Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Meski Jakarta diguyur hujan ringan pada Selasa siang, 27 Agustus 2019, BMKG menyatakan ibu kota masih berada di puncak kemarau. Kepala Subbidang Analisa dan Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Adi Ripaldi mengatakan, adanya hujan ini merupakan dampak dari gangguan atmosfer di atas equator skala luas yang bergerak dari lautan India hingga Pasifik alias Madden Julian Oscillation (MJO) fase 3.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BMKG telah memprediksi turunnya hujan pada hari. “Sudah diprediksi dari kemarin akan ada hujan ringan-sedang di Jakarta Selatan sebagai salah satu dampak dari aktifnya MJO fase 3,” tutur dia lewat pesan pendek, Selasa, 27 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Adi, hujan yang terjadi bersifat lokal atau hanya di titik tertentu saja di Jakarta Selatan. Menurut pantauan Tempo, siang tadi hujan ringan mengguyur wilayah Tebet, Pancoran, dan Gatot Subroto.
Potensi hujan ini tak berlangsung lama. “Setelah 1-2 hari ada hujan biasanya akan kembali kering,” ucap dia.
BMKG sebelumnya memperkirakan kemarau panjang menyebabkan empat wilayah di Jakarta berpotensi kekeringan di level awas merah. Potensi kekeringan terjadi karena curah hujan yang cukup rendah di empat wilayah tersebut, yakni berkisar di angka 1-20 mm per dasarian atau sepuluh hari. Padahal, normalnya curah hujan adalah 50 mm per dasarian.
Kondisi kemarau di DKI Jakarta ini, kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Tangerang Selatan, terjadi sejak 20 Agustus hingga 20-60 hari ke depan.
Adapun wilayah yang diprediksi akan mengalami kekeringan adalah Jakarta Pusat yang meliputi Menteng, Gambir, Kemayoran, dan Tanah Abang; Jakarta Timur meliputi Halim Perdanakusumah, Pulogadung, Cipayung; Jakarta Selatan meliputi Tebet, PasarMinggu, dan Setiabudi; serta Jakarta Utara yang meliputi Cilincing, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, dan Penjaringan.
Sebagai dampaknya, wilayah tersebut akan mengalami pengurangan ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan kelangkaan air bersih, memperparah polusi udara di Jakarta. Kemarau panjang ini juga akan berdampak banyak pada sektor pertanian yang menggunakan sistem tadah hujan di wilayah Banten dan DKI Jakarta.