Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat potensi adanya penyalahgunaan institusi pendidikan, termasuk guru, untuk menggalang kekuatan politik.
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra mengatakan institusi pendidikan rawan disusupi kepentingan politik.
Baca : KPAI Akan Telusuri Dugaan Guru Hasut Murid di SMAN 87
"Kecendrungan orang atau partai politik memakai dunia pendidikan (untuk mencari dukungan) cukup besar," kata Jasra saat dihubungi, Rabu, 10 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jasra menuturkan pada pemilu presiden 2014 lalu, KPAI mendapatkan 280 kasus dan di Pilkada kemarin mencapai 28 kasus ekploitasi anak untuk kepentingan politik. Dari jumlah tersebut, kata dia, sebagian kasus terjadi di lembaga pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, temuan KPAI di Pilkada Kota Bekasi kemarin ada pasangam calon yang menggalang dukungan dari siswa SMA. "Sebenarnya tidak ada masalah tokoh politik atau calon kepala daerah maupun calon presiden datang ke institusi pendidikan. Tapi jangan meminta dukungan," ujarnya.
Jasra melihat potensi pemanfaatan institusi pendidikan untuk menggalang dukungan di Pilres tahun depan, cukup besar. Hal itu terlihat dari pasangan calon yang mulai sering mengunjungi sejumlah pesantren dan institusi pendidikan lainnya.
Simak juga :
Polisi Ringkus Begal Motor dengan Modus Hipnotis di Jakarta Barat
"Para Capres mulai banyak yang mendatangi dunia pendidikan. Tidak masalah sebenarnya. Tapi jangan meminta dukungan insitusi pendidikan," ujarnya. "Jangan sebut nomor urut."
Selain itu, KPAI juga menyorot adanya dugaan guru di SMAN 87 Jakarta, yang mempengaruhi siswa agar membenci atau mengukai salah satu pasangan calon. "Kami minta Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah dan Guru bisa menjelaskan bahwa posisi mereka netral di dunia pendidikan," ucapnya.