Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jerat Makar Pengancam Presiden

Polisi menangkap pemuda yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo. Terancam hukuman mati.

18 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah petak dengan -lebar sekitar lima meter itu me-nyempil di permukiman padat di Jalan Palmerah Barat I, Jakarta Barat. Pintu dan jendela rumah tersebut dipenuhi stiker klub sepak bola Persija dan foto kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Genting bagian atas terlihat sudah rusak. Pintu dan jendela rumah terkunci. Seorang pria yang bersantai di sebelah rumah itu menyebutkan penghuni rumah tersebut mulai jarang terlihat belakangan ini.

Rumah itu milik Budiarto, 50 tahun, pekerja serabutan dan pengemudi ojek. Ia ting-gal bersama anak semata wayangnya, Hermawan Susanto alias Wawan, 25 tahun. Wawan kini meringkuk di ruang tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Polisi menangkap Wawan di rumah bibinya di Parung, Bogor, Ahad, 12 Mei lalu. “Dia ditahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Bidang Hubung-an Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Selasa, 14 Mei lalu.

Polisi menjerat Wawan dengan Pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena dugaan ancaman pembunuhan kepada presiden serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. KUHP menyebutkan pelaku makar yang akan membunuh presiden dan wakil presiden diancam dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara hingga 20 tahun.

Perkara ini berawal saat Wawan meng-ikuti unjuk rasa di depan kantor Badan Peng-awas Pemilihan Umum, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat siang, 10 Mei lalu. Para demonstran meminta Bawaslu menelusuri dugaan kecurangan dalam pemilu 17 April lalu.

Di tengah aksi, seorang perempuan bernama Ina Yuniarti merekam kata-kata Wawan kepada Presiden Joko Widodo. “Dari Poso, nih, siap penggal kepala Jokowi. Jokowi siap lehernya kita penggal kepalanya. Demi Allah,” ucap Wawan dalam video tersebut. Video itu viral di media sosial sehari setelahnya. Video ini kemudian berbalas dengan video penangkapan Wawan di Parung yang turut viral di media sosial. “Saya mengaku emosional,” ujar Wawan kepada polisi dalam video penangkapan itu.

Ketua Umum Jokowi Mania, Immanuel Ebe-nezer, mengadukan video berisi ancam-an tersebut ke Polda Metro Jaya pada Ahad, 12 Mei lalu. Relawan pendukung Jokowi ini menganggap ancaman Wawan itu mematikan dan membahayakan jiwa Presiden Jokowi. “Kami juga mengadukan perekam video itu,” kata Immanuel setelah melapor.

Polisi juga bergerak dan menangkap Ina Yuniarti, perekam video tersebut. Ia ditangkap di rumahnya di Grand Residence City, Kabupaten Bekasi, Rabu, 15 Mei lalu. Dalam video itu, Ina, yang berkacamata hitam, tampak sedang berswafoto dengan merekam suasana sekitar. Ia menyorotkan kameranya ke Wawan, yang berada di dekatnya dan mengatakan ancaman tersebut. “Kacamata hitam turut disita sebagai barang bukti,” tutur Argo Yuwono, Rabu, 15 Mei lalu.

Selain itu, polisi menyita iPhone 5s, masker berwarna hitam, kerudung biru, baju putih, tas kuning, dan cincin. Argo me-ngatakan Ina menggunakan barang-barang tersebut, seperti yang terlihat dalam video, saat berunjuk rasa di depan kantor Bawaslu. “Ia mengaku bahwa dia yang ada di video,” ujar Argo. Ina turut menjadi tersangka video ancaman tersebut.

Wawan dan Ina sudah merasa akan ber-urusan dengan polisi setelah video ancam-an itu viral. Wawan sejak Sabtu malam, 11 Mei lalu, mengungsi ke rumah bibinya di Parung hingga akhirnya tertangkap. Ina sudah menyampaikan hal yang sama kepada anak-anaknya. “Sudah tahu akan ditangkap karena (Ina) sempat berpesan ja-ngan kaget atau sedih karena akan dibawa polisi,” tutur Hilary Putri Armana, 20 tahun, anak kedua Ina, Kamis, 16 Mei lalu.

Polisi menangkap pula perempuan berini-sial R atau biasa disapa Ana di Jakarta Timur, Rabu, 15 Mei lalu. Kata Hilary, ibunya berteman dengan Ana dan sama-sama berangkat ke Bawaslu. Adapun Wawan dan Ina tak saling kenal. Menurut Hilary, ucap-an Wawan tak sengaja terekam. “Ibu -enggak tahu ada pemuda itu masuk ke -frame,” ujarnya.

Polisi juga menjerat Ina dengan pasal ma--kar serta Undang-Undang -Informasi dan Transaksi Elektronik. Ina diduga merekam, lalu menyebarkan video itu ke grup Whats-App. Di antaranya grup relawan pendukung Prabowo-Sandiaga wila-yah Kecamatan Setu dan relawan di daerah lain. Video itu juga diunggah ke Facebook dan Twitter.

Hilary menyebutkan ibunya hanya relawan biasa yang tak tergabung dalam partai politik dan tim sukses. Ketua rukun tetangga di rumah Wawan, Harto Kasiha, juga mengatakan Wawan bukanlah pengurus partai atau anggota tim sukses kampanye presiden. “Dia anak baik dan pendiam,” ujar Harto saat ditemui pada Selasa, 14 Mei lalu. Kediaman Harto dan Wawan hanya terpisah satu rumah.

Wawan bekerja sebagai pengumpul sumbangan logistik di suatu yayasan. Ia aktif dalam kegiatan tingkat rukun tetangga dan rukun warga serta kegiatan pengurus musala yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya. Ia sering membantu -ayahnya dengan menarik ojek. Saat pemilu, Budiarto dan Wawan turut aktif mengkampanyekan pasangan Prabowo-Sandiaga kepada sanak-saudara.

Selain video ancaman yang viral, penangkapan Wawan menggaduhkan media sosial. Ada yang membandingkan penangkapan Wawan dengan video remaja berinisial RJ yang juga viral pada Februari 2018. RJ saat itu berusia 16 tahun.

Video itu menayangkan RJ yang bertelanjang dada menunjuk foto Presiden Jokowi dan mengancam akan menembaknya. Polisi menetapkan RJ sebagai tersangka pelang-gar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun ia tidak ditahan.

Polisi memperlakukan RJ secara -khusus karena statusnya yang masih di bawah umur. Namun Argo Yuwono membantah ada pembedaan perlakuan dalam proses hu--kumnya. “Kasusnya tetap diproses hing-ga P-21 di kejaksaan,” katanya, Jumat, 17 Mei lalu.

Proses pengadilan RJ dilakukan berbeda sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut keterang-an tertulis juru bicara Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Nirwan Nawawi, RJ tetap menjalani tahapan proses persidangan, tapi de-ngan cara khusus. “Anak-anak tetap harus dilindungi,” ujar Nirwan, Rabu, 15 Mei lalu.

Nirwan menambahkan, jaksa melakukan tahapan proses diversi pada 9 Agustus 2018. Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi adalah proses penyelesaian di luar peradilan pidana. Hasil diversi, kata Nirwan, disepakati bahwa RJ dikembalikan kepada orang tuanya. Kejaksaan mengeluarkan surat perintah penghentian penuntutan untuk kasus RJ setelah proses diversi itu.

MUSTAFA SILALAHI, MUH. HALWI, ADAM PRIREZA, ADI WARSONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus