Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gus Baha Bercanda Soal Penyelesaian Sengketa: Enggak Usah di MK, Cukup jadi Menteri

Gus Baha mengatakan tidak semua sengketa atau perselisihan harus diatasi lewat jalur hukum

6 Maret 2024 | 06.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ulama Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha mengatakan tidak semua sengketa atau perselisihan harus diatasi lewat jalur hukum, baik melalui pengadilan maupun Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, masalah bisa diselesaikan cukup dengan cara diangkat menjadi ‘menteri’.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan Gus Baha yang disampaikan dalam acara Dialog Kebangsaan dengan tema 'Merawat Ukhuwah Kebangsaan Menjaga Persatuan Indonesia' yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DI Yogyakarta, pada Senin, 4 Maret 2024 itu pun menarik perhatian dan viral di media sosial. Pasalnya, kelakar Gus Baha dianggap mirip dengan situasi politik Indonesia saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam dakwahnya itu, Gus Baha awalnya membahas cara-cara Alquran untuk menyelesaikan masalah atau sengketa tanpa merusak ukhuwah (persaudaraan) dan menciptakan rasa benci. Menurutnya, tidak semua perselisihan dan konflik dibawa ke pengadilan, melainkan bisa juga diselesaikan lewat musyawarah.

"Sistem pengadilan di Indonesia ketika ada sengketa itu kadang dilaporkan ke polisi, kemudian silahkan selesaikan secara kekeluargaan, ternyata di kitab saya, memang masalah semestinya dikembalikan ke yang sengketa, siapa tahu mereka punya cara-cara kekeluargaan," terangnya seperti dikutip dari channel YouTube UGM, Selasa, 5 Maret 2024.

Ia lalu memberikan alasan mengapa penyelesaian konflik harus dilakukan secara bersama-sama. Menurut ulama Nahdlatul Ulama (NU) itu, menyelesaikan masalah di pengadilan justru dapat menciptakan masalah baru bagi pihak yang terlibat. Bahkan, penyelesaian konflik di pengadilan bisa menimbulkan dendam hingga dengki.

"Jadi kalau ada orang sengketa silahkan kembalikan ke yang sengketa kata Sayyidina Umar, jangan-jangan mereka punya solusi kekeluargaan. Karena kalau diputuskan di pengadilan itu bisa menimbulkan dendam, hasut, dengki. Tapi jika diselesaikan dengan logika mereka sendiri dengan kearifan mereka sendiri, maka itu lebih baik. Kita ini sering menyelesaikan masalah di pengadilan," ia menambahkan.

Gus Baha selanjutnya melanjutkan pembahasannya dengan memberikan contoh penyelesaian masalah melalui pendekatan kekeluargaan. Sebagai contoh, kata dia, dalam ranah politik konflik dapat diatasi dengan mengangkatnya sebagai menteri.

"Ini juga yang dilupakan, setiap ada masalah itu dikasuskan di pengadilan. Padahal, ini ya andaikan saya dalam posisi pengamat politik, mungkin cerita, padahal bisa diselesaikan, dijadikan menteri, tapi itu ndak, ndak itu ndak wilayah saya," gurau Gus Baha.

"Andaikan saya (pengamat) politik, mungkin contohnya enggak usah di MK lah, (tapi) di-menterikan, andaikan saya politikus. Tapi ndak lah, itu ndak wilayah saya," kata dia disambut tawa hadirin.

Gus Baha menyampaikan tambahan bahwa ajaran Islam menekankan pentingnya hubungan yang baik antara sesama manusia. Hal ini tidak hanya berlaku di antara umat Muslim, tetapi juga melibatkan hubungan dengan umat non muslim.

"La khoiro fi katsirin min najwahum. Diskusi apapun tidak baik, kecuali diskusi-diskusi yang menyuruh kebaikan, menyuruh sedekah al ishlah baina al-nas atau diskusi yang menjadikan kita baik-baik saja, hubungan kenegaraan, hubungan kebangsaan, hubungan kemanusiaan baik-baik saja," kata Gus Baha.

  

RIZKI DEWI AYU

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus