Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jember<br /><font size=2 color=#FF9900>GAIRAH DARI JALANAN</font>

28 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN utama di jantung Kota Jember, Jawa Timur, yang bermuara di alun-alun kota, tampak biasa saja. Kalaupun lebih sibuk dibanding jalan-jalan lain, itu karena di sana berjajar kantor pemerintah dan toko. Tapi, pada Agustus, jalan yang terbentang 3,6 kilometer dari Balai Kota hingga Gedung Olahraga Kaliwates itu berubah menjadi panggung fashion. Sesak dan riuh. Ratusan model mengunjukkan kreasi fashion warna-warni. Ribuan penonton berjubel di kanan-kiri jalan. Jember beralih rupa menjadi kota festival ala Rio de Janeiro di Brasil.

Suasana itu terekam pada 2 Agustus lalu, saat digelar Jember Fashion Carnaval ke-8 yang mengusung tema World Unity. Jalan utama di Jember berubah drastis selama hampir 12 jam. Kesibukan sudah mulai sejak tiga hari sebelum acara. Arus lalu lintas yang masuk orbit terdekat jantung kota ditutup dan dialihkan. Sedikitnya 600 model dadakan beraksi dalam sembilan defile.

Fashion jalanan merupakan wujud kreativitas dan perlawanan. Bagi Jember, dunia mode bukan hanya milik para selebritas, yang dipentaskan di mal atau hotel. Siapa pun bisa menjadi desainer dan model. "Yang pendek, gendut, tua, muda, semua bisa jadi model," kata Dynand Fariz, 45 tahun, sang perintis karnaval itu. Bahan-bahan busana juga bisa dari kain bekas, botol plastik, kulit, atau daun dan akar tanaman. Semuanya dirancang kreatif-eksperimental.

Jember Fashion Carnaval memang hanya sehari, tapi getarannya sungguh kuat. "Jauh hari orang menyediakan waktu untuk melihat," kata Fitri, 24 tahun, lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember. Penonton tak hanya dari sekitar Kota Jember, juga dari pelosok-pelosok, bahkan luar negeri. "Saya belum pernah melihat tontonan seperti ini sebelumnya. Unik dan bagus," komentar Emily, 38 tahun, turis dari Italia yang menonton karnaval Agustus silam.

Karnaval itu memang sudah mengubah wajah Kota Jember. Sebelumnya kota ini sekadar dikenal sebagai penghasil tembakau atau daerah santri. Kini, virus kreativitas pun berkembang. "Alumni" karnaval mulai merintis usaha, seperti merancang dan menjahit baju dengan model unik serta menjadi pelopor komunitas pelatih tari dan menyanyi sampai pelosok desa.

Capaian Jember Fashion Carnaval seperti sekarang ini tentu tidak datang dalam semalam. Sejak akhir 1998, di kepala Dynand sudah terbetik gagasan mengangkat Jember sebagai kota kreatif. Ide itu dipicu oleh keprihatinan melihat daerah kelahirannya yang sama sekali tidak berbicara di tingkat nasional, apalagi internasional. Banyak anak muda yang tak mampu melanjutkan sekolah. "Saya bertekad membuat sesuatu yang melibatkan mereka dan menjadi kebanggaan," kata Dynand.

Dynand sendiri punya bekal ilmu dan pengalaman dari Jurusan Seni Rupa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya serta jurusan combination di Sekolah Mode Esmod Jakarta. Fashion adalah bidangnya. Bersama lima teman dan saudaranya, pada 2002, Dynand mulai merancang dan menggalang dukungan untuk mewujudkan obsesinya menjadikan Jember sebagai kota mode.

Awalnya, Dynand hanya menerima cibiran. Namun dia nekat tetap mejeng dengan 45 orang temannya, berkeliling kampung dan alun-alun, pada Agustus 2002. Kemudian mereka mengulanginya dengan lebih serius pada 1 Januari 2003. Itulah untuk pertama kalinya diselenggarakan Jember Fashion Carnaval, bertepatan dengan hari kelahiran Jember. Temanya Cowboy, Punk, dan Gypsy. Pada Agustus tahun yang sama, fashion digelar untuk kedua kalinya dengan tema busana Asia, dan seterusnya setiap Agustus.

Pemerintah daerah mulai bersinergi dengan kelompok warga pada pelaksanaan Jember Fashion Carnaval keenam, Agustus 2007, dengan menggelar Bulan Berkunjung ke Jember. Pemerintah juga terpicu membenahi sarana ruang publik di kota, seperti perbaikan alun-alun kota, jalan-jalan, juga tempat wisata dan sarana pendukung lainnya.

"Kunjungan wisata meningkat drastis dan suasana di kota menjadi meriah paling tidak selama sebulan," kata Kepala Kantor Pariwisata Jember Arif Tjahjono. Dari pantauan selama tiga tahun terakhir, ratusan pengunjung dari luar bertahan satu hingga dua pekan setelah menyaksikan karnaval, menambah masa kunjungan untuk menikmati tempat wisata lain atau berlibur di Jember.

Sektor riil pun menggeliat. Tiga hari sebelum acara berlangsung, ratusan peserta melakukan latihan di sekitar alun-alun kota. Para pedagang menangguk berkahnya. "Makanan khas Jember, seperti suwar-suwir dan prol tape, diborong orang yang datang," kata Suhriyani, 38 tahun, pemilik toko oleh-oleh. Pendapatan lebih juga diperoleh para pemilik salon kecantikan, pengelola hotel dan restoran, hingga penyedia jasa parkir sepeda motor dan mobil dadakan.

Karnaval itu kemudian dikemas dengan konsep 4E: education, entertainment, exhibition, dan economic benefit. Untuk menjamin kelanjutannya, dibentuk lembaga Jember Fashion Carnaval Fashion Centre. Di sana, Dynand dan komunitasnya menerima pendaftaran peserta serta menyeleksi dan memberikan pelatihan gratis kepada para peserta.

Sekitar tiga bulan sebelum Agustus, peserta diberi pengetahuan tentang merancang busana, berjalan ala model, menari, serta menata dandanan wajah dan rambut, sehingga mereka berani dan percaya diri tampil di depan publik. "Maklum, latar belakang peserta beragam, kebanyakan dari daerah pinggiran Jember. Wong ndeso," kata Dynand.

Nah, belakangan wong ndeso ini mulai unjuk gigi. Dalam setahun sedikitnya tiga kali para peserta diundang mengikuti festival di kota lain. Bahkan ada yang mewakili Indonesia di luar negeri, seperti di India, Inggris, dan Cina. "Beberapa tahun lagi Jember akan seperti Milan atau Pasadena," Dynand bertekad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus