Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hantu Laut Kwatisore

Hanya di Kwatisore, hius paus berenang ke permukaan, menggosok-gosokkan tubuh enam tonnya ke perahu nelayan dan bercanda dengan penyelam. Petualangan laut yang membutuhkan nyali.

18 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA jam menembus ombak Teluk Cenderawasih, pada tengah hari kapal kami—saya dan fotografer Ruly Kesuma—sampai di Resor Kali Lemon, Desa Kwatisore, Kabupaten Nabire, Papua. Sepi. Tak ada sinyal telepon. Seperti kembali ke peradaban silam. Sesekali ada suara burung, anjing liar, desir angin, dan raungan tonggeret. Seekor elang dan rombongan rangkong terbang berpindah dari satu pohon ke pohon lain ketika kami datang, pertengahan Oktober lalu.

Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah taman nasional perairan laut terluas di Indonesia. Ada 150 jenis terumbu karang yang tersebar di tepian 18 pulau besar dan kecil. Koleksi ikannya juga mengagumkan. Lebih dari 200 jenis ikan menjadi penghuni setia kawasan ini. Kekayaan "hutan" bawah laut itulah yang mengundang wisatawan ke sini. Namun, dari sekian banyak jenis ikan di sana, yang sangat ingin kami jumpai adalah ikan hantu.

"Empat hantu Kwatisore sudah menunggu di bagan sejak pagi," ujar Yance Henawi, pemandu selam Kali Lemon. Hantu Kwatisore adalah sebutan untuk hiu paus (Rhincodon typus). Masyarakat Kwatisore memang biasa menyebut hiu paus sebagai hiniotanibre (ikan hantu). "Nelayan lokal menyebutnya ikan hantu karena kerap tiba-tiba muncul di samping perahu dan menggesek-gesekkan tubuhnya ke badan perahu," ujar Ben Gurion Saroy, Kepala Taman Nasional Teluk Cenderawasih, otoritas wilayah laut Kwatisore.

Ikan terbesar di dunia ini memang terlihat menakutkan seperti hantu. Tubuhnya bisa mencapai sembilan ton dengan panjang 10 meter. Nelayan lain di Indonesia bagian timur menyebutnya gurano bintang (hiu bertotol) karena kulitnya bertotol.

Menurut Yance yang asli Kwatisore, masyarakat desa percaya ikan hantu adalah hewan adat. Di Desa Kwatisore, terdapat situs Bukit Batu Meja, yakni bukit setinggi 200 meter yang di atasnya terdapat batu besar berbentuk meja. Dari sana, Kwatisore tampak seperti ekor hiu paus. "Bentuk pulau yang seperti ekor hiu paus membuat kami percaya Kwatisore memang rumah tinggal mereka. Kami dilarang mengkonsumsinya," ujar Yance saat kami berada di atas bagan, rumah dengan jaring terapung di tengah laut yang digunakan nelayan untuk menjaring ikan.

Di bawah bagan itu, hiu paus berkeliaran berburu ikan teri yang tertangkap di jaring-jaring nelayan. Terdengar bunyi ngosh-ngosh-ngosh dari mulut-mulut hiu paus yang menghisap jaring-jaring ikan. Empat hiu paus berwarna keabu-abuan dengan totol-totol putih di sekujur tubuhnya itu memiliki panjang 4-7 meter. Berat mereka diperkirakan 2-3 ton.

Bulu kuduk saya berdiri. Ini pertama kalinya saya melihat ikan raksasa terbesar di bumi. Bagi penyelam, bertemu dengan hiu paus adalah mimpi indah. Mimpi itu saya peroleh di Kwatisore.

Mulut hiu paus menyeringai menakutkan. Namun badannya yang bergerak pelan membuatnya terlihat menggemaskan. "Sepanjang tidak diganggu, mereka tidak berbahaya. Jangan menyelam dekat ekor, bisa kena kibasan ketika mereka bergerak. Juga jangan membawa bunyi-bunyian, pendengarannya sensitif," ujar Bram Muaranaya, yang sejak 2006 sudah melayani wisata selam hiu paus di Kwatisore.

Peralatan selam pun disiapkan. "Ini penyelaman tanpa dasar, buoyancy (kemampuan mengapung) harus bagus," kata Rudy Setiawan, dive master. Peringatan yang membuat saya grogi. Biasa menyelam di kedalaman 20-35 meter, kini harus menyelam di lautan dengan kedalaman 50-100 meter. Jantung saya berdegup.

Dengan backroll, saya turun dari kapal. Sialan, arus laut rupanya sedang deras. Setiap hari mencoba mendekat ke hiu paus, saya selalu terseret menjauh. Pada penyelaman kedua, situasi lebih tenang. Saya menyelam di kedalaman tiga meter dan memilih berpegangan pada salah satu tiang bagan. Posisi ini membuat saya leluasa memotret dan mengamati gerak-gerik ikan dari jarak dekat.

Kali ini ada empat ekor hiu paus. Yang terbesar panjangnya enam meter, terkecil tiga meter. Menurut teori, anak hiu paus biasanya lahir berukuran 80 sentimeter dan setiap tahun rata-rata bertambah panjang 20 sentimeter. Saya perkirakan umur mereka 20-26 tahun.

Mulut hiu paus lebar dan mampu mengisap segala benda. Setelah berhasil mendekatinya, saya meletakkan kepalan tangan di samping mulut. Wow..., daya sedotnya luar biasa kuat. Apa saja benda di sekitar mulut akan diisap tanpa ampun. "Jika merasa yang terisap itu bukan makanannya, biasanya akan disemburkan lagi," ujar Bram. Melayang di atas ekornya, tinggi tubuh saya yang 168 sentimeter hanya seperempat dari tubuh hiu paus sebesar Metro Mini itu.

Sejak tahun lalu, Taman Nasional Teluk Cenderawasih bekerja sama dengan World Wide Fund Indonesia memasang penanda radio frequency identification (RFID tag) dan satelit (satellite tag). Dengan tag ini, peneliti dapat mengamati pola migrasi dan perilaku setiap hiu. "Berdasarkan hasil survei kami, total ada 70 hiu paus yang ditemukan di sekitar Kwatisore. Penelitian selanjutnya 50 ekor telah dipasang penanda RFID sejak Juni 2012, 14 ekor dipasang penanda satelit sejak Mei 2011, dan 8 ekor lagi dipasangi penanda satelit pada April 2013," ujar Beny Ahadian Noor, kepala proyek WWF-Indonesia untuk Teluk Cenderawasih.

Hasilnya? "Beberapa ekor diketahui bergerak hingga Donsol, Filipina. Selama dua minggu, mereka berenang pulang-pergi di kedalaman sekitar 70 meter. Jarak Donsol-Kwatisore sekitar 2.500 kilometer. Jika mereka berenang pulang-pergi selama dua pekan, berarti sehari rata-rata mereka berenang sekitar 350 kilometer. Belum diketahui kenapa mereka bermain begitu jauh.

Sementara ini penelitian masih terus berlangsung dan perlu waktu untuk menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan. Di antara pertanyaan itu adalah kenapa hanya ditemukan dua betina di Kwatisore. Padahal jumlah betina dalam sekumpulan satwa liar biasanya lebih banyak. Di berbagai tempat lain, paus betina juga tidak pernah mau muncul ke permukaan, tapi kenapa mereka muncul di Kwatisore? Kenapa yang datang ke sini hanya yang tanggung-tanggung? Ke mana mereka yang dewasa? Apakah mereka ke Kwatisore hanya mencari makan atau menetap? Di mana mereka kawin dan bagaimana bentuk anaknya?

Sementara peneliti bekerja keras menyibak misteri kehadiran hiu paus di Kwatisore, sejak dua tahun lalu wisatawan semakin banyak mendatangi bagan-bagan Kwatisore untuk melihat hewan langka ini. "Sebagian besar wisatawan datang dengan kapal pesiar selam (diving liveboard)," ujar Casandra Tania, anggota staf peneliti WWF-Indonesia yang berfokus pada hiu paus.

Sewaktu menyelam di sana, saya pun bertemu dengan rombongan penyelam dari berbagai negara yang tergabung dalam trip Seahorse. "Bulan ini kami tiga kali ke Kwatisore, membawa 16 orang, sesuai dengan kapasitas kapal," kata Joe Bates, warga Inggris, Direktur Operasional Seahorse. Hari itu ia memakai kacamata hitam, baju santai, dan topi lebar penahan panas. Bahasa Indonesianya lancar.

Joe tampak akrab berbaur dengan nelayan. Tiga tamunya dengan peralatan fotografi bawah air sibuk melakukan pemotretan hiu paus dengan dua model cantik. "Kami membawa rombongan pemotretan untuk majalah Ocean Geographic," ujar Txus Reiriz, pengusaha asal Spanyol pemilik Seahorse. Mereka membayar Rp 10 juta kepada nelayan bagan selama tiga hari. "Kami membayar mereka agar tidak memancing. Kami tidak ingin tamu-tamu kami terkena pancing ketika menyelam," kata Bates.

"Ini satu-satunya di dunia. Di tempat lain seperti di Australia atau Thailand, susah sekali menemukan hiu paus. Mereka selalu hidup di kedalaman dan jarang muncul ke permukaan. Kadang kami harus menggunakan helikopter untuk mencarinya. Kalaupun bertemu, paling hanya 5-10 menit, sehingga wisatawan harus berenang cepat untuk bisa melihatnya langsung. Tapi, di sini, hiu paus muncul sepanjang tahun dan mau berinteraksi dengan manusia. Ini yang kami cari," ujar Reiriz. l


Taman Nasional Bawah Laut

Surga bawah laut di Indonesia timur tidak hanya ada di Raja Ampat. Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, kita bisa mendapati alam bawah laut yang berbeda. Di sini, hiu paus hadir dan lebih "jinak" daripada ikan lain.

Cara ke Sana

Nabire dapat ditempuh melalui penerbangan via bandar udara Ambon, Biak, atau Jayapura. Dari Ambon tersedia penerbangan Wings Air. Dari Biak tersedia pesawat Susi Air. Sedangkan dari Jayapura tersedia Merpati Air dan Wings Air. Melalui laut, Nabire dapat ditempuh dengan pelayaran kapal Pelni, yang melewati Ambon, Sorong, Manokwari, Biak, dan Jayapura.

Perjalanan dari Nabire ke Kwatisore dapat ditempuh sekitar dua jam dengan kapal cepat carteran (sekitar Rp 5-6 juta sekali jalan), yang berangkat dari Pelabuhan Nabire. Sebaiknya berangkat pada pagi hari karena ombak di Teluk Cenderawasih sering tinggi pada sore hari.

Hiu Paus

Hiu paus adalah ikan yang sangat besar sehingga mirip paus. Makanannya plankton atau binatang dan tumbuhan mikroskopis. Ikan terbesar ini beredar di perairan hangat.

Rata-ratahiu paus memiliki…

  • Panjang: 10 meter (2,5 x mobil Avanza)
  • Berat: 9 ton (5 x mobil Avanza)
  • Umur: 70-100 tahun
  • Lebar bukaan mulut: 1,5 meter
  • Jumlah gigi: 350 buah

    Waktu Terbaik ke Teluk Cenderawasih

  • Sepanjang tahun, terutama November.

    Operator Selam

  • Kali Lemon Resort (Rp 2,5 juta per orang per hari, baik menyelam maupun snorkeling).

    Kapal Pesiar Selam

  • Seahorse (www.indocruise.com)
  • Damai I (www.damai.liveaboarddiving.net)
  • Damai II (www.damai.liveaboarddiving.net)
  • Grand Komodo (www.komodoalordive.com)
  • Putiraja (www.putiraja.com)
  • Rata-rata bertarif
  • US$ 375 per orang per hari
  • Sertifikasi: Semua level

    Obyek Selain Selam Hiu Paus

  • Pengamatan burung: Bukit Soa, sekitar 10 menit dengan kapal cepat dari Resor Kali Lemon, menawarkan hutan primer yang dihuni aneka burung, seperti cenderawasih, kakaktua, rangkong, maleo, dan nuri.
  • Pasar Hewan Suebu, Kwatisore, sejak pukul 22.00 sampai pagi, pasar perolehan perburuan liar, seperti babi hutan, rusa, kasuari, dan ular.
  • Bukit Batu Meja, tempat tertinggi di Kwatisore, menawarkan pemandangan paling bagus lanskap Kwatisore.
    DIVING

    Sangihe dan Talaud, Sulawesi Utara
    Volkano di Bawah Laut

    DI bibir Samudra Pasifik, di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Mindanao di Filipina, berbaris pulau kecil, termasuk Sangihe dan Talaud.

    Sejak pemekaran wilayah pada 2000, Sangihe dan Talaud berpisah, masing-masing menjadi kabupaten sendiri di Provinsi Sulawesi Utara. Namun, di bawah permukaan laut biru Sangihe dan Talaud, keduanya tetap sama: habitat terumbu karang yang aduhai dan ikan yang beraneka ragam.

    Bukan cuma itu, para penyelam juga dapat merasakan "sentuhan" gunung berapi di bawah laut. Di perairan Pulau Mahagetang, sekitar 8 meter di bawah permukaan, penyelam dapat berkejaran dengan gelembung yang bermunculan dari bebatuan kepundan.

    Dua puncak gunung berapi terdapat di perairan ini, dan ini ditandai oleh hangatnya air laut di sekitar kepundan: 37-38 derajat Celsius.

    Orang Sangihe menyebut gunung berapi itu Banua Wuhu. Mereka percaya Banua adalah tempat tinggal dewa-dewa yang bisa murka jika alam laut dirusak manusia. Karena itu, setiap akhir Januari dilakukan upacara adat mempersembahkan emas, yang ditaruh di lorong panjang di bawah laut. Tetua adat menyelam ke sana dan menaburkan emas-emas itu.

    Karena letak tempat itu di perlintasan Samudra Hindia dan jalur gunung api, sebaiknya menyelam pada April-November agar terhindar dari angin barat pada Desember-Maret. Angin barat membuat arus di bawah dan permukaan menjadi deras. Kepulauan Sangihe bisa dicapai dengan terbang ke Manado, lalu naik kapal cepat selama sepuluh jam.

    Selat Lembeh, Sulawesi Utara
    Menyelam dalam Lumpur

    Selat Lembeh mulai terkenal sebagai tempat mengunjungi kemegahan laut kelas wahid yang belum terlalu hiruk oleh turis dan tak jauh dari pusat kota. Hanya perlu 90 menit dari Ibu Kota Manado untuk sampai di selat yang memisahkan kepala Pulau Sulawesi di ujung timur dan Pulau Lembeh ini.

    Berbeda dengan Bunaken, pasir laut Lembeh berwarna hitam. Karena itu, menyelam di selat ini disebut juga muck diving. Jelaga di dasar laut itulah yang membuat Selat Lembeh kaya biota laut. Ada 89 titik penyelaman yang topografi dan penghuni perairannya berbeda-beda. Letaknya yang berada antara Sulawesi dan Maluku serta di antara perairan kepulauan Filipina membuat selat ini memiliki keberagaman hayati yang tinggi.

    Tak ada ombak di Selat Lembeh karena letaknya tersembunyi dari lautan luas. Ketika Bunaken dihembalang gelombang, laut Lembeh tak terkena cipratan sama sekali. Laut tenang membuat penyelaman juga aman. Banyak resor yang menawarkan paket menyelam di sepanjang pantai.

    Anambas, Kepulauan Riau
    Laguna, Penyu, dan Bangkai Kapal

    Pulau Durai hanya sebuah titik di antara 238 pulau yang tersebar di perairan Anambas, Kepulauan Riau. Tak begitu luas, tapi di pulau itulah penyu menyimpan telurnya, dan di perairan pulau itu pula Anda dapat menyelam ditemani hewan tersebut.

    Anambas menawarkan banyak hal berbeda. Di sini terdapat beberapa tempat favorit para penyelam, seperti Karang Katoaka, Pulau Tokong Malang Biru, dan lokasi kapal karam. Seven Skies, tanker yang tenggelam pada 1969 di perairan Pulau Tioman, sekarang telah menjelma menjadi magnet bagi biota laut. Jika beruntung, penyelam akan menemukan hiu paus.

    Daya tarik lain adalah karang dalam laguna yang dibentuk gugusan lima pulau: Pulau Bawah, Sanggah, Murbah, Lidi, dan Pulau Elang. Saat laut surut, gundukan pasir dan karang tampak menonjol, seolah-olah menyambungkan lima pulau tadi. Dari permukaan air laguna, kita bisa melihat ikan yang berkeliaran ke dasar yang berpasir putih.

    Pesawat dari Tanjung Pinang dan Batam melayani penerbangan menuju bandar udara di Pulau Matak, Anambas, enam kali seminggu. Jika Anda memilih transportasi laut, ada kapal Pelni dan perintis dari Tanjung Pinang yang bersandar dua kali sebulan di Pelabuhan Tarempa, ibu kota Anambas.

    Wakatobi, Sulawesi Tenggara
    Menunggang Arus

    WAKATOBI tersusun dari gabungan empat pulau utama: Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Lautnya berarus kencang. Namun setiap pulau punya ciri kuat, baik pada biota laut maupun kontur dasarnya. Waha di Wangi-wangi menyuguhkan tipe terumbu dengan mayoritas kontur berupa dinding.

    Di Kaledupa, ikan kerapu dan kakap mudah ditemukan. Jika menyelam menjelang atau sesudah bulan purnama, kita dapat menikmati aktivitas pemijahan (perkawinan) ikan kerapu di kedalaman 25-40 meter. Lokasi penyelaman yang tak kalah menarik ada di sekitar Pulau Hoga, yang berdekatan dengan Kaledupa.

    Ikan karang di sekitar Tomia lebih beragam dan melimpah-ruah. Sensasi yang disuguhkan adalah berenang bersama ratusan hingga ribuan ikan. Di spot ini juga tersebar table coral atau karang berbentuk meja.

    Binongko satu-satunya pulau yang menghadap ke Laut Flores—tiga yang lain menghadap ke Laut Banda. Perbedaan geografis menyebabkan terumbu di pulau paling selatan ini didominasi karang lunak memanjang seperti tali.

    Daya tarik lain di Wakatobi adalah atol atau terumbu karang cincin. Atol Kaledupa sepanjang 48 kilometer merupakan salah satu yang terpanjang. Saat laut surut, atol bak pulau yang tersundul. Terumbu di atol berbeda ketimbang terumbu di sekitar pulau utama.

    Perairan yang masuk taman nasional ini rata-rata berarus kencang sehingga mendukung gaya drift diving, yaitu menyelam sambil mengikuti arus. Dengan demikian, kita tidak perlu memforsir banyak tenaga.

    Padaido, Papua
    Napoleon di Gua

    Papua tidak hanya memiliki Raja Ampat, Sorong, dan Kwatisore, Nabire, untuk wisata penyelaman yang penuh sensasi. Tapi juga Padaido, Biak. Sementara Raja Ampat terkenal karena keanekaragaman biota lautnya dan Kwatisore terkenal karena hius paus, Padaido terkenal untuk wisata menyelami gua bawah laut (cave diving). Di sana ada Gua Wundi dan beberapa sisa kapal atau pesawat yang tenggelam pada Perang Dunia II (wreck diving).

    Gua Wundi berada tidak jauh dari Pulau Wundi, salah satu pulau berpasir putih di antara gugusan kepulauan Padaido. Untuk ke sana, butuh sekitar tiga jam perjalanan dengan perahu cepat dari Pelabuhan Tip Top, Biak. Pintu gua berada di kedalaman sekitar 12 meter. Terdapat lubang sebesar 2 x 1 meter yang cukup buat penyelam untuk memasukinya. Di dalamnya kita bisa menyusuri lorong sepanjang 18 meter, dengan sejumlah cabang yang belum dieksplorasi. Cahaya matahari cukup leluasa memasuki lorong gua, tapi di tengahnya gelap-gulita.

    Seekor napoleon dan penyu besar setia menunggui gua ini. Si penyu selebar 40 sentimeter biasanya berjaga di dekat mulut gua. Sedangkan napoleon berada di dalam cekungan gua. Koral dan schooling fish banyak menghiasi area di sepanjang cekungan gua. Cocok buat penyelam segala level. Erick Farwas, dive master dari Biak Diving, salah satu guide selam yang menguasai 29 spot penyelaman di seputar Padaido.

    Pulau Derawan, Kalimantan Timur
    Bersama Ubur-Ubur

    Tiga jam bertolak dari Pelabuhan Tengkayu, Tarakan, akhirnya kita tiba di Pulau Derawan. Pulau yang berarti gadis perawan ini menjadi lokasi untuk mendekati pulau-pulau tetangganya: Maratua, Kakaban, dan Sangalaki. Pulau Derawan merupakan habitat penyu hijau terbesar di Asia. Di bawah penginapan apung, Anda bisa menyaksikan penyu raksasa berenang bebas dan penyu Filipina bertelur pada malam terakhir. Selain penyu, berbagai ikan warna-warni, koral, dan tumbuhan laut terhampar di bawah dermaga kayu dekat tempat menginap.

    Satu setengah jam dari Derawan, kita sampai di Pulau Kakaban (artinya kakak). Di balik lebatnya hutan Kakaban terdapat danau payau. Danau yang dikelilingi mangrove ini menjadi habitat ubur-ubur tanpa sengat. Semakin berenang ke dalam, semakin banyak ubur-ubur terbalik (Cassiopea ornata) yang mengajak "berdansa".

    Keunikan alam ini hanya ada dua di dunia, yaitu Pulau Kakaban di Indonesia dan Pulau Mikronesia di kawasan tenggara Pasifik. Selain danaunya, pesona bawah laut Pulau Kakaban menjadi favorit pelancong. Terdapat delapan lokasi penyelaman.

    Live on Board Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur
    Melawan Arus

    Gugusan pulau yang mengelilingi Pulau Komodo tak hanya menawarkan satwa purba ini, tapi juga pemandangan bawah laut yang mengagumkan. Dan itu akan lebih baik jika dilakukan di atas kapal (live on board).

    September lalu, bersama tim Seven Wonders, kami naik kapal pinisi Lataran Komodo. Berangkat dari Labuhan Bajo, lokasi selam terdekat yang bisa disambangi adalah Pulau Sebayor dengan jarak tempuh maksimal satu jam. Kawasan di sekitar pulau ini cocok untuk mengawali petualangan ke 50-an tempat penyelaman yang ada di sekitar Pulau Komodo. Arusnya tidak terlalu besar dan kemiringan karang tidak tajam.

    Di timur laut Pulau Komodo, tempat paling populer untuk menyelam, adalah Castle Rock. Plato sepanjang 20 meter ini tempat yang kerap ditenggeri untuk melihat hiu karang atau lumba-lumba. Kalau mau melihat ikan pari, pindahlah ke daerah barat daya, di Manta Alley.

    Pemandangan terjelas dengan sinar matahari yang tembus sempurna bisa dinikmati antara November dan Januari.

    Hukurila, Maluku
    weWarna Gua Laut

    ANEKA flora dan fauna laut seperti tersedot ke kawasan gua bawah laut di Hukurila, Kecamatan Leitimur Selatan, sebelah selatan Kota Ambon, Maluku. Tepi pulau di kawasan yang menghadap ke Laut Banda ini berkarang—tipologi yang menandakan banyaknya dinding karang dan gua bawah laut.

    Dinding karang dengan beberapa formasi membentuk pintu gua, yang mulai ditemukan pada kedalaman 15 meter. Setelah melintasi pintu ini, kita akan menikmati tontonan berbagai jenis karang dan gerombolan ikan yang lalu-lalang di antara karang.

    Menghunjam lebih ke bawah, di kedalaman 20 meter, terdapat gua raksasa, Hukurila. Di sini bertabur koral halus dan biota laut berwarna-warni yang unik berukuran jumbo, antara lain Nudibranchia atau kelinci laut dan Rhinopias atau sejenis scorpion fish dengan empat warna.

    Pulau Weh, Aceh
    Akuarium Andaman

    Dari Banda Aceh, cukup menumpang kapal cepat selama 45 menit, Anda sudah sampai di pulau ini. Inilah pulau di ujung paling barat Indonesia: Pulau Weh, dengan Ibu Kota Sabang.

    Sebelum pesawat menjadi alat transportasi populer, Pulau Weh merupakan tempat singgah kapal laut yang berangkat ke Tanah Suci. Kini beberapa pantai di pulau seluas 60 kilometer persegi yang dihuni 12 ribu orang ini adalah tempat terasyik buat mengintip kekayaan bawah Laut Andaman.

    Inilah pintu masuk Selat Malaka yang merupakan jalur gunung berapi yang masih aktif. Menyelam di kedalaman 29 meter, Anda bisa menemukan Fumarol, bekas kepundan bawah laut. Dengan snorkeling di laut dangkal Sabang yang berarus pelan, Anda juga dapat menyaksikan kemewahan karang dan ikan. Laut Sabang dihuni aneka ikan, termasuk hiu bermulut lebar, yang hanya ditemukan di Samudra Pasifik dan Atlantik; penyu; serta belut.

    Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
    Hiu dan Terumbu

    Aulia, seorang aktivis lingkungan hidup, melihat lima hantu ganas ini berenang mendekati dirinya di perairan Tanjung Makwoy, perairan Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Seperti dikatakan kawan-kawannya, cepat ia menunduk, menelungkupkan diri di dasar perairan. Cara ini diyakini dapat mengusir hiu.

    Jantungnya berdegup keras. Namun, setelah jarak Aulia dengan karnivora bersirip hitam dan bergaris putih itu sekitar enam meter, mereka menghilang pergi. Hiu jenis ini tidak ganas.

    Hiu merupakan ikon Raja Ampat. Dari jarak tiga puluhan meter, jelas sekali penyelam seperti Aulia dapat melihat hiu itu mendekat, mengamati, lalu menjauh.

    Laut biru di perairan Pulau Batanta ini amat jernih. Dari permukaan kita bisa menyaksikan terumbu yang tumbuh menjulang: pucuknya gosong dibakar matahari, tumbuh di atas permukaan laut, akarnya jauh di dasar laut.

    Di perairan Raja Ampat terdapat empat pulau, yaitu Waigeo, Misool, Slawati, dan Batanta di sebelah barat Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Patahan karang yang berfungsi sebagai rumah ikan terhampar di dasar perairan. Banyak dinding karang menghiasi topografi dasar laut.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus