Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putra tersayang itu pulang. Maka ruang keluarga di rumah tua itu tiba-tiba hening dan khidmat oleh rasa syukur dan bahagia. Tuan rumah—mantan presiden Soeharto—menatap lekat-lekat ke arah putra bungsunya, Hutomo Mandala Putra, dengan sepasang mata lamur. Tommy bersimpuh di hadapan bapaknya. Dia bersungkem, menyentuhkan kening di ujung lutut sang ayahanda. Soeharto tersenyum. Seisi ruangan menahan haru.
Silaturahmi yang mesra itu berlangsung Selasa pekan lalu di Jalan Cendana 9-10, Menteng, Jakarta Pusat—kediaman keluarga Soeharto. Sehari sebelumnya, Tommy kembali ke rumah itu setelah menjalani masa hukuman bui 4 tahun 11 bulan. Tak banyak kalimat yang mereka ucapkan. Pertemuan ayah-anak hanya berlangsung sekitar 15 menit. Lalu, Soeharto kembali ke dalam kamarnya.
Hampir semua anggota keluarga besar penguasa Orde Baru itu hadir di sana. Sekitar 20 orang, dari anak hingga cicit. Di luar keluarga, hanya ada Sugeng Suprawoto—kawan dekat keluarga Cendana—penyanyi dangdut Camelia Malik dan Sulaeman Wahab Al-Jabri, dua karib Tommy. ”Semuanya bersyukur,” Sugeng melukiskan kembali pertemuan itu kepada Tempo.
Sugeng menuturkan, Jenderal Besar sempat kelelahan setelah menerima tamu-tamu Lebaran. Itu sebabnya ia tak dapat berlama-lama duduk di tengah reuni keluarga Cendana itu. Anggota keluarga lain kemudian melanjutkan acara syukuran dengan berdoa bersama. Mereka bertasyakur serta makan tumpeng bersama-sama. Secara bergiliran Tommy menanyakan kabar tiap keponakannya. Menurut Sugeng, dia sempat bercanda dengan Tommy menanyakan bobot tubuhnya yang bertambah. ”Tommy tertawa dan bilang di dalam penjara kan ada makanan juga,” kata Sugeng.
Di dekat Cendana, beberapa pemuda duduk-duduk di warung kelontong di depan rumah Tommy, di Jalan Yusuf Adiwinata nomor 4. Mereka berseragam kaus jingga bertuliskan ”HMP Reborn”. ”Kamilah yang berunjuk rasa di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta Menteri Hamid Awaludin segera membebaskan Mas Tommy,” seseorang dari mereka sesumbar kepada wartawan majalah ini.
Pagi sehari sebelumnya, bekas pembalap Tinton Soeprapto nongkrong sambil makan ketoprak di depan Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Dia sedang menunggu diizinkan masuk untuk menjemput Tommy. ”Saya sudah tahu Mas Tommy akan keluar sejak sebelum Lebaran,” kata Tinton kepada Tempo, pekan lalu. Dari siapa? ”Feeling saja,” ujarnya dengan enteng.
Feeling Tinton bisa jadi amatlah tajam. Tapi yang jelas, Elza Syarif, pengacara Tommy, sudah mengajukan permohonan pembebasan bersyarat kepada pemerintah sejak Mei lalu. Tinton dikenal sebagai sahabat Tommy. Di PT Sarana Sirkuitindo Utama pengelola sirkuit balap di Sentul, Jawa Barat, Tinton menjadi direktur utama, dan Tommy menjabat presiden komisarisnya. Tinton rajin mengurus segala keperluan Tommy selama dipenjara. ”Sejak di Nusakambangan sampai Cipinang,” katanya.
Setelah ketoprak di piring tandas, Tinton masuk ke sel Tommy. Di dalam, bos grup Humpuss itu sudah rapi. Dia terjaga sejak subuh. Bercelana jins, kaus putih berpalut kemeja putih, dan topi denim biru tua, Tommy siap meninggalkan penjara yang dihuninya sejak dipindahkan dari Nusakambangan pada April lalu. ”Dia tidak membawa apa-apa, cuma pakaian di badan,” kata Tinton.
Empat jam berlalu di dalam penjara. Rombongan penjemput Tommy mulai gelisah. Selain Tinton, ada empat pemuda berbadan kekar yang siap mengawal. Di luar gerbang, seratusan wartawan sudah menanti untuk meliput peristiwa pembebasan itu. ”Kalau mau menghindari wartawan, sih, enaknya keluar penjara pagi-pagi sekali,” kata Tinton.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Wibowo Joko Harjono, mengakui jadwal pembebasan Tommy sempat molor. ”Ada surat-surat administrasi yang belum selesai,” katanya. Selain itu, dia mengatakan harus menghubungi Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan Balai Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, agar siap menerima Tommy. Aha, sepanjang proses itu, Menteri Hamid Awaludin berkali-kali menghubungi Wibowo menanyakan situasi di lapangan.
Tepat tengah hari, Tommy dipindahkan dari selnya ke ruang steril, selangkah lagi dari pintu keluar penjara Cipinang. ”Dari ruangan itu kami bisa mendengar wartawan ngobrol di luar,” kata Tinton. Dua jam kemudian, Tommy bersama rombongannya muncul di gerbang. Para pengawal bersama petugas penjara membuka jalan menyibak kerumunan wartawan yang sudah menunggu sejak pagi.
Sempat terjadi tawuran kecil antara pengawal dan puluhan wartawan yang berebut mengambil gambar. Namun, Tommy dapat dilarikan dengan Toyota Alphard perak. ”Mas Tommy tidak sempat makan siang, padahal sudah pesan,” kata Tinton. Sepeninggal Tommy, seluruh pakaian, sepatu, dan barang lain di selnya diserbu napi Cipinang. ”Semuanya habis dibagi anak-anak,” kata Wibowo.
Setelah bebas, Tommy langsung bekerja. Tanpa membuang waktu, Rabu siang pekan lalu Tommy dikabarkan memimpin rapat direksi di perusahaannya, Grup Humpuss. Mesin uangnya yang paling kinclong, PT Humpuss Intermoda Transportasi, berkantor di lantai sembilan Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan—bersama sejumlah perusahaan lain di bawah bendera Humpuss.
Sekretaris perusahaan itu, Meidya Amora, menolak memberi konfirmasi soal kehadiran Tommy. Sedangkan Direktur Keuangan Humpuss, Judi Sugiatno, tegas-tegas membantah. ”Rapat direksi memang selalu diadakan awal bulan,” katanya. Yang tampak di sana justru keponakan Tommy, Ari Haryo Wibowo alias Ari Sigit, yang juga Komisaris Grup Humpuss. ”Saya belum tahu,” katanya ketika ditanya mulai kapan Tommy akan rutin berkantor di Granadi.
Hampir semua orang kepercayaan Tommy mengaku bos besar mereka sepanjang pekan lalu masih beristirahat. Sejak bebas, rumah Tommy memang tak pernah sepi dari pengunjung. Ada saja mobil mewah yang parkir di depan kediamannya. Yang belum sempat datang, mengirim karangan bunga. Pada hari pertama, artis Yenny Rachman, Roy Marten, dan Leroy Osmani datang bersowan. Juga advokat Otto Cornelis Kaligis, yang menangani kasus perceraian Tommy dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani. ”Semua temannya diterima satu per satu di ruang tamu rumah Mas Tommy,” kata seorang tamu yang menolak disebut namanya.
Rencana Tommy selepas penjara masih belum terang benar. Yang jelas hanya ini: Tommy berupaya keras menghindari sorotan publik. Acara syukuran atas kebebasannya, yang dirancang Tinton di Sirkuit Sentul, Jumat siang lalu, dilewatkan begitu saja. Padahal spanduk besar bertuliskan ”Syukuran Kehadiran Presiden Komisaris PT Sarana Sirkuitindo Utama, Bersama Kami Kembali” sudah terpasang di depan tribun utama.
Sekretaris pribadi Tommy, Indriyani Yastiningtyas, mengaku belum mendapat izin membuka rencana kerja bosnya. ”Tunggu saja. Akan ada konferensi pers dalam waktu dekat,” katanya.
Ketika puluhan wartawan merubunginya pada Senin lalu sembari memberondong dia dengan pertanyaan soal masa depan, Tommy menjawab dengan pendek saja. Katanya: ”Saya akan senang-senang dululah.”
Wahyu Dhyatmika, Yophiandi, Yuliawati, Riky Ferdianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo