Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hikayat Dua Wakil

3 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH rumah di Jalan Purwakarta 6, Jakarta Pusat, Sabtu sore dua pekan lalu. Dua wakil presiden bertemu: yang bertamu Jusuf Kalla, wakil presiden saat ini, dan tuan rumahnya Try Sutrisno, wakil presiden zaman Soeharto. Satu setengah jam berbincang, Jusuf Kalla berpamitan. Baru sampai di depan pintu, keduanya dicegat kamera wartawan.

Try menjelaskan lebih dulu. Menurut dia, mereka berdua saling bertukar informasi soal kebijakan pemerintah. Try mengaku bisa memahami latar belakang keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kalla mengatakan punya kewajiban menyampaikan informasi tentang kebijakan pemerintah kepada seniornya. ”Kita sharing informasi saja,” ujarnya.

Semula tak ada yang spesial. Tapi belakangan beredar isu tak sedap. Ada kabar Try berhasil ”ditaklukkan” Jusuf Kalla. Mertua mantan Kepala Staf AD Jenderal Ryamizard Ryacudu ini dianggap tak lagi sehaluan dengan para tokoh yang selama empat bulan terakhir runtang-runtung mengkritik pemerintah SBY-JK. Sejak Juni lalu, Try memang ikut ”road show” pertemuan para tokoh yang digelar secara maraton. Dua mantan presiden terlibat: Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Juga ada bekas calon presiden Wiranto, Akbar Tandjung, dan suami Mega, Taufiq Kiemas. Pertemuan yang dimotori mantan aktivis 1974 Hariman Siregar ini terakhir dilakukan di rumah Akbar Tandjung, tiga hari sebelum Try menerima Kalla di rumahnya.

Meski tak mengklaim diri sebagai oposisi, para mantan menyatakan bersimpang jalan dengan pemerintah. Dari soal urusan kesepakatan damai Aceh hingga soal kenaikan harga BBM. Seusai bertemu di rumah Akbar Tandjung, kepada wartawan Try berkata, ”Kami tak ingin rakyat terbebani oleh kenaikan harga BBM.”

Tak cuma ikut rembukan para mantan, Try juga bergerak ke kalangan Keluarga Besar ABRI (KBA). Lembaga ini dulu dikenal sebagai penyokong penuh SBY-JK dalam Pemilu 2004. Belakangan, hubungan mereka merenggang karena banyak kebijakan pemerintah yang dianggap tak berpihak pada rakyat dan melanggar negara kesatuan Indonesia. Sebagai senior, Try dianggap bisa menjadi lokomotif para purnawirawan.

Namun, pertemuan petang hari dengan JK mengubah segalanya. Media massa melansir pernyataan Try Sutrisno yang terkesan menyokong pemerintah. Gus Dur, sejawat Try dalam gerakan itu, berang. Di kantor pusat Nahdlatul Ulama, ia menggelar jumpa pers. Katanya, ada yang memelintir ucapan Try Sutrisno. ”Pernyataan bahwa Pak Try memahami kenaikan harga BBM dari Jusuf Kalla bukan dari Pak Try sendiri,” ujarnya. Menurut si Gus, Try bersama dirinya tetap solid meminta pemerintah menunda kenaikan harga BBM.

Keadaan sempat kacau. Bahkan mantan Kepala Sosial Politik ABRI, Letjen (Purn.) Haryoto P.S., harus mengontak Try Sutrisno menanyakan kabar itu. ”Ternyata sikap Pak Try tidak berubah. Beliau memang memahami penjelasan Wapres, tapi pemahaman itu tidak akan mengubah sikap beliau,” ujarnya. Kata Haryoto, kondisi waktu itu tak memungkinkan Sutrisno bicara banyak. ”Wong begitu keluar, langsung ditodong kamera,” ujarnya.

Alwi Hamu, staf khusus Wakil Presiden, membantah Kalla memelintir pertemuan itu. ”Pak Kalla bukan tipe orang yang suka memelintir berita,” ujarnya. Sebaliknya, Alwi meminta Gus Dur mendengarkan lagi rekaman wawancara televisi. ”Di situ jelas yang bicara adalah Pak Try,” katanya.

Alwi juga menepis dugaan ada deal dalam pertemuan itu. Menurut dia, Kalla sengaja menemui mantan wakil presiden itu untuk membuka komunikasi. Soalnya, para purnawirawan jenderal dulu punya kontribusi besar mendukung SBY-JK. ”Silaturahmi ini sekalian menjelaskan kebijakan pemerintah, agar beliau tidak menerima yang sepotong-sepotong,” ujarnya. Pertemuan itu, kata Alwi, atas sepengetahuan Yudhoyono.

Meski dibantah berkali-kali, tetap saja sesepuh TNI ngedumel dengan sikap Sutrisno. Dalam dua kali pertemuan rutin yang digelar para purnawirawan TNI di sebuah hotel itu, perubahan sikap Try tersebut jadi omongan. ”Pak Try itu terlalu baik. Baik dan tidak tegas itu tipis batasnya,” kata seorang pensiunan jenderal bintang tiga. Karena kesal, purnawirawan itu akan ambil sikap. Katanya, dalam pertemuan para mantan berikutnya, ”Demi kebaikan bersama, Pak Try sebaiknya absen saja dulu.”

Widiarsi Agustina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus