Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, ribuan eksemplar tabloid bersampul Joko Widodo ala tokoh komik Tintin itu dibagikan. Namanya Pelayan Rakyat. "Itu gratis dan mencerahkan, bukan fitnah menyesatkan," kata calon wakil presiden Jusuf Kalla, disambut tepuk tangan santri yang hadir, Senin malam pekan lalu.
Malam itu, Kalla menceritakan fitnah yang menerpa dia dan calon presiden Joko Widodo. Kalla menganggap serangan itu dilancarkan karena dia dan Jokowi tak punya dosa sosial. "Kami tak pernah memukul orang, tak melakukan korupsi, dan tak melanggar hak asasi manusia," ujarnya. Lagi-lagi tepuk tangan meriah terdengar.
Ia menceritakan, fitnah tentang Jokowi disebar melalui tabloid bernama Obor Rakyat. Awal Juni, tabloid ini disebarkan di banyak masjid dan pondok pesantren di seluruh Jawa, termasuk di kawasan Pacet, Mojokerto. Isinya: tudingan soal kepemimpinan Jokowi dan keislaman Gubernur Jakarta itu. Kalla menyebutkan, semua yang ditulis tabloid itu fitnah.
Di lereng Gunung Arjuno dan Welirang itu, Kalla meminta izin pengasuh pondok, Asep Saifuddin Halim, menceritakan dampak fitnah yang memantik konflik di Tanah Air. Sebagai wakil presiden 2004-2009, ia mengaku kerepotan menyelesaikan konflik suku, agama, ras, dan antargolongan seperti di Aceh, Poso, Ambon, dan Sampit. Untuk menangkal fitnah, ia meminta masyarakat membaca tabloid Pelayan Rakyat itu.
Tabloid 16 halaman yang dibagikan itu berisi profil serta kinerja Jokowi selama menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta. "Tabloid itu dibuat untuk menjawab serangan fitnah Obor Rakyat," kata Ammarsyah, Koordinator Komunitas Alumni Perguruan Tinggi, penerbit Pelayan Rakyat.
Kantor redaksinya terletak di Jalan Widya Chandra VII Nomor 17, Jakarta Selatan, markas relawan Jokowi yang merupakan alumnus dari berbagai perguruan tinggi. Seluruh isinya adalah buatan para relawan. "Menangkal propaganda hitam harus terus-menerus," ujar Ammarsyah.
Edisi pertama dicetak 5 Juni lalu, sekitar 20 ribu eksemplar, dan disebarkan ke sejumlah pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Terutama di kawasan yang terkena sebaran Obor. Karena dirasa efektif sebagai materi penangkal kampanye hitam, Pelayan Rakyat dicetak hingga 100 ribu eksemplar oleh Media Center Jokowi-JK.
Para pendukung Jokowi menganggap propaganda hitam menjadi biang turunnya elektabilitas calon presiden nomor urut dua itu. Survei internal tim Jokowi-Kalla menunjukkan suara yang berpindah akibat propaganda mencapai delapan persen. Jokowi mengakui gempuran keras terjadi di Pulau Jawa, daerah yang dihuni 70 persen suara nasional. "Masalahnya, warga di kampung-kampung tak bisa membedakan koran asli dan koran palsu," kata Jokowi.
Seluruh tim ditugasi menangkal kampanye hitam. Beragam materi kampanye, berisi aneka tabloid dan serial buku, yang menjelaskan sosok Jokowi dikirimkan. "Isinya ulasan yang menjawab keraguan terhadap keislaman Jokowi," ujar Hasto Kristiyanto, juru bicara tim sukses Jokowi.
Bukan hanya Pelayan Rakyat, belakangan banyak tabloid serupa diterbitkan. Misalnya tabloid Jokowi-JK adalah Kita yang diluncurkan relawan dari Pusat Informasi Relawan. Tabloid delapan halaman itu dicetak 20 ribu eksemplar dan berisi visi-misi, profil, dan agenda pemerintahan Jokowi-Kalla. "Sengaja dibagikan di Jakarta karena sasarannya memang Ibu Kota," kata Martin Manurung, Koordinator Pusat Informasi Relawan yang juga politikus Partai NasDem.
Tabloid lain, Rahmatanlilalamin, digagas komunitas Padepokan Demi Indonesia yang dipimpin Amal Alghazali, Koordinator Relawan Dahlan Iskan untuk Jokowi. Mini-tabloid—mirip majalah—akan diterbitkan dengan 32 halaman berwarna, hasil kreasi tim yang sebagian besar wartawan dari Grup Jawa Pos. "Kami cetak hampir sejuta," ujar Amal. Menurut Himawan, Pemimpin Redaksi Rahmatanlilalamin, mini-tabloid "sejuta umat" ini akan banyak berbicara soal Jokowi dan religi. Momentum terbit bersamaan dengan menjelang datangnya bulan puasa.
Ada juga buletin dan buku Tabayyun Jokowi. Terdiri atas empat halaman dengan gambar sampul foto keluarga Jokowi saat umrah di Mekah, buletin yang dicetak 20 ribu eksemplar itu beredar di madrasah dan pondok pesantren di Jawa dan Madura—lengkap dengan tulisan yang menyebut Jokowi berasal dari NU.
Eva Kusuma Sundari, koordinator relawan Jokowi, mengatakan aneka rupa tabloid dan media itu adalah bagian dari kreativitas relawan menangkal serangan kubu lawan. Para relawan dibebaskan membuat materi untuk membentengi diri, sekaligus menyerang. "Ini karena kampanye mereka sudah kasar, kotor, dan mencederai demokrasi," katanya.
Di kantong-kantong suara nahdliyin dan Muhammadiyah, para relawan dan sejumlah tokoh, juga tim yang dibentuk dari Partai Kebangkitan Bangsa, bergerak mengamankan suara. Melalui kiai-kiai kampung, tim dan relawan mencegah peredaran Obor Rakyat. Buku-buku saku soal Jokowi dan tabloid penangkal dibagikan. Pondok-pondok pesantren yang pernah dikunjungi tim Prabowo juga tak luput disisir. "Kami menjelaskan ke kiai soal fakta keislaman Jokowi," ujar Marwan Ja'far, Ketua PKB.
Pekerjaan yang tak kalah berat adalah menangkal kampanye hitam yang menyebut Jokowi bagian dari Wahabi. Isu ini menjadi salah satu tugas Tim Bravo Lima yang dipimpin Luhut Panjaitan dan Alwi Shihab, Menteri Luar Negeri di era Abdurrahman Wahid. Alwi ditugasi menjelaskan ke masyarakat bahwa Jokowi bukan bagian dari Wahabi seperti yang dituduhkan. Misalnya yang dilakukan ketika menyambangi Pondok Pesantren Al-Islam Yogyakarta, Jumat dua pekan lalu, yang menyebutkan Jokowi malah jadi korban kelompok Wahabi. "Cara-cara kekerasan seperti itu justru cara kelompok Wahabi Salafi. Nahdlatul Ulama sudah sejak 1926 melawan tradisi ini," kata Alwi.
Warga Muhammadiyah tak mau ketinggalan. Para relawan Jokowi dari kaum muda Muhammadiyah Jawa Tengah juga menurunkan seratus juru dakwah dari kampung. Mereka menggelar pengajian maraton selama puasa untuk menyokong Jokowi. Ada seratus dai yang ingin bergabung. "Jokowi dianggap seperti Kiai Ahmad Dahlan, yang berani membuat perubahan," ujar Bustanul Iman, Koordinator Relawan Matahari Indonesia Jawa, menyebut pendiri Muhammadiyah itu.
Menurut Bustanul, seratus dai itu akan bergabung dengan kiai kampung mencerahkan program pengajian hingga ke tingkat ranting dan desa. "Kami sudah menjadwalkan pengajian rutin di tingkat ranting," katanya.
Agustina Widiarsi, Ishomuddin, Ananda Teresia, Tika Primandari, Tri Suharman, Edi Faisol
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo