Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CALON menteri itu memperkenalkan diri di hadapan para petinggi Partai Persatuan Pembangunan, Senin malam pekan lalu. "Nama saya Djan Faridz. Saya anak Betawi, lahir di Kalipasir, anak pinggir sungai," katanya.
Siang harinya, Djan, pengusaha properti, dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di Istana, anggota Dewan Perwakilan Daerah Jakarta ini diberi tahu bakal masuk kabinet sebagai Menteri Perumahan Rakyat menggantikan politikus Partai Persatuan Pembangunan, Suharso Monoarfa.
Tak ada tepuk tangan dari peserta rapat yang hadir di kantor pusat PPP di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, itu. Menurut salah seorang yang hadir, hanya ada ucapan selamat kepada Djan seusai pertemuan. Dalam rapat bersuguh kelengkeng, salak, dan jeruk itu juga tak ada keberatan dari para pengurus partai soal pengangkatan Djan. Begitu juga ketika Ketua Umum Suryadharma Ali menjelaskan penunjukan sang pengusaha yang sebelumnya tidak dikenal sebagai politikus partai itu.
Di bawah permukaan bukan berarti suasana adem-ayem. Para pengurus tak menyangka Djan bakal menggantikan Suharso—yang mundur karena masalah keluarga. Awalnya ada lima calon yang diajukan partai itu ke Presiden: Emron Pangkapi, Hasrul Azwar, Achmad Farial, Irgan Chairul Mahfiz, dan Romahurmuziy.
Suryadharma meminta kelimanya menyerahkan daftar riwayat hidup. Tapi hanya Hasrul, Irgan, dan Romahurmuziy yang memenuhi permintaan itu. Tiga nama inilah yang diajukan Suryadharma ke Presiden. Hasrul dan Irgan membenarkan menyetor daftar riwayat hidup. Adapun Romahurmuziy menolak berkomentar.
Belakangan, Presiden meminta Surya memberikan nama lain. "Sebetulnya Presiden menginginkan Lukman Hakim Saifuddin, yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat," kata seorang politikus Partai Ka'bah. Lukman mengakui diminta masuk kabinet, tapi ia menolak. "Saya masih ingin jadi wakil rakyat," tuturnya.
Inilah yang disayangkan sejumlah pengurus partai. Mereka menilai Suryadharma tak cukup keras memperjuangkan tiga nama yang diajukan. "Malah dia mengambil nama lain di luar pengurus," kata seorang petinggi partai. Djan Faridz memang tak tercantum dalam daftar pengurus partai. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jakarta ini hanya pernah menjadi wakil ketua dewan pakar pada kepengurusan sebelumnya.
Kekecewaan lain, Djan bukan wakil Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), salah satu unsur fusi partai itu. Ada semacam konsensus di kalangan pengurus partai bahwa perwakilan mereka di kabinet harus berasal dari Nahdlatul Ulama dan Parmusi. Misalnya Suryadharma mewakili Nahdlatul Ulama dan Bachtiar Chamsyah merepresentasikan Parmusi pada kabinet 2004-2009.
Djan dikenal sebagai pengusaha properti meski bukan mengurus perumahan rakyat seperti posnya di kabinet. Ia adalah "raja Tenabang". Perusahaannya, PT Priamanaya Djan International, adalah pengembang Pasar Tanah Abang, pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara. Ia dikenal sebagai orang di balik layar kemenangan dua Gubernur Jakarta: Sutiyoso dan Fauzi Bowo.
Menguasai sejumlah properti, Djan telah "menanam jasa" buat partai penguasa. Ia menyediakan kantor buat Partai Demokrat di Jalan Kramat Raya dan Sekretariat Gabungan koalisi pendukung pemerintah di Jalan Diponegoro—keduanya di Jakarta Pusat. Ramadhan Pohan, politikus Partai Demokrat, membenarkan kantor partainya milik Djan. "Tapi kami membayar sewa," kata dia. "Jadi tak ada hubungannya dengan kabinet."
Jasa Djan pun kini menjadi pembicaraan para petinggi Partai Persatuan Pembangunan. Sumber Tempo di partai itu menyebutkan Djan menyumbang banyak dana buat Partai Ka'bah untuk melapangkan jalan menuju kabinet. Apalagi sempat beredar informasi, namanya tersingkir beberapa saat sebelum pengumuman kabinet. "Kita lihat saja nanti bagaimana pengurus partai berebut duit dari Djan," kata sumber Tempo di Istana.
Djan—kepada Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkan kekayaan sebesar Rp 87 miliar—belum bisa dimintai konfirmasi. Panggilan telepon tak direspons, begitu juga pesan pendek ke telepon selulernya. Adapun Suryadharma membantah ada pemberian uang. "Itu fitnah," kata dia. "Dia salah satu kader terbaik kami." Menteri Agama itu mengatakan sudah memperjuangkan tiga kader yang dicalonkan. Tapi, ia menambahkan, Presiden meminta nama baru. Ia menilai Djan cocok menjadi Menteri Perumahan karena pengalamannya di bidang properti.
Pramono, Tomi Aryanto, Mahardika Satria Hadi, Febriyan
Rokade dari Istana
Puncak melodrama perombakan kabinet adalah ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan baru kabinetnya. Beberapa muka lama berpindah posisi.
Amir Syamsuddin
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Azwar Abubakar
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Balthasar Kambuaya
Menteri Lingkungan HidupÂ
Sharif Cicip Sutardjo
Menteri Kelautan dan Perikanan
Dahlan Iskan
Menteri Badan Usaha Milik Negara
Denny Indrayana
Wakil Menteri Hukum & HAM
Widjajono Partowidagdo
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Musriar Kasim
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan
Wardana
Wakil Menteri Luar NegeriLahir: Klaten, 1954
Mahendra Siregar
Wakil Menteri Keuangan
Rusman Heriawan
Wakil Menteri Pertanian
Wiendu Nuryanti
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan
Ali Ghufron Mukti
Wakil Menteri Kesehatan
Nasaruddin Umar
Wakil Menteri Agama
Sapta Nirwandar
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Letnan Jenderal Marciano Norman
Kepala Badan Intelijen NegaraLahir: Banjarmasin, 28 Oktober 1954
Djan Faridz
Menteri Perumahan RakyatLahir: Jakarta, 5 Agustus 1950
Eko Prasojo
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Bayu Krisnamurthi
Wakil Menteri Perdagangan
Mahmuddin Yasin
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara
Gusti Muhammad Hatta
Menteri Riset dan TeknologiLahir: Banjarmasin, 1 September 1952
Evert Erenst Mangindaan
Menteri PerhubunganLahir: Solo, 5 Januari 1944
Jero Wacik
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Mari Elka Pangestu
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Gita Wirjawan
Menteri Perdagangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo