Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa Cecep Sunarto dan Burdju Roni hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis pekan lalu sebagai terdakwa. Keduanya dituduh melakukan pemerasan terhadap bekas Direktur Utama Jamsostek Achmad Junaidi. "Cecep dan Burdju telah menyalahgunakan kekuasaan," kata jaksa Ali Mukartono.
Menurut Ali, keduanya memaksa Junaidi menyerahkan uang Rp 600 juta untuk memuluskan perkara yang membelitnya. Saat itu Junaidi sedang diadili dalam kasus korupsi Jamsostek. Pemerasan bermula pada akhir November 2005, ketika Junaidi meminta Aan Hadi Gunanto, koleganya, mencari jaksa yang menangani kasusnya.
Aan lalu bertemu Cecep-Burdju dan minta kasus temannya cepat disidangkan, tetapi Pak Jaksa minta imbalan. Mengucurlah Rp 100 juta. Tiga hari berselang, Cecep meminta tambahan Rp 250 juta. Alasannya, untuk memilih hakim. Pada Desember 2005, lagi-lagi Cecep mendesak agar diberi uang Rp 250 juta, tapi hanya disanggupi Rp 200 juta.
Ketika PN Jakarta Selatan akhirnya memutus Junaidi bersalah dengan vonis delapan tahun penjara, si terhukum memilih "bernyanyi". Walhasil, gantian Cecep dan Burdju yang menjadi pesakitan. Mereka diancam hukuman penjara maksimal seumur hidup plus denda maksimal Rp 1 miliar.
Marissa Haque Di-recall
Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan akhirnya me-recall Marissa Haque dari Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Dewan Pembina PDI Perjuangan, Taufik Kiemas, menegaskan, Marissa tak berhak lagi masuk ke parlemen dengan mengatasnamakan PDIP. Keputusan itu langsung direspons Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo dengan mengirim surat permohonan pergantian antarwaktu. "Sekarang prosesnya sampai ke Komisi Pemilihan Umum," kata dia pada Kamis pekan lalu.
Pencopotan dilakukan setelah Marissa menjadi calon Wakil Gubernur Banten berpasangan dengan Zulkieflimansyah yang didukung Partai Keadilan Sejahtera. Padahal PDI Perjuangan sudah mengusung jagonya sendiri, yakni pasangan Ratu Atut Chosiyah-Muhammad Masduki. Atut adalah pelaksana harian Gubernur Banten saat ini. Menurut Tjahjo, pencopotan itu tidak bisa diperdebatkan lagi. Rencananya, posisi Marissa akan digantikan Prof Wira Chandra.
Ketika dihubungi, Marissa menyatakan ketidakpeduliannya. "Biarkan saja Taufiq Kiemas "menggonggong" seperti itu," kata Marissa melalui pesan singkat via telepon genggamnya kepada Tempo.
Perahu Terbalik, Belasan Tewas
Awal Syawal ini ditandai dengan tragedi mengenaskan di perairan Tamor Pasek, Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Sebuah perahu nelayan sarat penumpang terbalik dan menewaskan sembilan orang pada Rabu pekan lalu. Lima orang dinyatakan hilang.
Para korban adalah warga Pulau Raas yang tengah menyeberang ke Pulau Sapudi. Mereka hendak berziarah ke Asta Nyamplong dan Asta Beligi, yang merupakan tradisi setiap Syawal. "Dugaan kami, muatan perahu itu melebihi kapasitas," kata Kepala Satuan Polisi Perairan Polres Sumenep, Ajun Komisaris Hariyanto. Kapasitas penumpang perahu berukuran 2 x 6 meter persegi itu memang hanya 15 orang. Pada saat kejadian ada 26 orang plus lima sepeda motor yang menyesaki perahu.
Petaka bermula ketika penumpang panik saat sepeda motor yang diangkut roboh. Sejumlah pemilik kendaraan langsung berlompatan menyelamatkan diri. Akibatnya, perahu oleng dan langsung karam lima mil sebelum Pulau Sapudi. Tiga perahu yang kebetulan tengah melintas langsung memberikan pertolongan. Kini polisi masih memeriksa sejumlah saksi termasuk nakhoda kapal, Saudi.
Kolom Agama untuk Aliran Kepercayaan
Pemerintah akan segera mengakui aliran kepercayaan sebagai agama. Untuk memuluskan rencana itu, pemerintah tengah menuntaskan Rancangan Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Di dalam RUU itulah diatur landasan hukum pengakuan aliran kepercayaan pada pencatatan kependudukan. "Nantinya aliran kepercayaan masuk kolom agama seperti agama yang diakui pemerintah," kata Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri, A. Rasyid Saleh, pekan lalu.
Alasannya, menurut Rasyid, agar tidak ada lagi diskriminasi dalam pengurusan kartu tanda penduduk. Langkah ini juga untuk mempercepat pengakuan aliran kepercayaan menjadi agama. Ia mencontohkan pengakuan terhadap Konghucu sebagai agama seperti yang ditetapkan Menteri Agama melalui surat keputusan Nomor MA/12/2006.
Pengakuan aliran kepercayaan sebagai agama tetap merupakan wewenang Departemen Agama. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengaku belum mengetahui rencana memasukkan aliran kepercayaan ke kolom agama di kartu tanda penduduk.
Rencana ini sudah ditolak sejumlah tokoh Islam sejak pagi-pagi. "Secara tidak langsung itu berarti mengakui aliran kepercayaan sebagai agama," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ahmad Bagja.
Lagi, Vonis untuk Pembobol BNI
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengganjar Jeffry Baso, salah satu pembobol Bank BNI, dengan hukuman tujuh tahun penjara pada pekan lalu. Direktur Utama PT Triranu Caraka Pacific itu terbukti ikut korupsi dalam kasus pencairan letter of credit (L/C) BNI Cabang Kebayoran Baru dan merugikan negara US$ 9,8 juta (setara dengan Rp 88,2 miliar) dan 8,3 juta euro (Rp 95,45 miliar).
Kasus ini bermula dari negosiasi Jeffrey bersama Adrian Waworuntu dan kawan-kawan untuk pembayaran delapan lembar L/C ekspor pada BNI. Dalam negosiasi itu PT Triranu direkayasa seolah-olah telah melakukan aktivitas ekspor barang, padahal kegiatan itu tak pernah terjadi.
Menurut hakim, dari L/C itu diperoleh dana US$ 12,9 juta dan 8,3 juta euro yang ditransfer di rekening PT Triranu dan Gramarindo. Lima dari delapan L/C senilai US$ 9,8 juta dan 8,3 euro akhirnya tak bisa dibayar.
Selain vonis penjara bagi Jeffrey, hakim juga memerintahkan penyitaan tanah seluas 5.000 meter persegi di Desa Pamongan, Kecamatan Denpasar Selatan, Bali, serta sebidang tanah dan bangunan di perumahan Raffles Hills, Cibubur, Depok, Jawa Barat. Sebelumnya, konsultan Grup Gramarindo, Adrian Waworuntu, sudah divonis penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Tim Baru Presiden Memicu Ketegangan
Pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi membikin meriang suhu politik dalam sepekan terakhir. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik tim baru bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Menurut Kalla, tak perlu ada koordinasi internal pemerintah di luar Kabinet Indonesia Bersatu. Ia menyatakan Presiden sepakat agar koordinasi dilakukan presiden, wakil presiden, dan menteri koordinator lalu dilaksanakan para menteri. "Tak perlu koordinasi lain lagi," kata Kalla pada Jumat pekan lalu.
Unit Kerja Presiden itu dipimpin Marsillam Simandjuntak-Jaksa Agung era Presiden Abdurrahman Wahid. Ia didampingi Agus Widjojo, mantan Kepala Staf Teritorial TNI, dan Edwin Gerungan, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Reaksi keras juga ditunjukkan para politikus Partai Golkar. Tiga organisasi kemasyarakatan pendiri Golkar, yang sering disebut Trikarya, menghendaki Beringin mencabut dukungan kepada pemerintah. Desakan itu akan dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional Golkar dalam bulan ini.
Rencana Pelicin untuk Sutiyoso
Sidang korupsi pengadaan bus Transjakarta dengan terdakwa mantan kepala Dinas Perhubungan DKI, Rustam Effendi, Kamis pekan lalu, berkembang menarik. Tiga saksi dalam persidangan mengungkap rencana penyuapan kepada Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sebesar Rp 1 miliar.
Ketiga saksi adalah Petrus Andi Tanamal, Lily Chandra, dan Yudi Priambudi dari PT Armada Usaha Bersama. Perusahaan inilah yang menyediakan 89 bus khusus busway koridor I Blok M-Kota. Mereka mengakui rencana itu diputuskan dalam sebuah rapat. "Pak Budi (Budi Susanto, Direktur Utama PT Armada) meminta dibuatkan cek senilai Rp 1 miliar untuk Gubernur DKI," kata Petrus, mantan manajer PT Armada. Namun, dia menambahkan, uang tersebut tak pernah sampai pada Sutiyoso karena dicairkan Hadi Wiradanu, Komisaris Utama PT Armada, untuk kepentingan pribadi.
Pemberian uang itu diakui Budi Susanto. Katanya, Rustam yang memerintahkan hal itu demi kelancaran proyek. Belakangan, keterangan dalam berita acara pemeriksaan itu dia cabut. Budi sudah menjadi terdakwa bersama Rustam.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Yessy Esmiralda, menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi belum memastikan adanya aliran dana tersebut ke Sutiyoso. Juru bicara Gubernur, Catur Laswanto, menegaskan, tidak ada perintah Gubernur bagi pemenang tender untuk menyerahkan uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo