Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI berstatus tersangka korupsi, lebih dari dua tahun ini Burhanuddin Husin tetap menjalani aktivitasnya sebagai Bupati Kampar, Provinsi Riau. Ditetapkan sebagai pesakitan sejak awal Juni 2008, saban hari ia berkantor di Jalan Lingkar Bangkinang STA 700. Sesekali ia melakukan kunjungan dinas ke kecamatan dan desa di wilayahnya.
Burhanuddin dituding terlibat korupsi Rp 1,3 triliun dalam pemberian izin kehutanan di Kabupaten Pela lawan bersama dua bekas Kepala Dinas Kehutanan Riau lainnya, Syuhada Tasman dan Asrar Rahman. Tiga pejabat ini ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK setelah bekas Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar divonis 11 tahun penjara. Proses hukum Azmun saat ini masuk tahap peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Asrar Rahman telah ditahan sejak Februari lalu dan sedang menjalani proses persidangan. Adapun Burhanud din dan Syuhada tetap asoi geboi sebagai orang bebas. S.F. Marbun, kuasa hukum Tengku Azmun, mempersoalkan diskriminasi ini. ”Mengapa KPK membeda-bedakan?” katanya.
Seorang bekas pejabat teras KPK juga menilai janggal proses hukum yang dilalui dua tersangka korupsi tersebut. Menurut aturan, setelah jadi tersangka, hanya butuh paling lama 30 hari bagi seseorang untuk dimajukan ke pengadilan. Apalagi di KPK tidak mengenal adanya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). ”Jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, artinya alat bukti sudah lengkap,” katanya.
Wakil Ketua KPK Haryono Umar membantah ada perlakuan istimewa terhadap dua tersangka itu. Menurut dia, tidak ada aturan jangka waktu bagi seorang tersangka untuk dibawa ke pengadilan. Masalah waktu tergantung kelengkapan alat bukti. Haryono memastikan dua tersangka kasus korupsi izin kehutanan itu akan diseret ke meja hijau. ”Kalau sudah tersangka, pasti akan diproses,” katanya.
Burhanuddin belum bisa dimintai komentar. Jumat pekan lalu, Tempo menyambangi rumah dan kantornya, tapi Burhanuddin tidak ada di tempat. ”Bapak tidak masuk kerja. Ada urusan ke luar kota,” ujar Mahmuddin, petugas pamong praja yang berjaga di ruangan Burhanuddin. Namun, beberapa waktu sebelumnya, kepada Tempo dia mengatakan menghormati proses hukum di KPK.
Dalam pantauan Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson F. Yuntho, kemacetan pengungkapan perkara korupsi tak hanya terjadi dalam kasus korupsi kehutanan. Menurut dia, sejumlah kasus besar yang ditangani KPK juga jalan di tempat.
Emerson menyebut tiga kasus besar yang menarik perhatian publik tapi pengusutannya tak kunjung tuntas. Pertama, kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. ”Peran Paskah Suzetta sangat kuat, tapi mengapa seperti tak tersentuh,” katanya.
Peran Paskah telah terkuak dalam persidangan empat bekas kolega Paskah di Komisi Keuangan dan Perbank an DPR periode 2004-2009: Udju Juhaeri, Endin A.J. Soefihara, Dudhie Makmun Murod, dan Hamka Yandhu.
Hamka dalam persidangan mengaku telah memberikan cek pelawat Rp 600 juta kepada bekas Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional ini. Cek ini antara lain digunakan Paskah untuk membeli mobil Honda CR-V.
Ketika dihadirkan di persidangan, Min Hui, pegawai showroom tempat Paskah membeli mobil itu, menyatakan menerima lima cek pelawat dari Paskah sebagai pembayaran pembelian mobil. Namun Paskah keras membantah menerima cek dan memakainya untuk membeli oto.
Dokumen pemeriksaan Hamka mencatat, Paskah yang mengarahkan semua anggota Fraksi Golkar di Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004 agar memi lih Miranda.
Selain Paskah, menurut Emerson, keterlibatan politikus PDI Perjuang an Panda Nababan sulit dimungkiri dalam kasus cek pelawat. Dudhie Makmun dalam persidangan mengaku pernah diperintah Panda mengambil cek dari seseorang di Restoran Bebek Bali, Senayan. Cek itu yang kemudian dibagikan ke sejumlah anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi Ke uangan DPR. ”Bukti keterlibatan Panda terungkap secara jelas,” kata Emerson. ”Apa lagi yang kurang?” Panda, yang diduga kecipratan Rp 1,45 miliar, dalam berbagai kesempatan menolak tudingan Dudhie.
Selain itu, Emerson menyorot kelambatan KPK menuntaskan dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran yang melibatkan bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.
Padahal, dalam kasus ini, awal Januari lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengganjar bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Maward dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Dia dinilai terbukti terlibat korupsi peng adaan mobil pemadam kebakaran. Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba menilai Hari Sabarno juga harus ikut bertanggung jawab dalam perkara ini.
Soal tudingan ini, Hari Sabarno belum bisa dimintai tanggapan. Namun, pada 26 Juni silam, lewat surat tulisan tangannya yang dikirim ke redaksi Tempo, Hari menolak semua tudingan Oentarto. ”Saya tidak melakukan tindak pidana,” katanya.
Terakhir, Emerson menilai satu kasus lain yang perlu mendapat penuntas an segera oleh KPK adalah dugaan suap proyek infrastruktur di Departemen Perhubungan yang melibatkan politi kus Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun. Menurut dia, pengakuan Risco Pesiwarissa, ajudan sang politikus, sudah bisa menjadi bukti kuat untuk menjadikan Jhonny sebagai tersangka.
Risco adalah saksi penting dalam kasus suap dana stimulus proyek infrastruktur Indonesia timur yang telah mengantarkan anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Hadi Djamal, ke penjara.
Di pengadilan, Abdul Hadi menyatakan telah menyerahkan duit Rp 1 miliar kepada Jhonny lewat Risco. Duit itu berasal dari Hontjo Kurniawan, Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bhakti, yang mengincar proyek departemen. Jhonny Allen berulang kali membantah tudingan Abdul Hadi dan Risco.
Haryono Umar memastikan KPK tidak berhenti mengusut dua kasus besar tersebut. Dia menerangkan para penyi dik terus bekerja mengumpulkan alat bukti. ”Kami tidak berhenti,” katanya. ”Kalau menurut hukum alat bukti cukup, pasti kami proses.”
Dia juga menegaskan tidak ada ke khawatiran sedikit pun bagi KPK dalam menangani dua kasus itu. ”Semua ini lebih soal proses penyidikan. Tidak ada intervensi,” ujar Haryono. Sumber Tempo di KPK juga memastikan akan ada langkah hukum lanjutan bagi ketiga tokoh kakap tersebut. ”Ini soal ti ming saja. Pasti diproses.” katanya.
Bagi Emerson Yuntho, penuntasan tiga kasus itu adalah pertaruhan KPK. Jika komisi ini tak juga bergerak, secara berkelakar Emerson menawarkan solusi lain, ”Kita perlu memanggil ahli hipnotis Rommy Rafael agar membuat pimpinan KPK tidak lesu darah.”
Setri Yasra, Jupernalis Samosir (Kampar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo