Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Indri Badria Adilina, penemu katalis pengekstrak vanilin: Mantra Ajaib Katalis

Indri Badria Adilina menemukan zat-zat bahan baku produk industri yang diolah dari sumber daya alam lokal. Bisa mengurangi ketergantungan pada katalis impor.

18 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjadi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada usia 23 tahun membuat Indri Badria Adilina lumayan tenar di lembaga itu ketika awal masuk pada 2005. Apalagi, menurut pelaksana tugas Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Raden Arthur Lelono, bidang yang dimasuki lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, itu terbilang langka: katalis.

Indri terpesona oleh katalis sejak kuliah di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpad pada 2002-2005. Ia menyelesaikan studi sarjana hanya tiga tahun, lalu diterima di LIPI. Perempuan kelahiran Jakarta pada 1982 ini kian jatuh cinta dan menekuni katalis setelah menjadi peneliti. “Katalis itu seperti mantra sihir,” katanya.

Katalis adalah zat yang mempercepat sebuah reaksi kimia yang menghasilkan zat lain yang lebih berguna. Di LIPI, Indri memfokuskan diri pada penelitian katalis vanilin—zat sintetis penguat rasa dan aroma vanila—tapi bukan dari daun, melainkan dari ekstrak cengkih, yang selama ini hanya dikenal sebagai bahan dasar pencampur tembakau dalam rokok dan minyak gosok.

Indri tertarik meneliti cengkih karena pada awal 2000 banyak peneliti yang meriset biomassa dan minyak atsiri. Indri mulai mengenali karakteristik cengkih dan sifat-sifatnya dengan merisetnya lebih detail. Dari situ Indri tahu salah satu kandungan minyak cengkih memiliki potensi diubah menjadi vanilin dari eugenol yang tinggi, 70-95 persen. Eugenol adalah bahan baku utama untuk menghasilkan isoeugenol yang dapat diubah menjadi vanilin.

Indri menjelaskan, secara sederhana, katalis merupakan sebuah zat yang mempercepat laju reaksi kimia. “Seluruh penelitian yang sifatnya mengubah sebuah senyawa menjadi bahan kimia yang lain membutuhkan katalis,” tuturnya.

Pengetahuannya tentang katalis mulai meluas setelah ia berkenalan dengan seorang profesor dari Jepang. Rupanya, di Jepang, zat padat lebih banyak dipakai sebagai katalis, bukan lagi zat cair seperti yang lazim di Indonesia. Kelemahan katalis cair adalah hanya bisa dipakai sekali untuk satu kali proses katalisis. Sedangkan katalis padat bisa dipakai berulang kali sehingga lebih hemat dan ramah lingkungan.

Perkenalan dengan profesor Jepang itu juga mendorongnya melanjutkan studi ke jenjang S-2 di Negeri Matahari Terbit. “Mimpi saya agak tidak realistis: membawa teknologi yang ada di sana ke dalam negeri,” ucapnya. Ia diterima di Chiba University dengan fokus studi katalis di departemen kimia terapan dan bioteknologi di bawah pengawasan Profesor Shogo Shimazu.

Saat menempuh studi lanjutan tersebut, Indri belajar meramu katalis padat yang menggunakan tanah lempung sintetis sebagai “badan” pendukung katalis. Dalam tesisnya pada 2010, ia memobilisasi porfirin kobalt pada mineral lempung dan katalisnya. Dengan oksigen molekuler, ia lalu mengoksidasi secara aerob kandungan isoeugenol pada minyak cengkih sehingga bisa diubah menjadi vanilin.

Kembali ke Indonesia, penelitiannya tentang katalis padat ia teruskan. Materialnya memakai tanah lempung seperti bentonit dan zeolit, yang memiliki karakteristik sama dan tersedia melimpah di Indonesia. Katalis padat itu ia terapkan untuk menghasilkan vanilin dari minyak cengkih.

Vanilin banyak dipakai oleh industri dalam negeri dengan membeli dari luar negeri, umumnya dari Prancis. Vanilin sintetis tersebut diproses memakai salah satu kandungan minyak bumi. “Kita memiliki sumber daya cengkih yang melimpah, dan ini bahan alami yang baik untuk mendapatkan vanilin,” ujar Indri.


Pengalaman meneliti katalis di Jepang membuka mata Indri untuk memakai produk alami dalam negeri yang sangat melimpah. “Kita ini punya banyak sumber daya, tapi teknologinya belum berkembang sehingga sumber daya ini tidak diolah dengan baik,” katanya. Di Jepang, yang terjadi sebaliknya: mereka punya teknologi tapi minim sumber daya alam.


 

Indri mencoba-coba beragam formula katalis dengan bahan yang paling mudah ditemukan di dalam negeri. Pada 2018, penelitiannya membuahkan paten. Ia mendapat paten atas pengembangan katalis kobalt (Co), ferum (Fe/besi), dan mangan (Mn) berbasis tanah liat atau lempung untuk konversi minyak cengkih menjadi vanilin.

Dengan penelitian ini, Indri berharap industri yang biasa menggunakan vanilin, khususnya industri pangan, tidak lagi mengimpor bahan pewangi itu. Dus, petani cengkih menjadi punya harapan karena pasarnya terbuka di dalam negeri. Menurut Indri, banyak industri yang konsisten membutuhkan cengkih untuk diekstrak menjadi vanilin.

Mantra Ajaib Katalis/Tempo

Pengalaman meneliti katalis di Jepang membuka mata Indri untuk memakai produk alami dalam negeri yang sangat melimpah. “Kita ini punya banyak sumber daya, tapi teknologinya belum berkembang sehingga sumber daya ini tidak diolah dengan baik,” katanya. Di Jepang, yang terjadi sebaliknya: mereka punya teknologi tapi minim sumber daya alam.

Menurut Arthur Lelono, penelitian Indri merupakan satu terobosan dalam dunia katalis. Berkat riset itu pula Indri kerap mewakili LIPI dan Indonesia dalam berbagai penelitian kolaborasi, seminar, dan konferensi katalis di tingkat dunia. Di kalangan peneliti, nama Indri Badria Adilina sudah identik dengan katalis.

Selain berhasil mengubah eugenol pada minyak cengkih menjadi vanilin, Indri bisa menghasilkan mentol dari serai wangi. Ia menciptakan katalis nikel (Ni) berbasis zeolit untuk mengkonversi ekstrak minyak serai menjadi isopulegol. Senyawa inilah yang menjadi basis untuk dikonversi menjadi mentol yang biasa dipakai industri pangan dan obat.

Selain meneliti dan menghasilkan produk untuk industri pangan, fokus Indri adalah mengolah limbah biomassa menjadi bahan bakar nabati. Sejak 2017, berkat beasiswa Newton Fund, ia memboyong suaminya, yang juga peneliti fisika, dan anaknya, yang berusia dua tahun, tinggal di Inggris guna meneliti limbah kelapa sawit untuk diubah menjadi bahan bakar nabati. Ibunya bahkan menemani karena ia sedang hamil anak kedua.

Dalam penelitian itu, Indri mengubah gliserol, produk samping biodiesel, menjadi polimer untuk atap rumah hingga selubung telepon seluler. Gliserol biasanya dibutuhkan industri untuk bahan baku pembuatan sabun. Indri menambahkan karbon dioksida sehingga menghasilkan gliserol karbonat yang ia ubah menjadi polimer siap pakai. Selain menghasilkan bahan baku, penelitian ini sekaligus menyempurnakan riset peneliti lain yang memakai polimer untuk menyerap karbon dioksida di udara.

Indri memegang tujuh paten, antara lainProses Peningkatan Kualitas Bio-Oil dan Senyawa Turunannya Menggunakan Katalis Nikel-Molibdenum yang Disangga Lempung Bentonit Terpolarisasi” serta “Proses Pembuatan Katalis Padat Logam-Porifirin Berpenyangga Bentonit”.

Agar katalis makin populer, Indri berencana menghidupkan Komunitas Katalis Indonesia. “Ada dua katalis yang bisa dijual di Indonesia, yaitu metodenya dan produk hasil dari katalisis,” ujarnya. Dengan hasil penelitian siap pakai itu, ia berharap industri tak lagi membeli katalis luar negeri yang mahal. 

 


 

Indri Badria Adilina

Tempat dan tanggal lahir:

Jakarta, 3 Mei 1982

Pendidikan: Jurusan Kimia Fakultas Ilmu Alam Universitas Padjadjaran; Kimia Terapan dan Bioteknologi Chiba University, Jepang; Kimia Terapan dan Bioteknologi Chiba University, Jepang

Pekerjaan: Peneliti di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Penghargaan: Pemenang ISIS Neutron and Muon Source Impact Awards 2019; Pemenang STFC-LIPI Newton Fund Research Grant 2017; Kavil Frontiers of Science Fellow 2015, Indonesian Academy of Sciences-US National Academy Sciences; Best Presentation Award ITSF Seminar 2015, Indonesian Toray Science Foundation; Pemenang Science & Technology Research Grant 2013, Indonesia Toray Science Foundation ; L’Oréal-UNESCO for Women in Science National Fellowship 2013; Environmental Award, Chiba University Nanohana Competition 2012

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus