Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalan Kompromi PSBB DKI Jakarta Tetap Ramah Dunia Usaha

Negosiasi terjadi alot karena pemerintah pusat saat itu ingin agar PSBB DKI Jakarta yang akan diterapkan masih mengakomodasi perkantoran

13 September 2020 | 19.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo Te.co Blank

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta memastikan akan melakukan pengetatan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB DKI Jakarta selama dua pekan mulai Senin 14 September-27 September 2020. Langkah ini diambil setelah kasus positif Covid-19 melonjak dan keterisian rumah sakit di DKI semakin menipis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mengingat dalam 12 hari terakhir ini terjadi peningkatan kasus yang sangat signifikan, langkah ekstra harus dilakukan dalam penanganan kasus Covid-19. Kami merasa perlu untuk melakukan pengetatan agar pergerakan pertambahan kasus di Jakarta bisa terkendali," ujar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam konferensi pers virtual, Ahad, 13 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam PSBB yang diterapkan mulai pekan ini lebih ketat dibandingkan PSBB yang diterapkan April lalu. Dalam PSBB dengan embel-embel ketat ini kegiatan perkantoran dibatasi hingga 25 persen dari kuota total dan Pemerintah Provinsi DKI hanya akan mengizinkan 11 bidang usaha beroperasi, seperti makanan-minuman, energi, keuangan, logistik, komunikasi, dan teknologi informatika. Adapun sekolah, tempat rekreasi, taman kota, sarana olahraga publik dan tempat resepsi nikah ditutup sementara.

Pemerintah Jakarta memberlakukan PSBB pertama kali pada 10 April lalu. Pembatasan ketat diperpanjang hingga tiga putaran, masing-masing sepanjang 14 hari. Pada 5 Juni lalu, pemerintah DKI melonggarkan pembatasan dengan menerapkan PSBB transisi, yang telah diperpanjang hingga lima kali. Mulai 14 September akan diberlakukan pengetatan kembali.

Menurut Anies, rem darurat perlu diinjak untuk mengendalikan wabah Covid-19. Sebab, penyebaran virus mematikan itu sangat cepat terutama pada September ini. Dalam 12 hari pertama di bulan ini menyumbang 25 persen dari total kasus positif Covid-19 di Jakarta.

"Bila kita lihat rentangnya sejak 3 Maret, sejak pertama kali kasus positif diumumkan sampai 11 September, lebih dari 190 hari. Dari 190 hari lebih itu, 12 hari terakhir pertama bulan September menyumbang 25 persen kasus positif," kata Anies.

Anies memaparkan, tercatat 7.960 kasus aktif positif Covid-19 di Jakarta pada 30 Agustus 2020. "Saat ini kita menyaksikan pada Agustus kasus aktif menurun. Memasuki September sampai 11 September, 12 hari pertama, bertambah 3.864 kasus atau sekitar 49 persen dibanding akhir Agustus," ujar Anies.

Dengan pertambahan kasus baru Covid-19 yang demikian cepat, Anies memperkirakan ruang isolasi dan ruang intensive care unit (ICU) di semua rumah sakit rujukan di Ibu Kota akan penuh pada awal hingga tengah pekan depan. Sehingga, pengetatan PSBB harus diberlakukan.

Pengaturan final yang diumumkan Minggu siang tersebut lebih longgar dibandingkan saat awal Anies menyatakan akan menerapkan PSBB ketat pada Rabu malam 9 September 2020. Saat itu, Anies awalnya berencana mewajibkan seluruh karyawan di Jakarta bekerja dari rumah (work from home/WFH) saat PSBB ketat kecuali 11 sektor esensial.

"Prinsipnya, mulai Senin, 14 September, kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan laksanakan dari rumah, bekerja dari rumah, bukan usahanya yang berhenti tapi bekerja di kantornya yang ditiadakan, kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran di gedungnya yang tak diizinkan untuk beroperasi," ujar Anies kala itu.

Setelah Anies mengumumkan rencana PSBB, indeks harga saham gabungan langsung anjlok. Hal ini membuat Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto kalang kabut upaya membangkitkan perekonomian yang mulai mapan ambuk setelah ada rencana PSBB DKI.

Airlangga menilai pernyataan Anies menimbulkan ketidakpastian perekonomian, antara lain memicu turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) lebih dari 5 persen. la pun mengatakan 50 persen kantor akan tetap beroperasi. Pun Airlangga mengklaim kapasitas fasilitas kesehatan masih cukup untuk menangani pasien Covid-19.

Di hari yang sama, Anies menggelar rapat bersama sejumlah menteri bidang perekonomian, yaitu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga hadir dalam pertemuan daring itu.

Airlangga berkukuh menyatakan saat ini fasilitas kesehatan Indonesia masih memadai untuk merawat pasien Covid-19. Ia merujuk data Satgas Covid-19 bahwa tingkat keterisian ranjang isolasi dan ruang ICU bagi pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit rujukan yang tersebar di delapan provinsi masing-masing sebesar 47,88 persen dan 46,11 persen. Hanya di Bali dan DKI yang keterisian tempat tidur ruang isolasi dan ICU-nya di atas 50 persen. "Sedangkan untuk enam daerah lain, di bawah 50 persen," ujarnya, dua hari lalu.

Merujuk pada data yang sama, Luhut juga meyakini bahwa rumah sakit masih mampu menangani lonjakan jumlah pasien Covid-19. Bahkan, Luhut mengajak Anies meninjau langsung Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet.

Anies mengklaim telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Satgas Covid-19 sebelum mengumumkan kebijakan pengetatan PSBB. "Memang Pak Menko (Airlangga Hartarto) menyatakan ada perbedaan data tingkat keterisian rumah sakit," kata Anies kepada Tempo, Kamis, 10 September 2020.

Namun Anies mengklaim data Pemerintah Provinsi DKI akurat. Terlebih, DKI telah membangun sistem data baru tentang tingkat keterpakaian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy rate) di masa pandemi ini. Semua rumah sakit di DKI terhubung dengan sistem tersebut.

Selanjutnya: Negosiasi sempat alot...

Negosiasi terjadi alot karena pemerintah pusat saat itu ingin agar PSBB yang dilakukan skala mikro. Pemerintah ingin sektor usaha tetap jalan dengan pembatasan 25 persen karyawan bukan ditutup seperti keinginan awal Pemerintah DKI. Keputusan yang sedianya disampaikan Sabtu siang 12 September pun molor hingga hari ini. Rapat koordinasi itu dihadiri para Menteri Koordinator, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Banten Wahidin Halim dan sejumlah menteri lain itu.

Ketua Satgas Covid-19 Letnan Jenderal Doni Monardo yang hadir di pertemuan tersebut mengatakan apa yang disampaikan oleh pemerintah adalah sebuah kepastian harmonisasi antara kepentingan pusat dan kepentingan daerah. "Sehingga yang paling pokok adalah keselamatan masyarakat," kata dia.

Ia mengklaim kesehatan masyarakat merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini. "Upaya pencegahan harus tetap menjadi upaya kita bersama," kata Doni.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyebut bahwa keputusan Anies telah melalui proses koordinasi dengan Satgas Covid-19 dan pemerintah pusat. Penerapan PSBB pengetatan mengacu pada Pergub Nomor 88 tahun 2020 terkait perubahan Pergub Nomor 33 tahun 2020 tentang PSBB. Pergub Nomor 88 tahun 2020 diterbitkan tanggal 13 September 2020.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menilai rencana pemerintah DKI menerapkan kembali PSBB sudah tepat. Sebab, rasio positif di Jakarta selama tiga pekan terakhir di atas 10 persen.

Selain itu, kapasitas tempat tidur ruang isolasi dan ICU di sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di Ibu Kota telah di atas 70 persen. “Kalau tidak dilakukan apa-apa, ya, seminggu kemudian rumah sakit penuh," tuturnya.

DEWI NURITA | FRANSISCO ROSARIANS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus