs kampus itu, Presiden University didirikan oleh Darmono bersama Donald Waltz, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Juwono Sudarsono, Ermaya Suradinata, Chandra Setiawan, dan A.S. Hikam.

Presiden University telah meluluskan delapan angkatan. Setiap tahun pendaftarnya sekitar 10 ribu orang. "Yang diterima hanya 1.500 orang," kata juru bicara President University, Jhanghiz Syahrivar, Jumat dua pekan lalu. Kini universitas itu menampung 4.975 mahasiswa, yang kuliah di kampus mewah dengan biaya per semester Rp 35,7 juta.

Menurut Jhanghiz, mahasiswa asing dan reguler dipatok biaya Rp 250 juta selama tiga setengah tahun kuliah. Pada saat ini ada 450 mahasiswa dari luar negeri, antara lain dari Cina, Vietnam, Somalia, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, India, dan Mozambik. "Universitas membantu mengurus dokumen imigrasi," tuturnya. Ia mengatakan 70 persen mahasiswa kampus ini memperoleh beasiswa, baik penuh maupun sebagian.

Para pemain "baru" ini bersaing dengan perguruan tinggi yang lebih dulu berdiri dan melebarkan sayap. Misalnya Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya yang didirikan Yayasan Prasetiya Mulya-gabungan 70 pengusaha nasional pada 1982. Sekolah ini pun menyasar jenjang sarjana sejak beberapa tahun lalu.

Selain pendidikan, bidang kesehatan menjanjikan peluang bisnis yang luas. Grup-grup perusahaan besar pun masuk ke sektor ini. Grup Lippo mendirikan Rumah Sakit Internasional Siloam, yang memiliki delapan jaringan rumah sakit di Indonesia. Sinarmas membangun Eka Hospital di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, dan Riau. Ada juga Grup Mayapada, yang mendirikan rumah sakit internasional, antara lain di kawasan Jakarta Selatan.

Kemewahan, kenyamanan, dan pelayanan prima menjadi jualan utama. Eka Hospital di Bumi Serpong Damai, misalnya, memiliki fasilitas ruang gawat darurat di samping lobi utama. Bagian ini tak lagi seperti rumah sakit yang dulu banyak dibayangkan: gelap, bau amis, dan sering kumuh. Suasana lebih menyerupai lobi hotel. Wewangian elegan menguar di bagian depan rumah sakit ini.

Johny Nurdin, Corporate Marketing & Director Public Relations Eka Hospital, kepada Tempo memamerkan pelayanan terpadu satu harga. Dengan sistem ini, ia menjelaskan, pasien hanya membayar satu dokter walau ditangani oleh beberapa dokter. Asalkan pemeriksaan dilakukan dalam satu rangkaian pada hari yang sama.

Johny merahasiakan seberapa besar keuntungan dari bisnis ini. Ia menyatakan bisnis rumah sakit tak menghitung untung-rugi. Keuntungan dialokasikan untuk membeli peralatan yang lebih canggih dan membangun fasilitas. "Sebagian untuk pelayanan sosial," ujarnya.

Juru bicara Grup Sinarmas, G. Sulistiyanto, menyatakan bisnis pendidikan dan rumah sakit mempunyai prospek yang sangat baik. "Jumlah penduduk adalah pasar," katanya. Peningkatan pendapatan masyarakat yang signifikan juga berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.

Itu sebabnya, Sinarmas terus membidik pasar kelas menengah atas. Mengenai pelayanan untuk masyarakat kelas bawah, Sulis berpendapat, itu menjadi bagian pelayanan publik yang mesti dikerjakan oleh pemerintah. Sulis pun tak menjawab ketika ditanya tentang target laba dari bisnis pendidikan dan kesehatan Sinarmas.

Hadi Satyagraha, pendiri Program MBA Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI), mengungkapkan sejumlah alasan mengapa bisnis pendidikan begitu gurih. Menurut dia, masyarakat semakin memahami korelasi tingkat pendidikan dengan kesejahteraan. Daya beli pun melonjak seiring dengan pertumbuhan golongan menengah, yang kini mencapai 57 juta orang. "Sementara itu, tingkat pendidikan masyarakat secara umum masih rendah," katanya.

Profil demografi juga masuk hitungan bisnis. Sebanyak 80 juta penduduk berusia di bawah 20 tahun. Pertumbuhan penduduk pun di atas 1 persen per tahun. Ia pun sepakat kalau investor asing dibebaskan bermain di sektor pendidikan dan kesehatan.

Liberalisasi sektor pendidikan sudah dilakukan di Malaysia sejak 1990-an. Keuntungannya adalah penghematan devisa, mutu pendidikan dan pelayanan kesehatan berkualitas dunia bisa diakses oleh lebih banyak masyarakat, serta bisa memacu kualitas pemain lokal. Pada 1997, usulan liberalisasi ini pernah disampaikan Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial Bustanil Arifin dan Menteri Koordinator Bidang Produksi dan Distribusi Hartarto Sastrosoenarto. "Tapi tak berlanjut," kata Hadi Satyanugraha, yang juga menjabat penasihat manajemen Grup Agung Podomoro.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi juga mengusulkan liberalisasi bisnis kesehatan. "Daripada orang berobat ke Singapura, lebih baik diberi kesempatan dan dipermudah. Begitu juga pendidikan," ujarnya.

Menurut dia, keran untuk pemain asing bisa dibahas dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Namun sejauh ini pemerintah belum menuntaskan pembahasan revisi daftar negatif investasi itu.

"Bisnis ilmu", menurut pakar pendidikan Arief Rahman, akan terus subur. Apalagi pada umumnya orang tua berpikir bagaimana memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka. "Yang tak punya uang akan mencari-cari untuk biaya sekolah anaknya," ujarnya. "Bisnis di bidang pendidikan menggiurkan."


Kepemilikan Perguruan Tinggi

Universitas Pelita HarapanGrup Lippo
Institut Teknologi Sains Bandung, Sinarmas World AcademyGrup Sinarmas
Universitas BakrieYayasan Pendidikan Bakrie
President UniversityPT Kawasan Industri Jababeka
Universitas Ciputra Entrepreneurships CenterCiputra Foundation
Institut Teknologi dan Bisnis KalbePT Kalbe Farma Tbk
Universitas Multimedia NusantaraGrup Kompas Gramedia
North Jakarta International SchoolGrup Agung Podomoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus