Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAYA bicaranya kalem, jauh dari kesan seram terpidana mati yang beberapa kali kabur dari penjara. Sorot matanya tajam menatap lawan bicara. ”Tolong, dong, bawakan saya lotion antinyamuk. Di sini nyamuknya gila,” ujar Gunawan Santosa, 44 tahun, kepada seorang petugas penjara. Tak ada perabotan di sel nomor 4 blok isolasi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang itu selain selembar kasur tipis.
Setelah bolak-balik mengurus izin wawancara—termasuk kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Matalatta—wartawan Tempo Dimas Adityo akhirnya berhasil menemui Gunawan. Ditemani oleh seorang petugas, lelaki tinggi besar itu memberikan keterangan pendek.
Kenapa Anda dulu melarikan diri?
Saya lari karena saya akan dibunuh pelan-pelan. Saya diperlakukan seperti binatang.
Oleh siapa?
Sekarang ini saya berada di mana? (maksud Gunawan penjara—Red.). Waktu itu kan ada 1.500 tahanan lain, tapi saya diperlakukan seperti binatang.
Anda akan kabur lagi?
Kabur untuk apa kalau saya tidak bahagia? Sekarang yang penting saya hadapi saja. Saya ketangkep kan kehendak Tuhan.
Selama kabur, Anda tidak bahagia?
Dulu (sebelum kabur) mungkin saya naik Mercedes, sekarang (setelah kabur) saya naik bemo.
Maksud Anda, dalam pelarian Anda tidak punya uang?
Ya, namanya saja naik bemo, tahu sendirilah.
Anda siap dihukum mati?
Saya siap. Mungkin saya sudah ditakdirkan seperti ini, saya terima. Yang penting jiwa saya sudah diselamatkan. Tubuh saya, cepat atau lambat, pasti mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo