Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Jakarta Utara tengah digegerkan dengan terbongkarnya prostitusi anak di bawah umur yang berkedok usaha kafe di Penjaringan. Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan 10 orang anak yang menjadi korban perdagangan manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi menduga munculnya tempat prostitusi berkedok usaha kafe di sana karena sudah tidak adanya lagi Kalijodo yang dulu menjadi pusat prostitusi di Jakarta Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Informasi yang kami dapat adalah ketika Kalijodo terbongkar, jadi banyak berkembang tempat seperti itu," ujar Kabag Binopsal Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto D.R. di Jakarta Selatan, Selasa, 21 Januari 2020.
Sementara itu, Kasubdit Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Polda Metro Jaya AKBP Piter Yanottama menduga pembongkaran Kalijodo pada 2016 membuat usaha prostitusi menjadi tersebar dan terselubung.
Piter mengatakan usaha prostitusi anak di bawah umur itu telah berlangsung selama dua tahun atau tak lama setelah Kalijodo dibongkar. Ia menjelaskan kafe dan bar Kayangan, yang menjadi tempat prostitusi itu tergolong kumuh dan tak layak ditempati.
"Mereka menyiapkan tempat yang ala kadarnya, sangat tidak layak, mucikarinya di situ. Kemudian, mereka kalau menerima tamu juga di situ. Tempatnya pun sangat kumuh," kata Piter.
Terbongkarnya sindikat penjualan anak itu terjadi pada Senin, 13 Januari 2020. Dalam penggerebekan tersebut, polisi menangkap 6 tersangka yang memiliki perannya masing-masing.
Seperti Mami Tuti atau Astuti dan Mami Atun atau Tina Zulfiyatun Aliyah berperan sebagai mucikari dan memiliki kafe tersebut, lalu Febi dan Teguh Wibisono yang merekrut para korban melalui media sosial, terakhir A dan E yang bekerja untuk kedua mami sebagai time kipper dan mencatat pembayaran para tamu usai kencan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan para korban direktur tersangka dari luar daerah Jakarta. Mereka dipancing melalui postingan di media sosial yang menawarkan pekerjaan di kafe dengan bayaran tinggi.
Namun sesampainya di Jakarta, anak-anak itu justru dipekerjakan sebagai PSK dan ditargetkan melayani tamu hingga 10 orang per hari. Para tersangka tak memberi hari libur untuk anak-anak tersebut. Mereka bahkan harus tetap melayani pelanggan di saat sedang haid.
Kesepuluh anak itu hingga saat ini masih dalam pengawasan Kementerian Sosial. Mereka mengaku takut dan cemas untuk bertemu orangtuanya kembali. Sebab, orangtua mereka tak mengetahui pekerjaan anak-anaknya di Jakarta.