Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDUNG Bina Graha di kompleks Istana Negara ditinggalkan Denny Indrayana sejak Rabu pekan lalu. Anggota staf khusus presiden bidang hukum dan hak asasi manusia itu mulai berkantor di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kantor barunya sebagai wakil menteri.
Ruang baru Denny terlihat jauh lebih sederhana, meski berada di lantai yang sama dengan ruang menteri, staf ahli dan staf khusus, serta inspektur jenderal. Hanya burung garuda emas besar dan foto kepala negara yang menonjol di kamar 5 x 7 meter itu—bekas ruang sekretaris inspektur jenderal.
Ketika Tempo mendatanginya, Kamis siang pekan lalu, belum ada komputer meja terpasang di ruang Denny. Dua petugas sedang menempelkan router, pemancar sinyal untuk jaringan Internet. "Persiapan ruangan sangat mendadak," kata seorang anggota staf kementerian.
Sehari sebelumnya, Denny dilantik sebagai Wakil Menteri Hukum. Guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada ini mendampingi politikus Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, yang ditunjuk menjadi menteri menggantikan Patrialis Akbar. "Saya siap mendukung menteri," ujar Denny.
Denny tak sendirian menjadi wakil menteri. Bersama dia, ditahbiskan 12 wakil menteri lain. Kini Presiden Yudhoyono memiliki 19 wakil menteri di 17 kementerian—dua kementerian memiliki dua wakil menteri. Dari jumlah itu, sebelas di antaranya wajah baru. Sebelumnya, hanya ada sepuluh wakil menteri.
Gemuknya jumlah wakil menteri ini, menurut sumber Tempo di lingkungan Istana, murni inisiatif Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Tujuannya: meningkatkan kinerja kementerian. Sebagian kementerian dinilai kurang yahud performanya. "Mungkin Presiden ingin meniru Jepang. Di sana, posisi wakil menteri cukup strategis dan mendongkrak kinerja," kata sumber ini.
Nyatanya, sumber yang dekat dengan kalangan Istana itu menyatakan posisi wakil menteri selama ini hanya pajangan. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 hanya menyebutkan wakil menteri bertugas membantu menteri. Wakil menteri tak bisa membuat keputusan apa pun. "Mana ada surat keputusan wakil menteri," ujarnya. Bahkan, di sejumlah kementerian, posisi wakil menteri tak diperhitungkan sama sekali. "Sifatnya lebih seremonial."
Menurut sang pejabat, nasib wakil menteri di sejumlah kementerian lebih mengenaskan. Ia menyebutkan ada wakil menteri yang tak mendapat staf dan ruang khusus. Untuk makan siang saja, ada wakil menteri yang harus membeli sendiri ke warung. Yang disebutnya adalah Bayu Krisnamurthi, mantan Wakil Menteri Pertanian yang kini menjadi Wakil Menteri Perdagangan. Bayu ketika ditanyai soal ini tak mau memberikan komentar.
Bahkan ada menteri yang menegaskan di depan semua pejabat eselon satu di kantornya agar wakil menteri tak mengganggu dan mengurangi kewenangan sang menteri. "Pidato menteri itu diucapkan ketika penyambutan wakil menteri," kata sang pejabat.
Seorang wakil menteri membenarkan tak bisa berbuat banyak di kementerian. Apalagi di kementerian yang dipimpin kader partai politik. "Kalau tak pintar mendekati menterinya, bakal masuk kotak. Enggak kepake," ujarnya.
Juru bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, membenarkan peran bosnya dalam penempatan wakil menteri. Ia mengakui masih ada ketidaktegasan pembagian kerja wakil menteri dan menterinya. "Masih ada kelemahan di beberapa kementerian," katanya. Tapi nantinya akan ada penegasan fungsi koordinasi antara menteri dan wakilnya. Dalam waktu dekat, Yudhoyono dan Boediono bakal memanggil menteri dan wakilnya untuk menegaskan koordinasi ini. "Akan ada aturan main yang lebih tegas," ujar Yopie.
Nada optimistis tetap dicetuskan Denny Indrayana. "Wakil presiden juga bisa membantu presiden meski konstitusi tak menjabarkan tugasnya," katanya. Denny yakin bisa bekerja sama dengan pegawai eselon I-a semacam direktur jenderal. Ia sendiri masih bergolongan III-c.
Harapan juga disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi. Ia berharap wakil menteri benar-benar bisa mendukung kinerja menteri. Setidaknya wakil menteri bisa dimintai pertimbangan sebelum pengambilan keputusan. "Pakailah kami karena kami juga ingin bekerja," ujarnya.
Meski hanya nomor dua, wakil menteri tetap menjadi incaran partai politik. Ini juga yang menyebabkan jumlahnya membengkak. Sumber Tempo di Partai Keadilan Sejahtera bercerita, Majelis Syura PKS tak keberatan kehilangan kursi Menteri Riset dan Teknologi yang diduduki Suharna Surapranata. Musababnya, PKS mendapat posisi sejumlah wakil menteri.
Sumber Tempo lainnya menyebutkan PKS mendorong masuknya Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan sebagai Wakil Menteri Pertanian. Partai itu juga mendukung guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Eko Prasojo, sebagai Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Dan keduanya dilantik Rabu pekan lalu.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq menyangkal kabar ini. Menurut dia, wakil menteri murni pilihan Yudhoyono. "Kami tak terlibat dalam pemilihan wakil menteri," katanya. Lagi pula, "Mereka bukan pengurus partai." Sumber Tempo mengatakan keduanya memang tak menjadi anggota partai, tapi merupakan simpatisan partai itu.
Rusman Heriawan menyatakan penunjukan wakil menteri berbeda dengan menteri, karena tidak berlatar belakang politik. Ia mengakui mengenal baik Menteri Pertanian Suswono dari PKS karena memiliki hubungan kerja pada statistik pertanian. Sedangkan Eko Prasojo membantah didukung PKS. "Saya ini profesional," ujarnya. Eko tak mengetahui proses penunjukannya sebagai wakil menteri. Ketika pemilihan, profesor termuda Universitas Indonesia ini masih berada di luar negeri.
Meski demikian, Eko mengaku dekat dengan sejumlah pengurus PKS. Ia juga mengaku pernah dimintai pendapat oleh partai itu. "Kami menjalin komunikasilah," katanya. Menjadi simpatisan? Ia menjawab, "Semua partai yang proreformasi tentu harus kita dukung."
Pramono, Tomi Aryanto, Anton Septian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo