MAMPIRLAH di Derepan. Dusun ini di Desa Menoreh, 10 km sebelah barat Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Di sini, menjelang larut malam terdengar kaum ibu berdendang: Mari-mari Ibu PKK/Kita bantu bapaknya jaga/Dengan mengambil dua sendok beras jimpitan/Untuk dikumpulkan/Persiapan-persiapan kebutuhan. Bapak baru jaga/lbu juga ikut serta/Anaknya di rumah/Baru tidur sama simbah. Ibu-ibu meronda kampung? Memang. Mereka berbaju hitam dan berkolor lebar, mirip celana Bang Jampang Betawi. Di pinggang tergantung senter dan pentungan bambu, di tangan kanan ketat tergenggam kentongan plus alat pemukulnya. Awalnya dari eksperimen Tholib ketika meramaikan karnaval 17 Agustus, tiga tahun silam. Ia ingin menampilkan sesuatu yang baru. Sersan kepala di Koramil ini sudah jenuh dengan kesenian jatilan, kubro siswo, atau selawatan. Tholib memerintahkan 13 anggota PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) itu membeli atau meminjam baju dan celana kolor hitam, senter tanpa batere, pentung bambu, kentongan, angklung, dan kendang. Tholib menunjuk Nyonya Darmadi, 40 tahun, sebagai komandan. Ia pinjamkan kopel rim dan sarung pistol untuk pernik si komandan. Di hari karnaval, ibu-ibu berseragam unik itu berbaris. Tiga terdepan memainkan angklung, dua di belakang mengayun marakas, alias icik-icik. Lima lagi di belakang main kentongan. Tiga terakhir memukul kendang. Di ekor barisan, Tholib menabuh jidor, yakni semacam beduk. Hebat. Iringan ibu nan 13 itu, menyanyi sambil juga setengah berjoget. Lagu dan tari itu buatan Tholib. Temanya tentang KB, pendidikan anak, siskamling, dan bebas 3 buta. Kontan, atraksi baru ini disambut meriah oleh masyarakat. Sekian hari sesudah acara itu, mereka rapat. Di situ digagas: seragam tersebut jangan lagi dilipat. Tim ini bukan cuma untuk membuat orang ketawa sesaat, dan PKK, jangan dikira singkatan "Perempuan Kurang Kerja". Maka, mereka sepakat mengembangkan jadi tim siskamling permanen. Malamnya mereka ikut ronda. Sip. Supaya aman, jam dinas ditetapkan mulai pukul 21.00 hingga pukul 23.00 saja. Tugas utama: mengambil beras jimpitan (jenis iuran in natura) tanda setiakawan dan sosial, yang disalurkan melalui pengurus PKK. Penduduk dusun ini 63 kk. Mereka dibagi dalam tiga kelompok. Tiap kelompok bertugas tiga malam sekali. "Selebih jam itu menjadi kewajiban para bapak," ujar Nyonya Darmadi, ketua tim ronda. Sejak mereka turun ronda, para suami tidak ada alasan lagi malas siskamling. Malu. Sebab, wanita saja rondanya aktif. "Pakai absen lagi," tutur jebolan SPG itu kepada Muhamad Aji Surya dari TEMPO. Saat ini tim terdiri dari 10 ibu setengah baya, ditambah 3 cewek siswa SMA. Ibu-ibu setengah umur dipilih, menurut Nyonya Darmadi, karena umumnya peserta KB Lestari. Jadi, tidak bakal hamil lagi. Dan, tak ada cuti hamil. Tapi ketiga gadis SMA itu ikut karena belum berminat nikah. Jika ada yang kawin (Nyonya Istadi misalnya), ia diberi cuti dua bulan. Mereka memang ibu-ibu pilihan. Mereka juga belum pernah jumpa yang aneh-aneh. Dan kalau ada maling, tinggal memukul kentong empat kali, sebagai tanda ada pencuri. "Masyarakat akan datang membantu," tutur Nyonya Istadi, ibu dua anak itu. Elok, kalau ibu-ibu se-Indonesia mengikuti jejak kaumnya nun di lereng Bukit Menoreh ini. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini