Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai buruknya kesejahteraan guru dipengaruhi oleh tata kelola yang ruwet dan tidak terpusat pada satu sistem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) berada di bawah naungan beberapa lembaga. Ada yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama, dan ada pula yang diangkat oleh pemerintah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain terpecah di beberapa lembaga, status kepegawaian juga menyebabkan adanya kasta dalam konteks kesejahteraan. “Jadi kasta Brahmana di sekolah itu ya guru-guru PNS gitu kan. Sementara kasta Sudra itu ya guru-guru honorer,” kata Ubaid saat dihubungi pada Senin, 7 Oktober 2024.
Dengan tata kelola yang ruwet ini, menurut Ubaid, kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru akhirnya tidak terumuskan dengan baik. “Kalau guru itu enggak sejahtera, orang-orang terbaik bangsa ini enggak ada yang mau menjadi guru gitu,” kata dia.
Maka dari itu, Ubaid berharap masalah tata kelola guru bisa diperbaiki di pemerintahan berikutnya. Salah satunya yaitu dengan membuat tata kelola guru yang terpusat pada satu sistem.
Kemendikbudristek sendiri telah mendapatkan tambahan anggaran untuk tahun depan sebesar Rp 10,4 triliun. Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim mengatakan tambahan anggaran tersebut akan difokuskan pada peningkatan kesejahteraan guru dan dosen.
“Salah satu komponen terbesarnya adalah program-program yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, baik tunjangan maupun sertifikasi,” kata Nadiem dalam rilis yang diterima, Rabu 11 September 2024.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.