Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rilis Obat Aman Sebelum Penyebab Terang

Di tengah belum adanya kepastian penyebab kasus gangguan ginjal akut pada anak, pengujian BPOM memastikan setidaknya tiga obat mengandung kontaminasi senyawa berbahaya di atas ambang batas aman. Polri membentuk tim untuk mengusut dugaan pidana.

24 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Sukarelawan dari kelompok Badut Necis melakukan kampanye terkait penyakit ginjal akut pada santri di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Bandung, Jawa Barat, 21 Oktober 2022. TEMPO/Prima mulia
Perbesar
Sukarelawan dari kelompok Badut Necis melakukan kampanye terkait penyakit ginjal akut pada santri di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Bandung, Jawa Barat, 21 Oktober 2022. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih melanjutkan pengujian terhadap 102 obat sirop yang kedapatan pernah digunakan oleh pasien gangguan ginjal akut pada anak. Sejauh ini, tim BPOM menegaskan bahwa tiga obat sirop diduga kuat mengandung cemaran ethylene glycol dan diethylene glycol di atas ambang batas aman. “Sudah kami laporkan,” kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam konferensi pers pada Ahad, 23 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Merujuk pada dokumen BPOM yang disebarkan kemarin, ketiga obat sirop dengan cemaran ethylene glycol dan diethylene glycol di atas ambang batas aman tersebut adalah Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops. Ketiganya merupakan obat batuk yang izin edarnya dimiliki oleh PT Universal Pharmaceutical Industries, perusahaan farmasi yang berbasis di Medan, Sumatera Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

BPOM, pada Kamis, 20 Oktober lalu, sebenarnya sempat mengumumkan tiga merek obat tersebut dalam daftar lima obat yang ditengarai mengandung cemaran ethylene glycol dan diethylene glycol. Dua obat lainnya adalah Termorex Sirup produksi PT Konimex dan Flurin DMP Sirup buatan PT Yarindo Parmatama. Atas hasil ini, BPOM memerintahkan perusahaan pemilik izin edar untuk menarik dan memusnahkan seluruh batch obat tersebut.

Namun belakangan BPOM menguji ulang temuannya, terutama setelah Konimex menampik tudingan yang dialamatkan pada produknya. Menurut Penny, BPOM telah melakukan pengujian pada sampel Termorex Sirup di lokasi berbeda. “Ternyata aman,” kata dia, kemarin. “Penarikan hanya pada batch tertentu yang melebihi ambang batas.”

Dalam dokumen hasil sampling dan pengujian BPOM termutakhir, status empat varian obat sirop merek Termorex masuk daftar produk yang dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai. Empat varian itu meliputi Termorex Baby Drops Rasa Jeruk dengan nomor batch JUL22A01, Termorex Plus Sirup Rasa Jeruk 30 ml (JUL22A02), Termorex Plus Sirup Rasa Jeruk 60 ml (JUL22A11), dan Termorex Sirup Rasa Jeruk 30 ml (SEP22A04).

Adapun obat batuk Flurin DMP Sirup belum tercatat dalam tabulasi hasil pengujian BPOM yang terbaru. BPOM, dalam keterangan kemarin, menyatakan, "Untuk sampel produk lainnya akan disampaikan kepada masyarakat setelah diperoleh hasil pengujian."

Penny menjelaskan, fokus BPOM adalah menelusuri 102 produk obat yang dikumpulkan oleh Kementerian Kesehatan dari rumah para pasien gangguan ginjal akut pada anak. Dari daftar obat tersebut, terdapat 23 produk obat yang tidak menggunakan pelarut propylene glycol, polyethylene glycol, sorbitol, dan/atau gliserol—empat bahan pelarut yang ada kemungkinan mengandung cemaran ethylene glycol dan diethylene glycol.

Empat bahan tambahan tersebut bukanlah bahan berbahaya atau dilarang dalam pembuatan sirop obat. Namun potensi masalah ada pada cemaran ethylene glycol dan diethylene glycol, yang ambang aman cemarannya dibatasi sebesar 0,5 miligram per kilogram (mg/kg) berat badan per hari.

Kontaminasi berlebih ethylene glycol dan diethylene glycol belakangan menjadi sorotan utama setelah jumlah pasien gangguan ginjal akut pada anak melonjak dalam tiga bulan terakhir, per 23 Oktober 2022 mencapai 245 kasus. Dua senyawa berbahaya itu ditengarai menjadi biang lonjakan kasus serupa yang telah menelan sedikitnya 70 pasien anak di Gambia, Afrika Barat, sejak Agustus lalu.

Daftar Obat Aman Tak Otomatis Mencabut Larangan Obat Sirop

Kemarin, BPOM juga mengumumkan tujuh produk obat sirop—bagian dari 102 obat yang pernah digunakan oleh pasien gangguan ginjal akut pada anak—yang dari hasil pengujiannya aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai. Dengan demikian, dari 102 obat yang disorot, BPOM telah menguji total sebanyak 33 produk. “Sisa 69 lagi masih dalam proses sampling dan pengujian,” kata Penny.

Di luar itu, BPOM juga mengumumkan sebanyak 133 obat sirop yang juga dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai. Daftar obat ini dibuat setelah BPOM menelusuri data registrasi terhadap seluruh produk obat bentuk sirop dan drops. Seluruh obat tersebut sejak awal tidak menggunakan bahan propylene glycol, polyethylene glycol, sorbitol, dan/atau gliserin atau gliserol.

Meski demikian, pengumuman status “aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai” itu tak otomatis mencabut kebijakan Kementerian Kesehatan ihwal larangan penggunaan obat sirop untuk sementara waktu. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal tersebut akan dibahas lebih dulu. “Ditunggu, ya, kan baru keluar sore (daftar hasil pengujian BPOM),” kata Nadia, kemarin malam.

Dalam sepekan terakhir, topik keamanan obat menjadi perhatian publik setelah Kementerian Kesehatan mengimbau tenaga medis dan apotek untuk sementara waktu tak meresepkan dan menjual obat sirop. Kebijakan ini diambil sebagai langkah antisipasi menyusul lonjakan jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak.

Kebijakan itu juga memukul industri farmasi. Sejumlah perusahaan farmasi serentak ramai-ramai mengeluarkan pengumuman bahwa obat sirop buatannya tak mengandung ethylene glycol dan diethylene glycol. Klaim perusahaan farmasi ini dinilai terlalu terburu-buru dan berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Petugas gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat, serta personel Polres Aceh Barat melakukan inspeksi mendadak apotek untuk menindaklanjuti rilis BPOM perihal obat-obatan berbahaya dalam bentuk cair/sirop, di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, 22 Oktober 2022. ANTARA/Syifa Yulinnas

Polri Bentuk Tim untuk Mengusut Dugaan Pidana pada Gagal Ginjal Anak

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan telah meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut kasus gangguan ginjal akut pada anak. Muhadjir menduga ada kejahatan pidana di balik maraknya penyebaran penyakit misterius ini. "Permintaan ini disampaikan, mengingat kejadian gangguan ginjal akut ini sudah mengancam upaya pembangunan sumber daya manusia, khususnya pelindungan terhadap anak,” kata Muhadjir dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 23 Oktober 2022.

Muhadjir menyoroti kontaminasi ethylene glycol dan diethylene glycol yang saat ini ditengarai sebagai pemicu kasus gangguan ginjal akut pada anak. Bahan baku obat itu, kata dia, semuanya merupakan produk impor.

Menurut dia, dalam catatan Kementerian Kesehatan, kasus gagal ginjal akut pada anak juga terjadi di Gambia dan Nigeria. "Karena itu, perlu diadakan pelacakan mulai dari asal-muasal bahan baku, masuknya ke Indonesia, hingga proses produksi obat-obat yang mengandung kedua zat berbahaya tersebut," kata Muhadjir.

Adapun pemintaan kepada Polri telah disampaikan dalam rapat koordinasi yang digelar secara virtual pada Jumat, 21 Oktober lalu. Rapat koordinasi itu juga diikuti oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin; Kepala BPOM Penny Lukito; pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Kementerian Perindustrian, Ignatius Warsito; serta Direktur Impor pada Kementerian Perdagangan Sihar Pohan.

Kemarin, Markas Besar Polri memastikan akan menindaklanjuti hasil rapat tersebut. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan lembaganya akan membentuk tim dan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk mengusut dugaan pidana dalam maraknya kasus gangguan ginjal akut pada anak belakangan ini. “Kami akan bersama mendalami kejadian tersebut sesuai atensi pimpinan,” kata Dedi Prasetyo.

Kementerian Kesehatan mencatat, per 23 Oktober 2022, laporan gangguan ginjal akut pada anak telah mencapai 245 kasus, kembali melonjak dari posisi 18 Oktober lalu ketika angkanya baru 206 kasus. Sebaran kasusnya juga meluas, kini mencapai 26 provinsi. Sebanyak 141 pasien anak meninggal. Data ini bisa bertambah pada hari-hari ke depan. 

HENDARTYO HANGGI | EKA YUDHA SAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus