Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemutusan hubungan kerja itu dilayangkan pada menit terakhir. Fadel Muhammad mendengar suara Menteri-Sekretaris Negara Sudi SiÂlalahi di ujung telepon. Menurut politikus Partai Golkar ini, Sudi mengatakan, "Pak Fadel, maaf, nama Bapak tak akan dibacakan Bapak Presiden."
Sepuluh menit setelah itu, pada Selasa malam pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan baru kabinetnya. Ia menunjuk sejumlah pejabat baru, menggeser sejumlah menteri lama ke pos baru, juga merombak struktur beberapa kementerian. Fadel, yang sejak 2009 menduduki kursi Menteri Kelautan dan Perikanan, tak masuk daftar. Namanya, tentu saja, tidak dibacakan Presiden—seperti kata Sudi.
Sehari sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto pun menjadi "penyampai pesan". Ia menyampaikan pemberhentian Sutanto sebagai Kepala Badan Intelijen Negara. Kabar ini mesti disampaikan cepat karena pada hari itu Presiden telah memanggil calon pengganti Sutanto: Letnan Jenderal Marciano Norman.
Menurut seorang pejabat intelijen yang dekat dengan Sutanto, pensiunan jenderal polisi itu sempat meradang. Kata dia, Sutanto mengatakan, "Kenapa Bapak yang menelepon? Kenapa bukan Presiden?" Lebih dari sekadar atasan-bawahan, Yudhoyono, Djoko, dan Sutanto merupakan alumnus Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tahun 1973. Itu sebabnya, menurut sang pejabat, "Mungkin SBY tak tega menelepon sendiri untuk menyampaikan kabar ini." Baik Djoko maupun Sutanto tak menanggapi permintaan konfirmasi soal cerita ini.
Selain memberhentikan Fadel dan Sutanto, Presiden menyingkirkan Freddy Numberi dari jabatan Menteri Perhubungan, Darwin Zahedy Saleh dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Riset dan Teknologi Suharna, juga Mustafa Abubakar dari Menteri Badan Usaha Milik Negara. Seorang penasihat Presiden memaklumi kekecewaan para bekas menteri itu. Apalagi informasinya tidak disampaikan sendiri oleh Presiden. "Pak Sutanto pantas kesal," ujarnya.
Ada beberapa alasan pemberhentian itu. Di antaranya kinerja. Menurut catatan Istana, performa Sutanto dianggap kurang bersinar. Ia dianggap tak mampu mengantisipasi dan memberikan laporan awal yang akurat tentang beberapa kasus. Presiden, misalnya, terlihat jengkel ketika disambut demonstrasi pada saat berkunjung ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, Februari lalu. Lembaga telik sandi dianggap tak bisa mengatasi demo anti-Presiden itu.
Toh, kinerja menteri bukan satu-satunya pertimbangan. Bahkan rapor yang dibuat Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan pimpinan Kuntoro Mangkusubroto juga tak masuk hitungan. Beberapa nama juga telah dijamin Presiden bahwa posisinya di kabinet aman. Di antaranya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar serta Menteri Agama Suryadharma Ali. Keduanya memimpin partai politik yang dianggap mampu mengimbangi Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera, yang tidak setia dalam koalisi.
Posisi Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga, yang dua kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara suap pembangunan wisma atlet, pun dipastikan aman sejak awal. Sebab, ia memiliki kedekatan khusus dengan Yudhoyono. "Kecuali ada kasus telak sekali, jangan berharap dia digeser," tutur sumber Tempo.
Pertimbangan berbeda dipakai untuk melihat menteri dari Partai Keadilan Sejahtera. Soalnya, partai ini mengikat Presiden dengan kontrak politik khusus. "Di situ disebut dengan jelas pos kementerian dan namanya sebagai kompensasi power sharing dan imbalan berkoalisi," ujarnya.
Pada saat yang sama, Presiden juga harus mendengar desakan kuat dari Partai Demokrat, yang ingin PKS didepak dari koalisi. Beberapa petinggi Demokrat menganggap langkah tegas itu diperlukan sebagai hukuman terhadap sikap PKS yang kerap "main dua kaki" di Dewan Perwakilan Rakyat.
Repotnya, situasi jadi rumit karena Presiden tak mau mengambil risiko jika PKS memainkan politik Islamnya. "Presiden tak beranilah. Bisa kacau nanti," kata sumber Tempo. Karena itu, paling aman adalah mengurangi satu jatah kursi PKS di kabinet dengan risiko politik terkecil. Tak ada pilihan lain: Suharna Surapranata menjadi menteri yang bakal dicoret.
Dibandingkan dengan tiga menteri lain dari partai itu, Suharna, yang banyak disebut mewakili "faksi keadilan" di tubuh PKS—kelompok yang tidak mata duitan—dianggap tak banyak menimbulkan gejolak. "Kami menyebutnya kayu mati, dead wood. Dicopot juga tidak akan melawan," ujar sumber di Istana.
Siasat atas PKS ini tak urung memicu riak politik. Sebagian pengurus partai itu tetap saja meneriakkan protes, bahkan mengatakan partainya akan keluar dari koalisi atau setidaknya meninjau ulang kontrak politik. "Presiden sudah melanggar kontrak," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq.
Sebagai partai kader, keputusan di level itu sangat ditentukan oleh Dewan Syura, yang beranggotakan 99 orang dan diketuai Hilmi Aminuddin. Dan sepertinya suara majelis tertinggi partai ini jauh lebih adem. "Ini menyangkut ketatanegaraan, hak prerogatif presiden. Kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Agus Purnomo, salah satu anggota Dewan Syura.
Karena itu, kata Agus, Dewan Syura tak akan buru-buru bersidang untuk mengambil sikap. "Ini bukan sesuatu yang sifatnya strategis, jadi ya reguler saja," ujarnya. "Belum ada satu pun anggota yang mengirimkan surat dan mengusulkan pertemuan segera."
Agus juga membantah kabar yang santer menyebutkan PKS sedang mempertimbangkan untuk hengkang dari koalisi. Menurut dia, dalam rapat pimpinan partai dua pekan lalu, hanya dua kader yang mengusulkan PKS mundur. "Yang satu Pak Sekjen (Anis Matta), yang juga anggota Dewan Majelis Syura, yang satu lagi Fahri Hamzah," katanya. "Berarti hanya satu dari 99 anggota Dewan Majelis Syura, karena Fahri bukan anggota."
PERTEMUAN empat mata dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sehari setelah resmi dicopot, Rabu pekan lalu, tak cukup mengobati sakit hati Fadel Muhammad. Fadel membayangkan, kalaupun ia tak dipertahankan di kabinet, Presiden lebih dulu memanggilnya dan menyampaikan keputusan itu.
Fadel bercerita, pada Selasa sore, beberapa jam sebelum Presiden mengumumkan perombakan kabinet di Istana Negara, ia masih percaya diri. Menteri Sudi Silalahi pun, menurut dia, memastikan posisinya aman ketika menelepon pada pukul 15.30. Tapi, semakin sore, tanda-tanda pencopotan mulai tampak. Menjelang magrib, Fadel bergegas ke Istana.
Berjalan menuju kantor presiden, Fadel tak melewati pintu yang biasanya digunakan para menteri. Ia menuju pintu presiden dan wakil presiden. Sekitar 10 meter dari pintu, ia berhenti. Menelepon seseorang, ia maju-mundur meneruskan langkah. Lalu ia segera masuk Istana. Setengah jam kemudian, ia keluar dengan tegang. Tapi ia mengatakan tetap menjadi menteri.
Ketika diberi tahu Sudi Silalahi bahwa namanya tak lagi ada dalam kabinet, ia menanyakan alasannya. Menurut dia, Sudi mengatakan, "Ada surat dari DPP (Golkar)." Pertarungan di Beringin rupanya mempengaruhi penyusunan kabinet.
Seorang pembantu Presiden mengatakan keputusan pemberhentian Fadel diambil pada menit-menit terakhir. Surat dari Golkar yang disebutkan Sudi, kata dia, berisi pengajuan Sharif Cicip Sutardjo sebagai calon menteri dari partai itu. Tak disebutkan usulan posisi untuk Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu. "Di situ tak disebutkan siapa yang harus digeser. Artinya, terserah Presiden mau mencopot Agung Laksono atau Fadel." Agung adalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, lawan politik Aburizal di partai itu.
Agung rupanya lebih bertenaga. Padahal Presiden sebenarnya tak terlalu puas terhadap kinerjanya. Kepada Aburizal, menurut seorang pengurus Golkar, Yudhoyono menganggap Agung belum berbuat apa pun. Ia juga dianggap memberikan banyak informasi kepada diplomat Amerika Serikat, yang laporannya belakangan diretas WikiLeaks.
Golkar pun telah mengajukan calon pengganti: Theo L. Sambuaga. Tapi Yudhoyono menganggap Presiden Direktur Lippo Group itu tak cocok untuk pos Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Agung bukannya tak tahu posisinya terancam. Menurut politikus Golkar, ia segera menyiapkan "ranjau", bersiap menyerang Aburizal jika terpental dari kabinet. Ia punya jaringan kuat sampai pengurus daerah lewat Kosgoro. Putranya, Dave Laksono, juga Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia, sayap Partai Beringin.
Ketika dimintai komentar soal ini, Aburizal enggan menjelaskan. "Kalian enggak perlu tahu," ujarnya. Ia malah membesarkan hati Fadel, yang disebutnya tak perlu berlama-lama sakit hati. "Kecewa pada hari pertama itu biasa. Sesudah itu, beliau mengerti," tuturnya.
Y. Tomi Aryanto, Anton Septian, Munawwaroh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo